Festival Oncor: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dj Ran (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dj Ran (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2: Baris 2:


==Etimologi==
==Etimologi==
[[Berkas:Rute Festival Oncor Bandungrejo.jpg|thumb|200px|Rute Festival Oncor]]
Acara ini merupakan sebuah acara yang terbuka untuk umum selama satu hari makanya dinamakan ''"Festival"''. sedangkan ''"Oncor"'' merupakan kata dalam [[bahasa Jawa]] yang berarti ''"Obor"''. sehingga dinamakan ''"Festival Oncor"'' yang artinya acara terbuka untuk umum yang menggunakan obor.
Acara ini merupakan sebuah acara yang terbuka untuk umum selama satu hari makanya dinamakan ''"Festival"''. sedangkan ''"Oncor"'' merupakan kata dalam [[bahasa Jawa]] yang berarti ''"Obor"''. sehingga dinamakan ''"Festival Oncor"'' yang artinya acara terbuka untuk umum yang menggunakan obor.


Baris 13: Baris 12:
* IPNU-IPPNU Bandungrejo
* IPNU-IPPNU Bandungrejo
* Pihak Sponsor
* Pihak Sponsor

==Rute==
[[Berkas:Rute Festival Oncor Bandungrejo.jpg|thumb|200px|Rute Festival Oncor]]
Kegiatan ini di ikuti 13 dukuh se-desa Bandungrejo, dengan rute : Balaidesa Bandungrejo - SD Bandungrejo 1 - Tugu Jagad - Pasar Benguk - Makam Mbah Muruan - Parimono - Balaidesa Bandungrejo.


==Acara==
==Acara==

Revisi per 8 Oktober 2014 13.28

Festival Oncor adalah[1] salah satu acara rutin yang diselenggarakan Pemdes Bandungrejo dan IPNU-IPPNU. Festival Oncor diselenggarakan pada malam takbiran Idul Adha, untuk menjaga tradisi Festival Oncor di Bandungrejo[2].

Etimologi

Acara ini merupakan sebuah acara yang terbuka untuk umum selama satu hari makanya dinamakan "Festival". sedangkan "Oncor" merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti "Obor". sehingga dinamakan "Festival Oncor" yang artinya acara terbuka untuk umum yang menggunakan obor.

Sejarah

Sejarah kegiatan Festival Oncor ini di mulai tahun 1990-an oleh Pemuda Desa Bandungrejo yang aktif di IPNU-IPPNU, pada awal dilaksanakannya kegiatan ini hanya digelar dalam bentuk "Takbiran Keliling" sambil membawa oncor (obor) yang pesertanya dari anggota IPNU dan IPPNU serta anak-anak sekolah dengan rute mengelilingi kampung-kampung yang ada di Desa Bandungrejo. Dalam perkembangannya kegiatan "Takbir Keliling" ini dikemas dalam sebuah Festival (Lomba) dengan kemasan yang lebih menarik dan semarak[3], gagasan ini dimotori oleh aktifis IPNU di Desa Bandungrejo pada masa tahun 2006, diantaranya Ahmad Khafidz Devgan, Abdul Rouf, M. Sultho dan Fikri Hidayat. Dengan penuh semangat dan dengan dukungan Petinggi Mudhofar (pada waktu itu), serta dukungan dari Bupati Hendro Martojo (kepemimpinan beliau), panitia berhasil mendapat dukungan baik dari masyarakat maupun sponsor, sehingga kegiatan pertama itu menjadi momentum dan budaya yang dikembangkan dikemudian hari yang selanjutnya menjadi salah satu event budaya di Kabupaten Jepara.

Penyelenggara

Festival oncor diselenggarakan atas kerjasama beberapa pihak, diantaranya:

  • Pemdes Bandungrejo
  • IPNU-IPPNU Bandungrejo
  • Pihak Sponsor

Rute

Berkas:Rute Festival Oncor Bandungrejo.jpg
Rute Festival Oncor

Kegiatan ini di ikuti 13 dukuh se-desa Bandungrejo, dengan rute : Balaidesa Bandungrejo - SD Bandungrejo 1 - Tugu Jagad - Pasar Benguk - Makam Mbah Muruan - Parimono - Balaidesa Bandungrejo.

Acara

Cara penilaian peserta Festival Oncor dibagi ke dalam dua bagian. Pada bagian pertama meliputi penilaian kostum, suara takbiran, dan kekompakan. Sementara pada bagian kedua meliputi keliling dari desa Bandungrejo menuju Kecamatan Kalinyamatan dengan bersama-sama seluruh kelompok peserta festival.

Tujuan

Petinggi Bandungrejo bersama panitia menaruh perhatian besar pada adanya kelestarian tradisi lokal ini, mengingat semakin hari semakin tipis keimanan dan kesadaran melestarikan budaya lokal akibat terpaan arus globalisasi yang kencang di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Pihak penyelenggara juga berharap agenda ini mampu membuka cakrawala pandang kaum muda untuk tetap teguh menatap masa depan tanpa meninggalkan kearifan budaya lokal.

Referensi

Pranala luar