Punden berundak: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Qydera (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Qydera (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 4: Baris 4:
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan [[Megalit]]-[[Neolitikum]] pra-Hindu-Buddha masyarakat [[Austronesia]], meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai [[Polinesia]]<ref>Miksic J. [http://wacananusantara.org/punden-berundak/ Punden berundak]. Dikutip dari artikel pada Indonesian Heritage. </ref>, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai [[marae]] oleh [[Maori|orang Maori]]. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada [[Candi Borobudur]], [[Candi Ceto]], dan Kompleks [[Pemakaman Imogiri|Pemakaman Raja-raja Mataram]] di [[Imogiri]].
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan [[Megalit]]-[[Neolitikum]] pra-Hindu-Buddha masyarakat [[Austronesia]], meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai [[Polinesia]]<ref>Miksic J. [http://wacananusantara.org/punden-berundak/ Punden berundak]. Dikutip dari artikel pada Indonesian Heritage. </ref>, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai [[marae]] oleh [[Maori|orang Maori]]. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada [[Candi Borobudur]], [[Candi Ceto]], dan Kompleks [[Pemakaman Imogiri|Pemakaman Raja-raja Mataram]] di [[Imogiri]].
== Konsep Punden Berundak ==
== Konsep Punden Berundak ==
Kata "pundèn" (atau ''pundian'') berasal dari [[bahasa Jawa]]. Kata ''pepund''è''n'' yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep ''kabuyutan'' pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak [[gunung]]). Istilah ''punden berundak'' menegaskan fungsi pemujaan/penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.
Kata "pundèn" (atau ''pundian'') berasal dari [[bahasa Jawa]]. Kata ''pepund''è''n'' yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep ''kabuyutan'' pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak [[gunung]]). [[Istilah]] ''punden berundak'' menegaskan fungsi pemujaan / penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 6 Juni 2020 15.13

Candi Ceto, percandian bercorak Hindu yang berstruktur punden berundak.

Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.

Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia[1], meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.

Konsep Punden Berundak

Kata "pundèn" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepundèn yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan / penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.

Lihat pula

Lebih Lanjut

Media terkait Punden Berundak di Wikimedia Commons

  1. ^ Miksic J. Punden berundak. Dikutip dari artikel pada Indonesian Heritage.