Kadilangu, Demak, Demak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kadilangu)
Kadilangu
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenDemak
KecamatanDemak
Kodepos
59517
Kode Kemendagri33.21.11.1019
Kode BPS3321070010
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Kadilangu adalah kelurahan di Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Di kelurahan ini terdapat Masjid Sunan Kalijaga, yang didirikan pada tahun 1532. Di dekat masjid ini terdapat makam Sunan Kalijaga.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pada zaman Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan Prabu Brawijaya V, Raden Patah bersama dengan adiknya Raden Timbal pergi dari Palembang ke Jawa dengan maksud mengabdi kepada sang Prabu Brawijaya. Dalam perjalanan menuju Majapahit, mereka lebih dahulu berguru pada Sunan Ngampel (di daerah Gresik). Setelah selesai berguru, Raden Timbal kemudian diangkat menjadi Adipati Terung. Tetapi Raden Patah (atas petunjuk gurunya) pergi ke arah barat untuk mendirikan masjid dan menyebarkan ajaran Islam.

Sampai di suatu hutan belukar terdapat rumput yang berbau wangi, Kemudian Raden Patah berhenti dan membuka hutan tersebut, serta mendirikan pemukiman dan membuat tanah pertanian. Daerah tersebut oleh Raden Patah diberi nama Glagahwangi. Dalam waktu singkat daerah tersebut menjadi daerah pemukiman dengan tanah pertanian yang sangat luas dan berganti nama menjadi Bintoro.

Prabu Brawijaya yang mengetahui hal itu, lalu mengukuhkan daerah tersebut dalam kekuasaan Majapahit. Selanjutnya daerah tersebut di beri nama Kadipaten Bintoro serta mengangkat Raden Patah menjadi Adipati Bintoro yang pertama. Dengan cepat Bintoro berkembang dan berganti nama kembali menjadi Demak.

Pada tahun 1472 Raden Sahid datang disekitar Demak, Raden Sahid berniat menyebarkan ajaran Islam. Raden Patah yang mendengar kedatangan Raden Sahid, kemudian menyuruh pengawal kerajaan untuk segera memanggilnya. Raden Sahid merupakan seorang muslim, dan ilmuwan (wali), serta dikenal dengan kepandaian ilmu pengetahuannya. Ilmu pengetahuan yang diperoleh Raden Sahid sewaktu berkelana, dianggap oleh Raden Patah akan berguna untuk kepentingan Kerajaan Demak. Kedatangan Raden Sahid mengingatkan Raden Patah dengan perintah gurunya (Sunan Ngampel) yang belum terlaksana, yaitu untuk mendirikan masjid.

Pada tahun 1473 Raden Patah mengumpulkan seluruh wali yang ada di tanah Jawa, dan memberi perintah kepada Raden Sahid untuk memimpin para wali. Dengan alasan, Raden Patah menganggap kepandaian yang dimiliki oleh Raden Sahid dapat digunakan untuk mengatur dan menyelesaikan tugas. Raden Sahid mulai merencanakan pembangunan masjid, selanjutnya pada tahun yang sama juga masjid megah itu selesai dibangun. (sekarang masjid tersebut lebih dikenal dengan nama Masjid Agung Demak). Raden Patah sangat senang, selain masjid itu sudah berdiri dengan megah juga karena dengan tangan Raden Sahid bersama para Wali dapat membuat karya besar (yang sampai hari ini masih ada, yaitu Soko Guru, adalah Soko atau kayu penyangga yang menjadi pilar penopang bangunan tengah masjid).

Raden Patah kemudian memberikan Raden Sahid hadiah tanah yang bebas dipilihnya dan akan menjadi kepemilikannya dan turunannya selama-lamanya. Pilihan Raden Sahid jatuh pada suatu hutan belukar yang letaknya di dataran rendah di dekat Demak, yang berbau “langu” (karena itu kemudian daerah tersebut dinamakan Kadilangu). Raden Sahid menetap di Kadilangu dan mulai membuka daerah tersebut. Daerah tersebut merupakan hutan belukar yang lebat pada awalnya, setelah dibuka dengan penuh perasaan oleh Raden Sahid daerah itu dalam waktu singkat berubah menjadi tanah-tanah pertanian yang subur, dan terciptalah 27 daerah baik desa dan kota.

Pada saat mulai menetap di Kadilangu, Raden Sahid tidak menggunakan nama Raden Sahid, tetapi menggunakan nama baru yaitu Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga sangat dihormati oleh penguasa maupun oleh rakyat kecil sekalipun. Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan intelektualnya yang sangat luar biasa dan kecerdasannya yang tinggi, di imbangi dengan sikap kelembutan, keramah-tamahan serta penyantun. Nilai-nilai dan sifat- sifat Sunan Kalijaga inilah yang membuat namanya sangat tersohor dan dijadikan sebagai tempat bertanya orang hampir diseluruh Jawa Tengah.

Pada tahun 1483 Kerajaan Majapahit mulai runtuh menjadikan Demak terabaikan. Pada tahun 1488 kemudian Raden Patah dinobatkan menjadi Sultan Demak. Seluruh perbuatan Raden Patah menjadi perbuatan hukum seorang raja, termasuk dalam pemberian hadiah kepada Sunan Kalijaga, karena salah satu sifat seorang raja bijaksana adalah seorang raja tidak boleh mengambil ludahnya sendiri, sehingga raja tidak boleh mencabut perintah baik terdahulu maupun yang akan terjadi. Pada tahun 1492 Raden Patah wafat dan dimakamkan di komplek pemakaman masjid.

Pada tahun 1500 Sunan Kalijaga wafat dan dimakamkan di Kadilangu. Sampai sekarang makamnya tetap dihormati oleh setiap orang Jawa, bahkan kaisar (Sunan) Solo dalam bulan puasa selau menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk mengunjungi makam tersebut.

Setelah Sunan Kalijaga wafat kekuasaan Kadilangu beralih kepada anak cucunya turun-temurun menurut garis keturunan lurus kebawah samapi keturunan ketujuh dengan gelar “Panembahan”. Mulai keturunan ke delatan samapi keturunan ke duabelas dengan gelar “Pangeran Wijil”. Pangeran Wijil yang terakhir meninggal dunia pada tanggal 11 Oktobr 1880. (Surat Residen Semarang No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda).

Tanah Kadilangu Pada Zaman Kolonial[sunting | sunting sumber]

Menurut Surat Residen Semarang No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dahulu tanah kadilangu mempunyai luas meliputi 27 desa. Pada tahun 1816 waktu Pemerintahan Inggris 17 desa di Kadilangu diambil alih. Sehingga tanah di Kadilangu tinggal 10 Desa, yaitu: Kauman Kadilangu; Pampang Kadilangu; Pacol; Mandungan; Dakwos; Dukuh; Jraganan; Kahiringan; Krandon; dan Kenep. Dengan bentang luas keseluruhannya 519 7/8 bahu.

Pada tahun 1843 Pangeran Wijil V mengusulkan untuk menambah Desa Kemloko dalam wilayah Kadilangu. Tetapi Residen Semarang justru mengeluarkan Surat No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada intinya Residen Semarang mengusulkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar tanah-tanah di Kadilangu diambil alih saja, dengan alasan ditakutkan pada masa depan akan menjadi sebuah negara kecil di dalam negara.