Pacu Jalur: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 40: Baris 40:


==Nomenklatur==
==Nomenklatur==
Secara [[etimologi]]nya, ''{{lang|min|pacu jalur}}'' merupakan istilah [[bahasa Minangkabau|Minangkabau]]; yang mana kata ''{{lang|min|pacu}}'' bermakna "perlombaan", sedangkan kata ''{{lang|min|jalur}}'' merujuk kepada "perahu" atau "sampan".<ref>{{cite web|title=Jalur|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6147|website=Intangible Cultural Heritage of Indonesia|publisher=Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of Republic Indonesia|year=2014}}</ref> Secara sederhana, ''Pacu Jalur'' dapat diterjemahkan sebagai "perlombaan perahu" atau "perlombaan sampan".
Secara [[etimologi]]nya, ''{{lang|min|pacu jalur}}'' merupakan istilah [[Bahasa Kuantan|Melayu Kuansing]]; yang mana kata ''{{lang|min|pacu}}'' bermakna "perlombaan", sedangkan kata ''{{lang|min|jalur}}'' merujuk kepada "perahu" atau "sampan".<ref>{{cite web|title=Jalur|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6147|website=Intangible Cultural Heritage of Indonesia|publisher=Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of Republic Indonesia|year=2014}}</ref> Secara sederhana, ''Pacu Jalur'' dapat diterjemahkan sebagai "perlombaan perahu" atau "perlombaan sampan".


Tergantung pada perbedaan [[Rumpun bahasa Minangkabauik|dialek dalam bahasa Minangkabau]], ''Pacu Jalur'' dapat dieja secara berbeda, seperti ''Pacu Jalua'', ''Pacu Jalugh'' atau ''Pachu Jalugh'' (dalam Minangkabau Timur), atau bahkan ''Patjoe Djaloer''. Menurut manuskrip kolonial (yang umumnya ditulis dalam [[bahasa Belanda]]), tradisi budaya ini lebih dikenal dengan julukannya, seperti ''Kanorace op de Inderagiri'' ({{lit|Balap Kano [[Sungai Indragiri|Indragiri]]}}) ataupun ''Kanorace op de Batang Koeantan'' ({{lit|Balap Kano Batang Kuantan}}).
''Pacu Jalur'' dapat dieja secara berbeda, seperti ''Pacu Jalua'', ''Pacu Jalugh'' atau ''Pachu Jalugh'', atau bahkan ''Patjoe Djaloer''. Menurut manuskrip kolonial (yang umumnya ditulis dalam [[bahasa Belanda]]), tradisi budaya ini lebih dikenal dengan julukannya, seperti ''Kanorace op de Inderagiri'' ({{lit|Balap Kano [[Sungai Indragiri|Indragiri]]}}) ataupun ''Kanorace op de Batang Koeantan'' ({{lit|Balap Kano Batang Kuantan}}).


==Sejarah==
==Sejarah==

Revisi per 11 Agustus 2023 10.00

Pacu Jalur
Perlombaan Pacu Jalur di Sungai Indragiri, c. tahun 1900-an (foto diunggah-ulang dari koleksi digital The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies)
Nama lain
  • Pacu Jalua
  • Pachu Jalugh
  • Patjoe Djaloer
  • Kanorace van Koeantan
  • Kanorace op de Batang Koeantan
  • Kanorace op de Inderagiri
  • Kuansing Boat Festival
Pertama dimainkanc. tahun 1600-an (abad ke-17 M)
Karakteristik
Anggota timTim/Beregu
Gender campuranYa
Keberadaan
Negara atau wilayahIndonesia (Kuantan Singingi)

Pacu Jalur (juga dieja sebagai Pacu Jalua, Pachu Jalugh, atau Patjoe Djaloer) adalah perlombaan tradisional dayung perahu atau sampan atau kano khas Melayu Kuansing yang berasal dari wilayah Tengah-Barat Sumatra di Kuantan Singingi (kerap disingkat sebagai Kuansing). Pacu Jalur diadakan setiap tahun di sungai Batang Kuantan di bawah rangkaian acara Festival Pacu Jalur, yang mana merupakan festival tahunan terbesar bagi masyarakat setempat (terutama di ibukota kabupaten Taluk Kuantan) selama ratusan tahun.[1]

Sejak 2014, tradisi, pengetahuan, adat budaya, kesadaran biosentrisme, dan praktik Pacu Jalur secara resmi diakui dan ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sebagai bagian integral dari Warisan Budaya Nasional Takbenda asli Indonesia.[2] Sebagai upaya untuk melestarikan warisan budaya tersebut, pemerintah Indonesia mendukung Festival Pacu Jalur yang diadakan setiap tahun di Kuantan Singingi dan mempromosikan pentingnya festival tersebut kepada masyarakat luas baik nasional maupun internasional, tim pemenang Pacu Jalur juga akan berkesempatan terpilih menjadi atlet nasional Indonesia untuk mewakili Indonesia di ajang balap perahu internasional (apabila mumpuni).

Pada tahun 2022, gambaran Pacu Jalur (dibuat oleh seorang seniman etnis Sunda asal Bandung, bernama Wastana Haikal) terpilih sebagai Google Doodle, yang mana merupakan alterasi khusus untuk logo Google di beranda Google yang dimaksudkan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang dirayakan pada tanggal 17 Agustus.[3]

Nomenklatur

Secara etimologinya, pacu jalur merupakan istilah Melayu Kuansing; yang mana kata pacu bermakna "perlombaan", sedangkan kata jalur merujuk kepada "perahu" atau "sampan".[4] Secara sederhana, Pacu Jalur dapat diterjemahkan sebagai "perlombaan perahu" atau "perlombaan sampan".

Pacu Jalur dapat dieja secara berbeda, seperti Pacu Jalua, Pacu Jalugh atau Pachu Jalugh, atau bahkan Patjoe Djaloer. Menurut manuskrip kolonial (yang umumnya ditulis dalam bahasa Belanda), tradisi budaya ini lebih dikenal dengan julukannya, seperti Kanorace op de Inderagiri (terj. har.'Balap Kano Indragiri') ataupun Kanorace op de Batang Koeantan (terj. har.'Balap Kano Batang Kuantan').

Sejarah

Sedikit informasi mengenai tanggal pasti dimulainya tradisi budaya ini, tetapi referensi tertulis paling awal untuk Pacu Jalur secara khusus disebutkan pada abad ke-17 dalam manuskrip lokal. Namun demikian, pada masa yang lebih awal, pada abad ke-7, perlu menjadi perhatian bahwa sejumlah besar utusan pendayung Minangkabau mencapai hilir sungai Batang Hari (kini bagian dari wilayah modern provinsi Jambi) dari hulunya di Dataran Tinggi Minangkabau (kini bagian dari wilayah provinsi Sumatera Barat) menggunakan perahu atau sampan, peristiwa ini dijelaskan dalam Prasasti Kedukan Bukit (prasasti yang ditemukan di kisaran daerah Palembang).

Menurut tradisi lisan masyarakat setempat, Pacu Jalur pada mulanya merupakan sarana transportasi menyusuri sungai Batang Kuantan dari Hulu Kuantan hingga ke Cerenti di muara sungai Batang Kuantan. Karena transportasi darat belum berkembang pada masa itu, jalur tersebut sebenarnya digunakan sebagai sarana transportasi penting bagi penduduk desa, terutama digunakan sebagai sarana pengangkutan hasil bumi, seperti buah-buahan lokal dan tebu, dan berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang per perahu atau sampannya. Pada masa perkembangannya, perahu transportasi berbentuk memanjang ini sengaja dihias dengan unsur budaya setempat yang bisa berupa kepala ular, buaya, harimau dan terkadang ditambah dengan payung Minangkabau (payuang). Seiring berjalannya waktu, fungsinya bergeser dari sekadar alat angkut orang menjadi tongkang kerajaan yang megah. Jalur air yang biasa digunakan sebagai jalur transportasi atau pertukaran barang berangsur-angsur berubah menjadi identitas sosiokultural masyarakat Minangkabau Kuansing untuk menyelenggarakan festival. Apalagi, menurut catatan sejarah yang tertulis, jalur tersebut juga menjadi jalur para bangsawan untuk menyambut tamu-tamu terhormat para raja (dan kemudian sultan) yang hendak berkunjung ke kawasan Rantau Kuantan.

Festival Pacu Jalur Festival dan para penonton di daerah Taluk, c. tahun 1900-an awal

Pada masa penjajahan Belanda, pacu jalur diperbolehkan dan diadakan untuk memeriahkan perayaan adat; sejak tahun 1890 secara spesifik, Pacu Jalur digunakan sebagai pemeriah untuk memperingati hari lahir Wilhelmina (Ratu Belanda) yang jatuh pada tanggal 31 Agustus setiap tahunnya, dan festival ini biasanya berlangsung hingga tanggal 1 atau 2 September. Perayaan Pacu Jalur dipertandingkan selama 2–3 hari, tergantung jumlah lintasan yang diikuti. Dahulu, sebelum kedatangan penjajah Belanda, Pacu Jalur sudah diselenggarakan oleh penduduk setempat untuk memperingati hari-hari besar umat Islam, seperti Maulud Nabi, Idul Fitri, atau bahkan untuk merayakan Tahun Baru Islam. Selanjutnya setelah kemerdekaan Indonesia, festival ini semakin berkembang dan juga digunkan untuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Lebih lanjut, untuk melestarikan tradisi budaya tersebut, pemerintah Indonesia memasukkan Festival Pacu Jalur dalam acara kalender wisata nasional tahunan Indonesia, yang biasanya diadakan sekitar tanggal 23 hingga 26 Agustus setiap tahunnya.

Proses Pembuatan Jalur

Jalur adalah sejenis perahu yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong atau disambung-sambung. Ciri-cirinya adalah kukuh-kuat, ramping, artistik, sehingga pada waktu berpacu tidak dikhawatirkan pecah, jalannya laju dan sedap dipandang. Pembuatan jalur melalui proses yang cukup panjang, yaitu:[5]

  1. Untuk menyusun rencana kerja pertama-tama diselenggarakan musyawarah atau rapek kampung yang dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan, kaum ibu dan pemuda, dipimpin oleh seorang pemuka desa, biasanya pemuka adat. Bila disepakati untuk membuat jalur, lalu ditentukan langkah lebih lanjut.
  2. Memilih kayu. Kayu yang dicari itu harus memenuhi persyaratan kualitas (jenis), ukuran dan lain-lain, terutama bobot magis atau spi¬ritualnya. Jenis kayu yang dipilih adalah kayu banio, kulim kuyiang atau yang lain, harus lurus panjangnya sekitar 25-30 meter, garis te-ngah 1-2 meter dan mempunyai mambang (sejenis makhluk halus). Harus dipertimbangkan agar setelah menjadi jalur dapat mendukung anak pacu 40-80 orang. Dalam acara pemilihan kayu ini peranan pawang sangat penting. Sesudah pilihan ditentukan dibuatlah upacara semah agar kayu itu tidak "hilang" secara gaib.
  3. Menebang kayu. Kayu yang sudah disemah oleh pawang lain ditobang dengan alat kapak dan beliung. Dahan dan ranting dipisahkan.
  4. Memotong ujung. Kayu yang sudah bersih diabung (dipotong) ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat kemudian kulit kayu dikupas, diukur dibagi atas bagian haluan, telinga, lambung, dan kemudian dengan alat benang.
  5. Pendadan atau meratakan bagian depan (dada) yakni bagian atas kayu yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung.
  6. Mencaruk, atau mengeruk, melubangi bagian dalam kayu yang panjang itu dengan ketebalan yang seimbang.
  7. Menggiling atau memperhalus bagian samping atas sehingga terbentuk bagian bibir perahu sekaligus mulai membentuk bagian luar bagian atas.
  8. Manggaliak atau membalikkan dan menelungkupkan, yang tadinya terletak diatas ganti berada di bawah sehingga bagian luar dapat dikenakan, dirampingkan dengan leluasa. Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga keseimbangan kete¬balan semua bagian jalur. Cara mengukurnya antara lain dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup lagi dengan semacam pasak.
  9. Manggaliak atau menelentangkan lagi.
  10. Membentuk haluan dan kemudi.
  11. Menghela atau menarik jalur yang sudah setengah jadi itu ke kam¬pung disertai upacara maelo jalur. Disini kegotongroyongan sangat besar artinya.
  12. Menghaluskan, mengukir terus dinaikkan ke atas ram Account pian lalu diasapi.
  13. Penurunan jalur ke sungai, selesailah proses pembuatan perahu yang ditutup dengan upacara pula.

Perlombaan Pacu Jalur

Perlombaan Pacu Jalur Taluk Kuantan memakai penilaian sistem gugur. Sehingga peserta yang kalah tidak boleh turut bermain kembali. Sedangkan para pemenangnya akan diadu kembali untuk mendapatkan pemenang utama. Selain itu juga menggunakan sistem setengah kompetisi. Di mana setiap regu akan bermain beberapa kali, dan regu yang selalu menang hingga perlombaan terakhir akan menjadi juaranya. Perlombaan meriah ini dimulai dengan tanda yang cukup unik, yaitu dengan membunyikan meriam sebanyak tiga kali. Meriam ini digunakan karena bila memakai peluit, suara peluit tidak akan terdengar oleh peserta lomba. Karena luasnya arena pacu dan riuh penonton yang menyaksikan perlombaan.[6]

Pada dentuman pertama jalur-jalur yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di garis start dengan anggota setiap regu telah berada di dalam jalur. Pada dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap (berjaga-jaga) untuk mengayuh dayung. Setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketiga kalinya, maka setiap regu akan bergegas mendayung melalui jalur lintasan yang telah ditentukan. Sebagai catatan, ukuran dan kapasitas jalur serta jumlah peserta pacu dalam lomba ini tidak dipersoalkan, karena ada anggapan bahwa penentu kemenangan sebuah jalur lebih banyak ditentukan dari kekuatan magis yang ada pada kayu yang dijadikan jalur dan kekuatan kesaktian sang pawang dalam "mengendalikan" jalur.[7]

Acara

Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang terbilang sangat meriah. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun. Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitamya tumpah ruah menyaksikan acara yang ditunggu-tunggu ini.[8]

Selain sebagai acara olahraga yang banyak menyedot perhatian masyarakat, festiyal Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri. Festival Pacu Jalur dalam wujudnya memang merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin. Namun, masyarakat sekitar sangat percaya bahwa yang banyak menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu atau dukun perahu. Keyakinan magis ini dapat dilihat dari keseluruhan acara ini, yakni dari persiapan pemilihan kayu, pembuatan perahu, penarikan perahu, hingga acara perlombaan dimulai, yang selalu diiringi oleh ritual-ritual magis. Pacu Jalur dengan demikian merupakan adu tunjuk kekuatan spiritual antar dukun jalur. Selain perlombaan, dalam pesta rakyat ini juga terdapat rangkaian tontonan lainnya, di antaranya Pekan Raya, Pertunjukan Sanggar Tari, pementasan lagu daerah, Randai Kuantan Singingi, dan pementasan kesenian tradisional lainnya dari kabupaten atau kota di Riau.[8]

Referensi

  1. ^ "Pacu Jalur". Directorate of Cultural Heritage and Diplomacy of the Republic of Indonesia. Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of Republic Indonesia. 2015. 
  2. ^ "Pacu Jalur". Intangible Cultural Heritage of Indonesia. Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of Republic Indonesia. 2014. 
  3. ^ "Indonesia Independence Day 2022". www.google.com (dalam bahasa Inggris). Google. 2022. 
  4. ^ "Jalur". Intangible Cultural Heritage of Indonesia. Ministry of Education, Culture, Research, and Technology of Republic Indonesia. 2014. 
  5. ^ Pacu jalur lomba perahu Diarsipkan 2015-05-04 di Wayback Machine. diakses 3 Mei 2015
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama GOS
  7. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama JPNN
  8. ^ a b pacu jalur Diarsipkan 2015-06-17 di Wayback Machine. diakses 3 Mei 2015

Lihat pula

  • Pacu Jawi — perlombaan tradisional khas Minangkabau lainnya (balapan sapi)
  • Pacu Itiak — perlombaan tradisional khas Minangkabau lainnya (balapan bebek)