Lengayang, Pesisir Selatan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 40: Baris 40:


==== Perjalanan Rombongan Kedua ====
==== Perjalanan Rombongan Kedua ====
Penduduk yang pindah dari alam surambi Sungai Pagu dan tergabung dalam rombongan kedua dimaksudkan untuk mencari rombongan pertama yang dulu pernah pindah. Rombongan kedua dipecah kedalam dua kelompok yaitu:
* Kelompok pertama terdiri dari suku Malayu, Chaniago dan [[Sikumbang]] melalui Bukit barisan dan tembus di hulu Nagari Surantih (Langgai), Kecamatan [[Sutera, Pesisir Selatan]].
* Kelompok kedua terdiri dari [[Suku Jambak]] melalui Bukit Barisan dan tembus di hulu nagari Kambang, kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan.


Penduduk yang pindah dari alam surambi Sungai Pagu dan tergabung dalam rombongan kedua dimaksudkan untuk mencari rombongan pertama yang dulu pernah pindah.
Pimpinan kedua kelompok ini dikenal dengan “Ninik Mamak Nan Batujuah” karena dari suku Malayu terdiri dari empat orang ninik mamak dan dari Lareh Nan Tigo ( Suku Chaniago, Sikumbang dan Jambak).


Rombongan ke dua adalah suku Malayu dari Sungai Pagu melalui Koto Pulai, terus Koto Kandih, koto Marapak dan ke Lubuk Sariak. Lubuk Sariak lah tempat menetap pertama kaum suku Malayu. Pertambahan anggota keluarga, membuat suku Malayu menambah lokasi pemukiman baru. Perpindahnya ke daerah Koto Baru dan Medan Baik.
Setelah sampai didua daerah di atas, kedua kelompok yang tergabung dalam rombongan kedua tidaklah menetap, karena tujuannya adalah mencari rombongan pertama dulu. Setelah beberapa lama mencari, tetapi rombongan pertama tidak juga bertemu maka kedua kelompok di atas kemudian bergabung dan menyisiri pantai kearah selatan.


Suku Malayu disambut hangat oleh kaum suku nan batigo. Upacara penyambutan dilakukan sekaligus penyerahan pakaian kebesaran suku Malayu dan mengangkat satu Penghulu Pucuk dari Suku Malayu. Galanggang Tiga tempat Upacara di Koto Marapak di rubah menjadi Galanggang Empat.
Rombongan kedua pertama kali bermukim di daerah “Katapiang Gadang/Pandan Banyak” yaitu antara muara Sumedang dengan Muara Punggasan. Pada tahap selanjutnya penduduk makin bergeser keselatan sampai didaerah “Damar Condong/Durian Condong” yaitu kira-kira batas antara muara Air Haji dengan Muara Punggasan dan akhirnya setelah sekian lama bermukim, penduduk gelombang kedua berbalik menuju utara dan menetap di Muara Punggasan. Disanalah taratak dipancang, membuat labuah dan tapian mandi. Dimana yang berbakat tani kemudian menjadi petani dan yang berbakat nelayan kemudian menjadi nelayan.


Beberapa waktu kemudian diketahui bahwa penduduk yang tergabung dalam gelombang pertama perpindahan dari Alam Surambi Sungai Pagu ternyata bermukim di hulu sungai. Akhirnya dalam pertemuan antara penduduk yang tergabung gelombang pertama dengan penduduk yang tergabung dalam gelombang kedua, lahir kesepakatan bahwa di antara yang ber-empat rombongan jalan diulu dengan yang bertujuh dari hilir membuat suatu pemukiman bersama yang disebut “Padang Sabaleh”. Seiring dengan itu dilakukanlah pembagian wilayah kekuasaan di antara mereka yaitu:
# Batas yang dapat dilimbur pasang ke hilir adalah kekuasaan orang dihilir (gelombang ke dua) seperti daerah Pasir Nan Panjang, Babang Pamukatan, Nan Babungo Karang, Nan Ba Payuang Waru.
# Batas yang dapat dilimbur pasang ke arah Mudik adalah kekuasaan orang yang dihulu (gelombang pertama) seperti daerah Kayu Nan Babniah, Nan Gadang Kalaso Nan Runciang Tanduak, Buah Manih dan Buah Masam.


==== Berdirinya Adat dan Raja Kambang ====
Hasil pertemuan yang melahirkan kesepakatan Padang Sabaleh inilah yang dipercaya sebagai awal berdirinya Nagari punggasan, ± [[1511]] M.


Karena pertambahan penduduk maka dilakukanlah perluasan pemukiman dan wilayah pertanian. Rombongan ninik mamak Nan Barampek Jalan di Ulu memperluas areal kearah hulu mengikuti rintisan pertama seperti Rumah Nan Ampek, Sawah Lurahan, Jelamu, Solok dan Kampung Talawi. Suku Malayu mengambil tempat di kampung Limau Antu dan wilayah sekitarnya. Dihilir daerah suku Malayu ditempati oleh suku Kampai. Kemudian karena perkembangan dari kampung Limau Antu, suku Malayu melewati perkampungan suku Jambak menuju daerah Gunung Linggo dan sekitarnya. Penyebaran suku Panai tidak langsung kehilir, tetapi tiap areal kosong yang tidak ada pemiliknya dikuasai oleh suku Panai. Ketiga suku ini, kedepan mempunyai hubungan saling semendo-menyemendo. Khusus penyebaran mengenai penduduk suku Chaniago, karena anggotanya sedikit, perluasan hanya dilakukan pada bagian mudik yaitu di Taruko Baru dan Sawah Ladang saja.


Suku Malayu, Kampai dan Panai kemudian mendirikan Mesjid di kampung Kampai DT. Rajo Bagindo. Kemudian disebut dengan kampuang Mesjid Lama. Beberapa waktu kemudian mesjid diganti dengan mesjid baru didaerah Koto Langang, kampung DT. Rajo Marah. Kemudian dipindahkan lagi kedaerah Padang Kayu Dadiah sehingga mesjid yang berpindah-pindah tersebut dijuluki oleh mesjid bararak.


== Desa-desa di Lengayang ==
== Desa-desa di Lengayang ==

Revisi per 11 September 2015 13.56

Lengayang
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Barat
KabupatenPesisir Selatan
Pemerintahan
 • Camat-
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri13.01.03
Kode BPS1302060
Luas- km²
Nagari/kelurahan-

Lengayang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasa Kambang.

Batas Wilayah

Kecamatan Lengayang berbatasan dengan Kecamatan Sutera (Surantih, Taratak, Ampiang Parak) di utara dan kecamatan Ranah Pesisir di selatan. Di Timur berbatasan dengan Solok Selatan dan di Barat dengan Kabupaten Mentawai dan Samudera Hindia.

Sejarah Kambang

Konon, menurut penuturan dari orang tua-tua baik di Bandar Sepuluh terutama di nagari Kambang maupun di Muara Labuh (Solok Selatan), nama nagari Kambang berasal dari kata 'kambanglah' (kembanglah) yaitu ucapan masyarakat awal nagari Kambang yang merupakan perantau dari Sungai Pagu Muara Labuh agar segera mengembangkan (membuka kuncup) payung panji kerajaan Sungai Pagu yang sebelumnya cukup lama vakum akibat tidak ada kata sepakat dalam menentukan siapa yang berhak menjadi raja di kerajaan tersebut. Akhirnya dari keturunan raja yang sudah menyebar ke nagari Kambang-lah calon raja itu ada.

Nagari Kambang merupakan gerbang bagi penyebaran masyarakat perantau Sungai Pagu Muara Labuh ke daerah-daerah Bandar Sepuluh yang lainnya baik ke utara maupun ke selatan.

Bila dilihat dari sejarah (Tambo) nagari-nagari di Bandar Sepuluh, nenek moyang Bandar Sepuluh datang dalam dua rombongan besar dari Alam Surambi Sungai Pagu, pertama pada tahun 1490 dan kedua pada tahun 1511.

Secara geneologis, penduduk yang sekarang ini mendiami Nagari Punggasan khususnya dan daerah Kab. Pesisir Selatan bagian selatan kecuali Indopuro umumnya berasal dari Alam Surambi Sungai Pagu di Kab. Solok. Arus perpindahan penduduk tersebut dilakukan menembus bukit barisan dan menurun di hamparan dataran luas yang berbatas dengan pantai barat Sumatera Barat bagian selatan yang dulunya dikenal dengan sebutan Pasisia Banda Sapuluah (Pesisir Bandar Sepuluh).

Menurut cerita yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, bahwa yang menemukan dan mempelopori perpindahan penduduk dari Alam Surambi Sungai Pagu ke Nagari Punggasan adalah “Inyiak Dubalang Pak Labah”. Dia adalah seorang Dubalang/Keamanan dalam salah satu suku di Alam Surambi Sungai Pagu yang suka berpetualang mencari daerah-daerah baru.

Berdasarkan kesepakatan rapat Ninik Mamak Alam Surambi Sungai Pagu, dikirimlah rombongan untuk meninjau wilayah temuan Dubalang Pak Labah. Sesampai di bukit Sikai perjalanan tim peninjau diteruskan kearah hilir melalui bukit Kayu Arang, tempat yang ditandai oleh Dubalang Pak Labah dengan membakar sebatang kayu. Ketika malam datang, rombongan beristirahat di bawah sebatang kayu lagan kecil dan daerah tempat beristirahat tersebut kemudian diberi nama “Lagan Ketek” . Kesokan harinya perjalanan dilanjutkan dan bertemu dengan sebatang kayu lagan yang besar. Daerah tersebut kemudian dinamakan “Lagan Gadang”. Rombongan meneruskan perjalanan sampai kesebuah padang yang banyak ditumbuhi oleh kayu dikek. Dari situ mereka melihat juga sebatang pohon embacang, sehingga kedua tempat tersebut dinamai “Kampung Padang Dikek” dan “Kampung Ambacang”. Perpindahan penduduk dari Alam Surambi Sungai Pagu, terbagi atas dua rombongan besar, dimana rombongan pertama berangkat lebih dulu.

Perjalanan Rombongan Pertama

Rombongan pertama, Niniek Kurang Aso Anam Puluah, yang terdiri suku Kampai, Panai, dan Tigo lareh, barangkat dari Alam Surambi Sungai Pagu. Mendaki Bukit Pasikayan, manuruni Bukit Pungguang Ladiang, maniti Pamatang Bangko, Turun ke Pamatang Bukik Sarai, hingga Ke Gunuang Tigo.Di gunung Tigo lah pertama kali rombongan menetap namun kemudian ditinggalkan. Rombongan menuju Rantau Hilalang, terus ke Lubuak Sambuang, Lubuak Durian, Lubuak Ransam, Lubuak Batu Rimau, Lubuak Panjang, Lubuak Parahu Pacah, Talaok, Lubuak Sarongkok, Lubuak Jantan, Lubuak Limau Kambiang, Kayu Alang, Lubuak Marunggai, Lubuak Bujang Juaro, sampai ke Pasie Laweh.

Pasie Laweh adalah tempat pemukiman tetap pertama yang masih berlanjut sampai sekarang sebelum daerah Batu Hampar, kampung Akad, Gantiang Kubang, Lubuak Sariak, dan Koto Marapak.

Pada masa Koto Marapak berkembang, datang lah rombongan yang disebut orang Rupik. Rajanya bernama Sitotok Sitarahan dengan dubalang Sianja Sipilihan. Orang Rupik berbuat sewenang-wenang merusak kerukunan dan kenyamanan masyarakat waktu itu. Sari Dano dari suku kampai dikirim ke Sungai Pagu guna mengadukan kondisi mengenaskan yang terjadi Pasie Laweh dan sekitarnya di paska kedatangan orang Rupik.

Daulat Yang Dipatuan Bagindo Sutan Basa Tuanku Rajo Disambah, Syamsudi Sadewano, menanggapi masalah ini dengan cepat. Beliau langsung mengirim satu rombongan di bawah pemimpin Dubalang yang bernama Alang Palabah dan di bantu oleh Gando Bumi. Pertumpahan berdarah yang bermula di Kampuang Akad tidak bisa dielakkan. Orang Rupik terdesak di Kulam terus bertahan di Bukik Kayu Manang. Kondisi yang kian terdesak membuat Orang Rupik harus terus menghindar kehilir, sampai ke batas Indopuro dan kemudian menyeberang ke Pagai kep. Mentawai. Sejak itu kembali masyarakat merasa aman dan tentram.

Perjalanan Rombongan Kedua

Penduduk yang pindah dari alam surambi Sungai Pagu dan tergabung dalam rombongan kedua dimaksudkan untuk mencari rombongan pertama yang dulu pernah pindah.

Rombongan ke dua adalah suku Malayu dari Sungai Pagu melalui Koto Pulai, terus Koto Kandih, koto Marapak dan ke Lubuk Sariak. Lubuk Sariak lah tempat menetap pertama kaum suku Malayu. Pertambahan anggota keluarga, membuat suku Malayu menambah lokasi pemukiman baru. Perpindahnya ke daerah Koto Baru dan Medan Baik.

Suku Malayu disambut hangat oleh kaum suku nan batigo. Upacara penyambutan dilakukan sekaligus penyerahan pakaian kebesaran suku Malayu dan mengangkat satu Penghulu Pucuk dari Suku Malayu. Galanggang Tiga tempat Upacara di Koto Marapak di rubah menjadi Galanggang Empat.


Berdirinya Adat dan Raja Kambang

Desa-desa di Lengayang

  1. Pulakat
  2. Lakitan
  3. Subarang Tarok
  4. Pulai
  5. Koto Lamo
  6. Bungo Tanjung
  7. Koto Rawang
  8. Gantiang
  9. Tampuniak
  10. Koto Baririk
  11. Koto Pulai
  12. Koto Barapak
  13. Koto Baru
  14. Medan Baiak
  15. Koto Saiyo
  16. Tabiang Tan Saidi
  17. Talang Rj. Pelang
  18. Koto Nan IV
  19. Pasa Kambang
  20. Pasa Gompong
  21. Padang Panjang
  22. Kambang Harapan
  23. Kampuang Baru
  24. Lubuak Sariak
  25. Koto Nan VII
  26. Pasia Laweh

Pemekaran Nagari

Nagari Kambang menjadi 4 nagari yang terdiri dari :

  1. Nagari Kambang Utara, meliputi Kampung Lubuk Sarik, Kampung Akat, Kampung Baru, Kampung Pasir Laweh, Kampung Ganting Kumbang, Kampung Padang Panjang I, Kampung Padang Panjang II dan Kampung Kambang Harapan.
  2. Nagari Kambang Timur, meliputi Kampung Koto Kandis, kampung Koto Pulai, kampong Pauh, Kampung Tampunik, Kampung Kapau dan kampung Ganting.
  3. Nagari Kambang Barat, meliputi Kampung Pasar Kambang, Kampung Pasar Gompong, Kampung Rangeh, Kampung Talang dan Kampung Tebing Tinggi.
  4. Nagari Kambang Tengah, meliputi Kampuang koto baru, kampuang koto marapak, kampuang nyiur gadiang, kampuang kulam.

Nagari Lakitan menjadi 5 nagari, yaitu :

  1. Nagari Lakitan, meliputi Kampung Lakitan, Kampung Gurun Panjang, Kampung Daratan Marantih, Kampung Tarok
  2. Nagari Lakitan Utara, meliputi Kampung Pasar Baru, Kampung Padang Mandiangin, Kampung Padang Marapalam dan kampung Padang Cupak.
  3. Nagari Lakitan Selatan, meliputi Kampung Seberang Tarok, Kampung Lubuk bagalung, Kampung Koto Raya dan Kampung Karang Tangah.
  4. Nagari Lakitan Timur, meliputi Kampung Koto Rawang dan Kampung Sikabu.
  5. Nagari Lakitan Tengah, meliputi Kampung Pulai, Kampung Koto Lamo, Kampung Air Kalam dan Kampung Tanjung Durian.

Tokoh

Tokoh yang berasal dari kecamatan Lengayang adalah Haji Samik Ibrahim (lahir 8 Agustus 1908 - wafat 24 November 1978), seorang perintis Muhammadiyah di Pesisir Selatan. Ia lahir di Nyiur Gading, Koto Baru Kambang, bersuku Kampai.

Isu Pembangunan

Yang masih menjadi isu hangat di tengah masyarakat Kambang khususnya dan Pesisir Selatan umumnya hingga hari ini adalah isu pembangunan jalan tembus Kambang - Muaro Labuah yang masih terkendala oleh keberadaan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Pranala Luar