Lompat ke isi

Zakaria bin Muhammad Amin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Karier ilmiah: menyesuaikan posisi kalimat, agar konteks lebih berurutan
Asphonixm (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 84: Baris 84:
Ia menikah dengan istri keduanya, Siti Zainab binti Kimpal, 22 tahun lebih muda, pada tahun 1956.{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Zainab adalah seorang aktris dan penyanyi Indonesia dari perkumpulan sandiwara Ratu Asia.{{Sfn|Soelin|1951}} Pernikahan mereka tetap bertahan hingga Zakaria meninggal dunia pada tahun 2006 karena [[diabetes melitus|diabetes]].{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Pasangan itu memiliki tujuh anak: Zulkarnain Zakaria, Nukman Zakaria, Rinie Yuslina Fairuz Zakaria, Gamal Abdul Nasir Zakaria, Rita Puspa Zakaria, Nida Suryani Zakaria, dan Sri Purnama Zakaria.{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Salah satu putranya, Gamal, saat ini menjadi seorang dosen pendidikan Arab dan Islam di [[Universiti Brunei Darussalam]] di [[Bandar Seri Begawan]], [[Brunei Darussalam]].{{Sfn|Al-Bantany|2021|p=93–94}}
Ia menikah dengan istri keduanya, Siti Zainab binti Kimpal, 22 tahun lebih muda, pada tahun 1956.{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Zainab adalah seorang aktris dan penyanyi Indonesia dari perkumpulan sandiwara Ratu Asia.{{Sfn|Soelin|1951}} Pernikahan mereka tetap bertahan hingga Zakaria meninggal dunia pada tahun 2006 karena [[diabetes melitus|diabetes]].{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Pasangan itu memiliki tujuh anak: Zulkarnain Zakaria, Nukman Zakaria, Rinie Yuslina Fairuz Zakaria, Gamal Abdul Nasir Zakaria, Rita Puspa Zakaria, Nida Suryani Zakaria, dan Sri Purnama Zakaria.{{sfn|Amrizal|Al-Bantany|2020|p=147}} Salah satu putranya, Gamal, saat ini menjadi seorang dosen pendidikan Arab dan Islam di [[Universiti Brunei Darussalam]] di [[Bandar Seri Begawan]], [[Brunei Darussalam]].{{Sfn|Al-Bantany|2021|p=93–94}}


Ayah Zakaria, Muhammad Amin, meninggal dunia di [[Temerloh]], [[Pahang (negara bagian)|Pahang]], dan dimakamkan disana. Dua orang adik tirinya, Syarafiah dan Ahmad Sanusi, meninggal dunia di [[Malaysia]] masing-masing pada 2002 dan 2022.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 4 September 2023 10.17

Zakaria bin Muhammad Amin
Zakaria pada tahun 1986
LahirZakaria
Maret 1913
Bangkinang, Hindia Belanda
Meninggal1 Januari 2006(2006-01-01) (umur 92)
Bengkalis, Riau, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Pekerjaan
  • Ulama
  • politisi
  • penulis
Partai politikMasyumi (1943–1960)
PPP (1974–1986)
Suami/istri
Mariah binti Ahmad
(m. 1933; meninggal 1955)
(m. 1956)
Anak14, termasuk Gamal Abdul Nasir Zakaria
KerabatTuan Guru Haji Ahmad (ayah mertua)

Zakaria bin Muhammad Amin (Maret 1913 – 1 Januari 2006) adalah seorang ulama, politisi, dan penulis berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan generasi pertama ulama karismatik di Kabupaten Bengkalis, dan merupakan orang pertama yang diangkat menjadi kepala administrasi keagamaan Islam di Bengkalis. Zakaria adalah menantu Tuan Guru Haji Ahmad, ulama pertama di Kabupaten Bengkalis.

Lahir di Bangkinang, Kampar, Zakaria dibesarkan oleh bibinya dan melakukan perjalanan bersamanya ke Makkah pada tahun 1923. Ia mengawali pendidikannya dengan berguru kepada berbagai ulama di sana, yang merupakan murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Syafi'i keturunan Minangkabau di Masjidilharam di Makkah.

Kehidupan awal dan pendidikan

Zakaria bersama salah seorang kerabatnya di Malaysia pada bulan Desember 1969.

Zakaria bin Muhammad Amin dilahirkan pada bulan Maret 1913 di Bangkinang, Kampar. Ia adalah anak sulung dari pasangan Muhammad Amin dan istrinya Taraima.[1] Ayahnya bekerja sebagai pedagang, dan ibunya bekerja sebagai penjahit.[1] Zakaria mempunyai tiga saudara laki-laki dan dua saudara perempuan: Hasyim bin Muhammad Amin, Ahmad bin Muhammad Amin, Siti Mariam binti Muhammad Amin, Syarafiah Norwawi binti Muhammad Amin, dan Ahmad Sanusi bin Muhammad Amin; tiga di antaranya adalah saudara tiri dari pihak ayah.[2] Zakaria dan saudara-saudaranya bekerja sebagai petani dan pedagang, dan kemudian menjadi warga negara Malaysia pada tahun 1960-an.[2]

Zakaria menghabiskan masa kecilnya dengan menggembala kerbau di sawah, dan bermain gambus.[3][4] Ia mulai bersekolah pada tahun 1920 di Tweede Inlandsche School, sebuah sekolah negeri pada masa penjajahan Belanda di Bangkinang.[5] Pada tahun 1923, bersama bibi dari pihak ibu, Fatimah, ia melakukan perjalanan ke Makkah.[5]

Setelah sampai di Makkah, ia kemudian menunaikan haji.[6] Zakaria melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada para ulama di Makkah seperti Ali Al-Maliki, Syekh Umar Al-Turki, Umar Hamdan, Ahmad Fathoni, dan Syekh Muhammad Amin Quthbi.[6] Ia kemudian mempelajari berbagai ilmu Islam seperti tafsir Al-Quran, hadis, tauhid, sastra Arab dengan menggunakan metode halaqah.[6] Sanadnya dapat dilacak hingga ke Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Syafi'i di Masjidilharam yang merupakan guru Ahmad Dahlan (pendiri dari Muhammadiyah) dan Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama).[6]

Setelah menyelesaikan studinya di Makkah, Zakaria pindah ke Temerloh, Pahang, dan melanjutkan studi ilmu agama Islam selama enam tahun kepada Muhammad Saleh. Zakaria tetap melanjutkan studi agamanya hingga Saleh meninggal dunia pada tahun 1929.[6] Zakaria kemudian mempelajari Matan Jurumiyah, sebuah buku sains berbahasa Arab.[6] Ia kemudian pindah ke Kuala Lipis, sebuah distrik di Pahang, hingga terjadi banjir pada akhir tahun 1929.[6]

Setelah Kuala Lipis terendam banjir, Zakaria bersama teman-temannya pindah ke Bengkalis, ibu kota Kabupaten Bengkalis, Riau.[6] Ia kemudian melanjutkan studi agama Islam ke Tuan Guru Haji Ahmad, ulama pertama di Kabupaten Bengkalis.[7] Ia kemudian pindah ke Bagan Datuk, Perak, setelah menikahi putri Ahmad yaitu Mariah, pada tahun 1933.[7]

Karier militer

Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, ia memimpin gerakan perlawanan bersama Abdullah Nur dan kaum nasionalis di Bengkalis.[8]

Pada Agresi Militer Belanda II, Zakaria memimpin gerakan perlawanan di Bengkalis sebagai kapten.[9] Setelah tentara tersebut pindah ke Dumai, ia bergabung dan terus memimpin gerakan perlawanan, dan kemudian menerima gelar walikota.[10]

Karier ilmiah

Zakaria (urutan keenam dari kiri) pada bulan Desember 1969

Zakaria memulai karirnya sebagai khatib dan guru di Masjid Parit Bangkong di Parit Bangkong, Bengkalis, pada usia 16 tahun.[7]

Pada tahun 1930, satu tahun setelah kembali dari Malaya Britania, ia mulai menulis dua buku: Balqurramhi fi Sunniyyati Qunut Subhi (1930), dan Kumpulan Khutbah Jumat dan Hari Raya Sebanyak Dua Belas Judul Khutbah (1939).[11] Kedua buku ini membahas tentang pendapat Zakaria mengenai isu Salat yang menjadi bahan perbincangan akademis saat itu.[12]

Pada tahun 1937, Zakaria bersama Tuan Guru Haji Ahmad mendirikan sebuah pesantren bernama Al-Kahiriyah. Pesantren ini merupakan pesantren pertama di Kabupaten Bengkalis.[7] Al-Khairiyah kemudian sukses karena banyaknya santri yang datang dari berbagai daerah di Riau, belajar di sana.[10] Ia terus berdakwah dan mengajar muridnya di Al-Khairiyah dan di berbagai masjid di Bengkalis.[9] Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, Al-Khairiyah ditutup.[9]

Pada tahun 1948, ia diangkat menjadi kepala pemerintahan agama Islam pertama di Bengkalis.[9] Pada tahun 1950 hingga 1972, ia menjabat sebagai Kepala Kementerian Agama di Bengkalis, dan merupakan orang pertama yang menduduki jabatan tersebut.[9] Ia kemudian menjadi juri Musabaqah Tilawatil Quran tingkat kabupaten di Bengkalis, mulai tahun 1964.[9]

Zakaria bersama putranya, Gamal, dan staf MDTA Mahbatul Ulum pada tahun ca 1980-an

Pada tanggal 17 Juli 1963, Zakaria mendirikan sebuah sekolah Islam tingkat anak dan remaja yang diberi nama MDTA Mahbatul Ulum.[9] Pada awal pembangunannya, sekolah ini memiliki enam ruang kelas. Masing-masing ruang kelas mengajarkan ilmu keislaman, yaitu nahwu ṣaraf, fikih, tauhid, akhlaq, hadis, tarikh, dan tafsir Al-Quran. Metode pendidikannya bersifat klasik.[13] Mahbatul Ulum mendidik para siswanya untuk menjadi khatib, di samping sebagai tempat pendidikan, Mahbatul Ulum juga menjadi tempat perayaan untuk acara kegamaan di Bengkalis.[14]

Pada tahun 1977, lantai sekolah Mahbatul Ulum direnovasi dengan bantuan biaya dari Bupati Bengkalis, Himron Saheman. Biaya renovasinya sebanyak Rp 350.000.[14] Pada tahun 1986, sekolah ini mengalami renovasi kedua pada dinding dan loteng atas bantuan Gubernur Riau, Imam Munandar, dengan biaya Rp 9.600.000.[14] Pada tahun 1989, dilakukan renovasi ketiga pada dinding kelas dengan bantuan program Abri Masuk Desa oleh Presiden Soeharto.[14] Melalui Proyek Bantuan Sarana Pendidikan Dana Pendapatan Asli Daerah dari tahun 1990 hingga 1991, empat kelas tambahan dan musala dibangun di sekolah tersebut.[11]

Karier politik

Zakaria adalah anggota Partai Masyumi sampai partai politik tersebut dilarang pada tanggal 15 Agustus 1960 oleh Presiden Soekarno, karena mendukung Pemberontakan PRRI.[15] Ia pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bengkalis.[16] Ketika Sumatera Tengah menjadi kubu PRRI, Zakaria menjadi salah satu delegasi Bengkalis pada konferensi DPRDS Riau tanggal 7 Agustus 1955 yang menandatangani petisi agar eks Karesidenan Riau dipisahkan dari Sumatera Tengah.[17] Petisi ini kemudian berhasil terwujud karena pada tanggal 9 Agustus 1957, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, yang menjadikan Sumatera Tengah terbagi menjadi tiga provinsi, Riau, Jambi dan Sumatera Barat.[18]

Zakaria bersama Fadlah Sulaiman, Bupati Bengkalis pada tahun ca 1990-an

Dari tahun 1974 hingga 1986, ia bekerja sebagai anggota dewan, mewakili Partai Persatuan Pembangunan.[9] Zakaria juga pernah bekerja sebagai pengurus Nahdlatul Ulama di Kabupaten Bengkalis.[9]

Kematian

Laporan berita kematian Zakaria, yang salah menyebutkan bahwa usianya 94 tahun

Zakaria meninggal dunia di kediamannya di Kelapapati, Bengkalis, pada tanggal 1 Januari 2006 pukul 06.30 WIB (UTC+07:00) karena diabetes pada usia 92 tahun.[19] Ia dimakamkan di Taman Makam Islam Harapan di Kelapapati, Bengkalis.[19]

Zakaria tetap menjadi salah satu ulama karismatik generasi pertama di Bengkalis.[1] Pada tahun 2023, ia bersama dua belas orang lainnya dianugerahi penghargaan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau sebagai Pahlawan Daerah Provinsi Riau atas kontribusinya terhadap kemajuan Riau.[20]

Pandangan

Pandangan politik

Zakaria di acara publik pada tahun 1990-an

Zakaria adalah seorang konservatif, dan menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, sebuah pandangan politik Nahdlatul Ulama yang berlandaskan bentuk Islam Sunni.[21]

Semasa menjadi anggota dewan Partai Persatuan Pembangunan di Orde Baru, Zakaria sering ditawari posisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun dia menolak dan mengatakan bahwa tujuannya terjun ke dunia politik hanya untuk membantu partai-partai Islam dalam kampanyenya.[15] Ketika teman-temannya seperti Abdullah Nur dan Ustaz Mil bergabung dengan Golkar, ia menolak mengikuti karena merasa hal itu bertentangan dengan pandangannya.[15] Meski tidak direkrut pemerintah untuk mengurus Majelis Ulama Indonesia seperti kedua temannya, mereka tetap berteman karena ia menyatakan bahwa politik tidak bisa memutuskan persahabatan mereka.[22]

Teologi

Zakaria adalah seorang Muslim yang taat dan merupakan penganut teologi Mazhab Syāfiʿī.[21] Namun, ia juga mengakui keberadaan empat Imam Madzhab lainnya (Hanafi, Hanbali, dan Maliki). Pandangan Zakaria terhadap teologi Islam seperti khilafah cenderung moderat, tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain, dan lebih mengutamakan pembahasan masalah persaudaraan dalam Islam.[15] Ia memberikan contoh bahwa empat orang Imam Mazhab tidak pernah menyatakan pendapatnya paling benar, namun menyarankan untuk membuang pendapatnya jika ada pendapat lain yang lebih benar.[15]

Keluarga

Zakaria bersama keluarga dan kerabatnya

Zakaria menikah dengan istri pertamanya Mariah binti Ahmad pada tahun 1933. Mariah adalah putri Tuan Guru Haji Ahmad dan Rohimah binti Sani, guru Zakaria.[2] Pernikahan mereka bertahan hingga kematian Mariah pada tahun 1955, karena sakit pasca peristiwa Agresi Militer Belanda II.[2] Pasangan itu memiliki tujuh anak: Nashruddin Zakaria, Aminah Zakaria, Zaharah Zakaria, Ulfah Zakaria, Azra'ie Zakaria, Hanim Zakaria, dan Syakrani Zakaria.[2] Ia menikah dengan istri keduanya, Siti Zainab binti Kimpal, 22 tahun lebih muda, pada tahun 1956.[5] Zainab adalah seorang aktris dan penyanyi Indonesia dari perkumpulan sandiwara Ratu Asia.[23] Pernikahan mereka tetap bertahan hingga Zakaria meninggal dunia pada tahun 2006 karena diabetes.[5] Pasangan itu memiliki tujuh anak: Zulkarnain Zakaria, Nukman Zakaria, Rinie Yuslina Fairuz Zakaria, Gamal Abdul Nasir Zakaria, Rita Puspa Zakaria, Nida Suryani Zakaria, dan Sri Purnama Zakaria.[5] Salah satu putranya, Gamal, saat ini menjadi seorang dosen pendidikan Arab dan Islam di Universiti Brunei Darussalam di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.[24]


Referensi

  1. ^ a b c Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 143.
  2. ^ a b c d e Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 146.
  3. ^ Tempo: Indonesia's Weekly News Magazine. (2007). Indonesia: Arsa Raya Perdana. p.67
  4. ^ Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 142–143.
  5. ^ a b c d e Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 147.
  6. ^ a b c d e f g h Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 148.
  7. ^ a b c d Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 149.
  8. ^ Pahlefi 2022, hlm. 158.
  9. ^ a b c d e f g h i Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 150.
  10. ^ a b Pahlefi 2022, hlm. 135.
  11. ^ a b Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 152.
  12. ^ Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 153.
  13. ^ Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 154.
  14. ^ a b c d Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 151.
  15. ^ a b c d e Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 156.
  16. ^ Pahlefi 2022.
  17. ^ Pahlefi 2022, hlm. 187.
  18. ^ Pahlefi 2022, hlm. 188.
  19. ^ a b Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 158.
  20. ^ Nasution 2023.
  21. ^ a b Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 155.
  22. ^ Amrizal & Al-Bantany 2020, hlm. 157.
  23. ^ Soelin 1951.
  24. ^ Al-Bantany 2021, hlm. 93–94.

Sumber