Kaharingan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k Suntingan Cemara (Pembicaraan) dikembalikan ke versi terakhir oleh Borgx
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Kaharingan/Hindu Kaharingan''' adalah [[religi suku]] atau [[kepercayaan]] [[tradisional]] suku [[Dayak]] di [[Kalimantan]]. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah ''danum kaharingan belum'' (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap [[Tuhan Yang Maha Esa]] (''Ranying''), yang [[hidup]] dan [[tumbuh]] secara turun temurun dalam masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah [[Indonesia]] mewajibkan [[penduduk]] dan [[warganegara]] untuk menganut salah satu [[agama]] yang diakui oleh [[pemerintah]] [[Republik Indonesia]]. Oleh sebab itu kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti [[Tollotang]] ([[Hindu Tollotang]]) pada [[suku Bugis]], dimasukkan dalam kategori [[agama]] [[Hindu]], mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut ''[[Yadnya]]''. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai [[Tuhan Yang Maha Esa]], hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut ''Ranying''. Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam [[Kartu Tanda Penduduk]], dengan demikian suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara.
'''Kaharingan/Hindu Kaharingan''' adalah [[religi suku]] atau [[kepercayaan]] [[tradisional]] suku [[Dayak]] di [[Kalimantan]]. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah ''danum kaharingan belum'' (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap [[Tuhan Yang Maha Esa]] (''Ranying''), yang [[hidup]] dan [[tumbuh]] secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah [[Indonesia]] mewajibkan [[penduduk]] dan [[warganegara]] untuk menganut salah satu [[agama]] yang diakui oleh [[pemerintah]] [[Republik Indonesia]]. Oleh sebab itu kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti [[Tollotang]] ([[Hindu Tollotang]]) pada [[suku Bugis]], dimasukkan dalam kategori [[agama]] [[Hindu]], mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut ''[[Yadnya]]''. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai [[Tuhan Yang Maha Esa]], hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut ''Ranying''. Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam [[Kartu Tanda Penduduk]], dengan demikian suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara.


Tetapi di [[Malaysia]] [[Timur]] ([[Sarawak]], [[Sabah]]), nampaknya kepercayaan ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama [[Hindu]], jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah [[Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan]] (MBAHK) pusatnya di [[Palangkaraya]], [[Kalimantan Tengah]].
Tetapi di [[Malaysia]] [[Timur]] ([[Sarawak]], [[Sabah]]), nampaknya kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama [[Hindu]], jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah [[Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan]] (MBAHK) pusatnya di [[Palangkaraya]], [[Kalimantan Tengah]].
{{indo-stub}}
{{indo-stub}}



Revisi per 29 September 2009 08.29

Kaharingan/Hindu Kaharingan adalah religi suku atau kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan belum (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh sebab itu kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu, mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa, hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying. Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam Kartu Tanda Penduduk, dengan demikian suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara.

Tetapi di Malaysia Timur (Sarawak, Sabah), nampaknya kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) pusatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.