Konfrontasi Indonesia–Malaysia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4: Baris 4:


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Pada [[1961]], Borneo dibagi menjadi empat administrasi. [[Kalimantan]], sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Borneo. Di utara adalah Kerajaan [[Brunei]] dan dua koloni [[Inggris]]; [[Sarawak]] dan [[Britania Borneo Utara]], kemudian dinamakan [[Sabah]]. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di [[Asia Tenggara]], UK mencoba menggabungkan koloninya di Borneo dengan [[Semenanjung Malaya]] untuk membentuk [[Malaysia]].
Pada [[1961]], Borneo dibagi menjadi empat administrasi. [[Kalimantan]], sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Borneo. Di utara adalah Kerajaan [[Brunei]] dan dua koloni [[Inggris]]; [[Sarawak]] dan [[Britania Borneo Utara]], kemudian dinamakan [[Sabah]]. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di [[Asia Tenggara]], Britania mencoba menggabungkan koloninya di Borneo dengan [[Semenanjung Malaya]] untuk membentuk [[Malaysia]].


Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden [[Sukarno]] berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Britania, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Britania di kawasan ini, mengancam kemerdekaan Indonesia. [[Filipina]] juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui [[Kepulauan Sulu]].
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden [[Sukarno]] berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Britania, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Britania di kawasan ini, mengancam kemerdekaan Indonesia. [[Filipina]] juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui [[Kepulauan Sulu]].

Revisi per 13 Mei 2005 00.56

Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan pulau Kalimantan, antara Malaysia (yang didukung Britania) dan Indonesia pada tahun 1962-1966.

Perang ini berawal dari keinginan Britania untuk menggabungkan koloninya: Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Malaysia pada tahun 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai "boneka" Britania, dan hal itu akan menyebabkan pengaruh Britania yang membesar di wilayah tersebut, sehingga mengacam kemerdekaan Indonesia.

Latar belakang

Pada 1961, Borneo dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Borneo. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Britania mencoba menggabungkan koloninya di Borneo dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Sukarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Britania, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Britania di kawasan ini, mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kepulauan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Britania. Dia menerima pasukan Britania dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Britania (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah yang ribut memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Britania.

Perang

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Subandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan "mengganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Brigade Gurkha berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para riot membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus periot merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan masa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Borneo, terjadi peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, tanpa hasil.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaysia. Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Angkatan Laut Royal Britania mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Pasukan Commonwealth Britania membentuk delapan belas batalion. Pasukan Britania-Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah pemasukan pasukan Indonesia ke Malaysia.

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan ditangkap oleh pasukan Selandia Baru.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Borneo setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Royal Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Britania dan Commonwealth di Borneo pada saat itu. Secara resmi, pasukan Britania dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalu perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Britania maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyebrangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan pembela.

Akhir konfrontasi

Menjelang akhir 1965, Jendral Suharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya kudeta. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk mempertahankan perang dengan Malaysia berkurang dan peperangan mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, pemerintahan Malaysia dan Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditanda tangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.


Lihat: Sejarah militer Britania, Sejarah Indonesia, Sejarah Malaysia