Keratuan Melinting

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keratuan Melinting
Lampung :

Jawi : كيراتوان ميلينتينك
1401–sekarang
Bendera Keratuan Melinting
Bendera
{{{coat_alt}}}
Lambang
Tari Melinting berasal Lampung Timur adalah peninggalan Keratuan Melinting
Tari Melinting berasal Lampung Timur adalah peninggalan Keratuan Melinting
Ibu kotaMaringgai
Bahasa yang umum digunakanLampung Melinting (resmi)
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1401–1425
Minak Kejala Bidin (Ratu Melinting I)
• 1923–1945
Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama II
• 1991-sekarang
Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama IV (Ratu Melinting XVII)
Sejarah 
• Berkembangnya Islam
1401
• Lampung dijajah Belanda
1850
• Pembubaran Daerah Istimewa Sumatra Selatan
sekarang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Keratuan Melinting ialah salah satu kerajaan tertua di Lampung, kerajaan ini terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Indonesia.

Asal[sunting | sunting sumber]

Keratuan Melinting diperkirakan berdiri pada awal Abad ke-15. Jadi asal usul keratuan melinting berasal dari keratuan Pugung. Keratuan ada empat di Lampung, yang pertama di puncak Kota Bumi, Keratuan Pugung di Taman Purbakala tepatnya di Pugung Raharjo, secara arkeologis terdapat sebuah keraton dengan luas sekitar 2,5 hektar. Setelah penyebaran Islam muncul di Lampung yang dibawa oleh Sultan Cirebon pada waktu itu. Menurut buku tersebut, kami bersaudara dengan ratu darah putih Kalianda.[1]

Ratu pertama di Pugung adalah Ratu Galuh, kemudian mempunyai seorang anak bernama Minak Sang Bramo Sakti. Sang Bramo Sakti mempunyai seorang anak bernama Minak Rio Puhang Temenggung Kali Ratu. Saat ini di dalam buku tersebut tertulis bahwa ia dan keluarganya pindah ke Srikulo yang sekarang bernama Negara Saka. Pada masa Tumuggung, Ratu mempunyai 2 orang anak, yang sulung Depati Lebu Kaca, dan yang kedua Minak Rio Jalang. Depati Lebu Kaca memiliki seorang putri bernama Puteri Kandang Rarang dan Minak Rio Jalang memiliki seorang putri bernama Putri Sinar Alam.[2]

Menurut hikayat, ceritanya seperti itu, atau hanya mitos saja, belum diketahui kebenarannya. Jadi di situs tersebut dikatakan bahwa ketika Fatahillah (Sultan Cirebon) sedang mandi dia melihat petir di Lampung, artinya ada seorang putri yang baik dan cantik di Lampung. Maka ia dan Pucalang dua atau tiga hari dari kenlampung dikawinkan dengan puteri pugung, yaitu putri kandang rarang. Kemudian mereka menikah dan kemudian kembali ke Jawa. Seminggu setelah dia mandi dia melihat petir lagi, lalu dia mengira itu berarti ada putri lain. Lalu ia menikah lagi dan menikah dengan anak Minak Rio, jalang, Puteri Sinar Alam. Dan mereka adalah sepupu yang semuanya sudah menikah. Kemudian dari Puteri Sangkar Rarang mendapat seorang anak yang diberi nama Minak Kejala Abidin. Sebelum kelahiran Minak Kejala Ratu dan Minak Kejalabidin, saat masih dalam kandungan, ayah mereka yang kembali ke Cirebon tidak kembali ke Lampung.

Setelah Minak Kejala Ratu dan Minak Kejalabidin bertanya kepada kakek muda tersebut, pada suatu hari mereka berdua bertanya kepada ibunya, siapa dan dimana ayahnya. Karena desakan keduanya, akhirnya sang putri cahaya alami menjelaskan tentang ayah mereka. Akhirnya Minak Kejala Ratu dan Minak Kejalabidin menyeberang ke Banten dengan menggunakan perahu untuk mencari ayahnya. Minak kejalabidin menghadap Fatahillah.[3]

Setelah Minak Kejala Ratu dan Minak Kejalabidin pergi menemui Fatahillah di Pusiba Agung, Baginda meminta bukti kepada mereka berdua, apakah benar mereka berdua adalah anaknya. Kemudian Minak Kejala Ratu dan Minak Kejala Bidin menunjukkan cincin yang mereka kenakan kepada Sultan Cirebon. Cincin itu adalah emas kawin ibu mereka yang dibawa oleh ayah mereka dari Cirebon, sedangkan saya ditugaskan oleh Fatahillah menyebarkan Islam di Lampung.

Setelah Fatahillah memeriksa cincin yang mereka berdua tunjukkan, Fatahillah membenarkan bahwa mereka adalah anaknya sendiri, beliau juga meminta mereka untuk beristirahat di surosowan yaitu Keraton Sultan Cirebon . Seminggu kemudian Minak Kejala Bidin diterima di Pusiban Agung, Sultan memerintahkan keduanya kembali mengamankan Lampung. Sesampainya di Lampung yaitu di Labuhan Meringgai. Sehingga perlu adanya musyawarah agar wilayah Ratu Pugung terbagi menjadi dua bagian.

Di Labuhan maringgai pusatnya diperintah oleh Kejala Bidin yang disebut Keratuan Melinting, diperintah oleh fenomena bidin yang disebut Keratuan Melinting, bagian lainnya adalah wilayah kuripan Kalianda yang dipimpin oleh ratu kejala yang disebut Melinting Kingdom atau ratu berdarah putih.

Daftar Penguasa[sunting | sunting sumber]

  • Minak Kejala Bidin (Ratu Melinting I)
  • Pengeran Penambahan Mas (Ratu Melinting II)
  • Pengeran Tutur Jimat (Ratu Melinting III)
  • Pangeran Panembahan Mas II (Ratu Melinting IV)
  • Muhammad Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama I (Ratu Melinting V)
  • Minak Yuda Resmi (Ratu Melinting VI)
  • Pengeran Ira Kesuma (Ratu Melinting VII)
  • Minak Kimas (Ratu Melinting VIII)
  • Raja Di Lampung (Ratu Melinting IX)
  • Penayakan Dalam (Ratu Melinting X)
  • Pengeran Putera Kesuma I (Ratu Melinting XI)
  • Dalam Ratu Melinting I (Ratu Melinting XII)
  • Pengeran Putera Kesuma II (Ratu Melinting XIII)
  • Muhammad Amin Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama II (Ratu Melinting XIV)
  • Ismail Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama III (Ratu Melinting XV, 1915-1967)
  • Hasanuddin, Ba. Dalam Ratu Melinting III (Ratu Melinting XVI, 1967-1991)
  • H. Rizal Ismail, SE., MM. gelar Sultan Ratu Idil Muhammad Tihang Igama IV (Ratu Melinting XVII, 1991-sekarang).

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ https://www.kompasiana.com/ludiansyah/5a0a791ffa62780caf3fa1e2/keratuan-melinting-dalam-sejarah
  2. ^ Papan Informasi di Museum Negeri Lampung
  3. ^ Hubungan Keratuan Melinting dengan Kesultanan Cirebon