Wali penguasa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Wali penguasa''' ({{Lang-en|regent}}; {{lang-la|regens}};<ref>{{OEtymD|regency|accessdate=2014-08-18}}</ref> "[yang] berkuasa"<ref>{{OEtymD|regent|accessdate=2014-08-18}}</ref>) adalah "pihak yang ditunjuk untuk mengelola negara atas nama penguasa karena penguasa yang resmi tidak berada di tempat atau tidak mampu memegang kendali negara."<ref>''[//en.wikipedia.org/wiki/Oxford_English_Dictionary Oxford English Dictionary]''</ref> Masa pemerintahan seorang wali penguasa disebut dengan '''masa perwalian'''.
'''Wali penguasa''' ({{Lang-en|regent}}; {{lang-la|regens}};<ref>{{OEtymD|regency|accessdate=2014-08-18}}</ref> "[yang] berkuasa"<ref>{{OEtymD|regent|accessdate=2014-08-18}}</ref>) adalah "pihak yang ditunjuk untuk mengelola negara atas nama penguasa karena penguasa yang resmi masih terlalu belia, tidak berada di tempat atau tidak mampu memegang kendali negara."<ref>''[//en.wikipedia.org/wiki/Oxford_English_Dictionary Oxford English Dictionary]''</ref> Masa pemerintahan seorang wali penguasa disebut dengan '''masa perwalian'''. Pihak yang ditunjuk sebagai wali dapat berupa perseorangan atau sekelompok orang yang disebut dengan dewan perwalian.


== Referensi ==
== Makna istilah ==

== Sejarah ==
Di dalam sistem monarki turun-temurun, banyak contoh saat seorang penguasa mangkat dan meninggalkan keturunan yang masih terlalu belia untuk memerintah. Dalam keadaan demikian, biasanya [[ibu suri]] menjadi pihak yang berperan sebagai wali. Bererapa contohnya antara lain: Selain itu, seorang wali dapat ditunjuk bila seorang penguasa tidak sedang di tempat. Hal ini terjadi karena penguasa resmi sedang dalam peperangan atau hal lainnya.

Sebab lain yang mengharuskan keberadaan seorang wali adalah ketidakmampuan seorang penguasa dalam memegang kendali negara. Sistem monarki turun-temurun menghajatkan bahwa keturunan dari penguasa lama akan menjadi penguasa berikutnya. Dalam beberapa kasus, ada beberapa pewaris yang tidak tertarik dengan urusan politik, atau kurang cakap saat memerintah, sehingga diperlukan seorang wali untuk menjaga keadaan negara tetap stabil.

Contoh pihak-pihak yang pernah menjadi wali:
* [[Blanca dari Kastilia|Blanca]], Ibu Suri Prancis. Menjadi wali bagi Raja Louis IX saat putranya tersebut masih dipandang terlalu belia untuk memerintah kerajaan. Saat Louis IX meninggalkan Prancis untuk turut serta dalam Perang Salib, Blanca kembali menjadi wali.
* [[Kösem Sultan]], [[Valide Sultan|Ibu Suri Turki Utsmani]]. Menjadi wali bagi putranya, [[Murad IV|Sultan Murad IV]], dan kemudian cucunya, [[Mehmed IV|Sultan Mehmed IV]].
* [[Cixi]], Ibu Suri [[Dinasti Qing]]. Menjadi wali bagi putranya, [[Kaisar Tongzhi]], yang selain terlalu muda dari segi usia, juga terbukti tidak cakap dalam mengurus negara saat mulai dipasrahkan berbagai urusan negara. Cixi kemudian juga menjadi wali bagi keponakannya, [[Kaisar Guangxu]], yang juga naik takhta saat usia belia.

== Daftar pustaka ==
{{Reflist}}
{{Reflist}}



Revisi per 19 April 2017 09.24

Wali penguasa (bahasa Inggris: regent; bahasa Latin: regens;[1] "[yang] berkuasa"[2]) adalah "pihak yang ditunjuk untuk mengelola negara atas nama penguasa karena penguasa yang resmi masih terlalu belia, tidak berada di tempat atau tidak mampu memegang kendali negara."[3] Masa pemerintahan seorang wali penguasa disebut dengan masa perwalian. Pihak yang ditunjuk sebagai wali dapat berupa perseorangan atau sekelompok orang yang disebut dengan dewan perwalian.

Makna istilah

Sejarah

Di dalam sistem monarki turun-temurun, banyak contoh saat seorang penguasa mangkat dan meninggalkan keturunan yang masih terlalu belia untuk memerintah. Dalam keadaan demikian, biasanya ibu suri menjadi pihak yang berperan sebagai wali. Bererapa contohnya antara lain: Selain itu, seorang wali dapat ditunjuk bila seorang penguasa tidak sedang di tempat. Hal ini terjadi karena penguasa resmi sedang dalam peperangan atau hal lainnya.

Sebab lain yang mengharuskan keberadaan seorang wali adalah ketidakmampuan seorang penguasa dalam memegang kendali negara. Sistem monarki turun-temurun menghajatkan bahwa keturunan dari penguasa lama akan menjadi penguasa berikutnya. Dalam beberapa kasus, ada beberapa pewaris yang tidak tertarik dengan urusan politik, atau kurang cakap saat memerintah, sehingga diperlukan seorang wali untuk menjaga keadaan negara tetap stabil.

Contoh pihak-pihak yang pernah menjadi wali:

  • Blanca, Ibu Suri Prancis. Menjadi wali bagi Raja Louis IX saat putranya tersebut masih dipandang terlalu belia untuk memerintah kerajaan. Saat Louis IX meninggalkan Prancis untuk turut serta dalam Perang Salib, Blanca kembali menjadi wali.
  • Kösem Sultan, Ibu Suri Turki Utsmani. Menjadi wali bagi putranya, Sultan Murad IV, dan kemudian cucunya, Sultan Mehmed IV.
  • Cixi, Ibu Suri Dinasti Qing. Menjadi wali bagi putranya, Kaisar Tongzhi, yang selain terlalu muda dari segi usia, juga terbukti tidak cakap dalam mengurus negara saat mulai dipasrahkan berbagai urusan negara. Cixi kemudian juga menjadi wali bagi keponakannya, Kaisar Guangxu, yang juga naik takhta saat usia belia.

Daftar pustaka

  1. ^ Harper, Douglas. "regency". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2014-08-18. 
  2. ^ Harper, Douglas. "regent". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2014-08-18. 
  3. ^ Oxford English Dictionary