Keberatan yang terus-menerus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Dalam hukum internasional, keberatan yang menerus (persistent objection) adalah sebuah konsep di mana sebuah negara berdaulat secara konsisten dan jelas menolak suatu norma hukum kebiasaan internasional sejak munculnya norma tersebut, dan menganggap dirinya tidak terikat untuk menaati norma tersebut. Doktrin ini disifatkan sebagai sebuah doktrin positivis, bahwa negara hanya dapat terikat oleh norma-norma yang telah disetujui.[1]

Keberatan terhadap munculnya suatu norma hukum internasional dapat berupa pernyataan yang menyatakan posisi suatu negara atas hak yang ada, atau tindakan di mana negara menjalankan hak yang ada dalam menghadapi norma yang sedang berkembang yang mengancam hak tersebut. Pernyataan yang dibuat pada saat penetapan sebuah peraturan, seperti reservasi untuk perjanjian internasional, merupakan sebuah ekspresi yang jelas dari keberatan sebuah negara. Keberatan juga dapat diungkapkan selama negosiasi perjanjian dan dalam peraturan perundang-undangan nasional.[2]

Lembaga-lembaga pengadilan internasional tidak secara luas menerima konsep keberatan ini.[3] Pengadilan Internasional telah membahasnya secara dicta dalam dua kasus: Asylum (Columbia v Peru, [1950] ICJ 6) dan Fisheries (United Kingdom v Norway, [1951] ICJ 3).[4] Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika menolak upaya penerapan doktrin ini dalam Domingues v United States (2002) dengan alasan bahwa larangan hukuman mati remaja yang menjadi keberatan Amerika Serikat bukan hanya sebuah hukum kebiasaan internasional tetapi juga jus cogens, sebuah norma hukum internasional yang tidak dapat dikurangi sama sekali. Akan tetapi, hal ini juga dapat ditafsirkan bahwa doktrin keberatan ini dapat diposisikan lebih tinggi daripada sebuah norma hukum HAM internasional yang belum berstatus jus cogens.[5]

Dukungan yang lebih kuat akan doktrin keberatan dapat ditemukan dalam tulisan para ahli hukum.[4] American Law Institute telah lama mendukung pengembangan "teori komprehensif" tentang keberatan yang terus-menerus melalui manuskrip Third Restatement of the Foreign Relations Law of the United States tahun 1987, bagian dari serial Restatements of the Law.[6]

Dalam perebutan wilayah di Laut Tiongkok Selatan dan kontroversi sembilan garis putus-putus, Indonesia telah menerapkan doktrin keberatan ini dalam nota-nota protesnya terhadap Republik Rakyat Tiongkok.[7][8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Green, James A. (2016). The Persistent Objector Rule in International Law. Oxford University Press. ISBN 9780198704218. 
  2. ^ Steinfeld, Adam. "Nuclear Objections: The Persistent Objector and the Legality of the Use of Nuclear Weapons". Brooklyn Law Review. 62: 1635, 1647. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  3. ^ Dumberry, Patrick (2010). "Incoherent and Ineffective: The Concept of Persistent Objector Revisited". International and Comparative Law Quarterly. 59 (3): 779. doi:10.1017/S0020589310000308. SSRN 1653351alt=Dapat diakses gratis. 
  4. ^ a b Steinfeld 1996
  5. ^ Lau, Holning (2005). "Rethinking the Persistent Objector Doctrine in International Human Rights Law". Chicago Journal of International Law. 6: 495, 496. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  6. ^ Dumberry 2010
  7. ^ Asmardika, Rahman (6 Januari 2020). "Arti Penting Nota Protes Sebagai Penolakan Indonesia Atas Klaim China di Natuna". Okezone.com. Diakses tanggal 25 September 2020. 
  8. ^ Widodo, Reja Irfan (22 Juni 2016). "Sengketa Laut Cina Selatan, Indonesia Mesti Konsisten Berkeberatan". Republika. Diakses tanggal 25 September 2020. 

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]