Lompat ke isi

Ummu Salamah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Hindun binti Abi Umayyah)

Hindun binti Abi Umayyah (bahasa Arab: هند بنت أبي أمية) (c. 596 - 680) adalah istri dari Nabi Muhammad yang juga dikenal Ummu Salamah, dan termasuk dari Ibu Para Mukminin. Nasab lengkapnya Hindun binti Abu Umayyah bin al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqazhah bin Murrah al-Makhzumiyah. Ia anak paman/sepupu Khalid bin Walid dan anak paman Abu Jahal.[1] Ibunya adalah Atikah binti Amir bin Rabi'ah dari Bani Firas bin Ghanam.

Hindun termasuk golongan Muhajirin pertama. Setelah kematian suaminya Abdullah ibn Abdul Asad (Abu Salamah bin Abdul Asad al Makhzumi) di Perang Uhud. Ia termasuk wanita yang cantik dan mulia nasabnya, serta termasuk ahli fikih wanita di masanya.[1]

Kehidupan awal

[sunting | sunting sumber]

Ummu Salamah adalah anak dari Abu Umayyah bin Mughirah dari Bani Makhzum yang dipanggil Zad ar-Rakib karena kebaikannya kepada kabilah yang lewat. Nama aslinya adalah Hindun dan ia termasuk dari orang yang diincar dan dianiaya oleh Quraisy ketika masuk Islam.[2]

Masa Nabi Muhammad

[sunting | sunting sumber]

Ummu Salamah dan suaminya, Abd-Allah ibn Abd-al-Asad (saudara sesusuan Nabi) atau Abu Salamah, termasuk dari Pemeluk Islam pertama atau As-Sabiqun al-Awwalun.[2] Ummu Salamah sempat ikut hijrah ke Habasyah (Ethiopia) bahkan menyaksikan saat Amru bin Ash menghadap Raja Najasy Habasyah untuk mengijinkannya membawa pulang kaum muslimin ke Mekah tetapi ditolak oleh Raja Najasy.[3]

Saat hendak hijrah ke Madinah mereka berdua ditahan kaumnya, namun suaminya dilepaskan pergi kecuali Ummu Salamah tetap ditahan selama setahun oleh kaumnya. Ia kemudian sering bersedih menunggu di pinggir kota Mekah hingga akhirnya kaumnya merelakan kepergiannya ke Madinah bertemu kembali suaminya bersama anaknya.[3]

Suaminya syahid (terbunuh) pada 8 Jumadil Akhir beberapa bulan setelah luka terkena serangan yang ia terima ketika Perang Uhud kambuh. Ia persilahkan Ummu Salamah menikah lagi dengan mendoakannya agar mendapatkan pengganti yang lebih baik.[1] Ia memiliki empat orang anak dari Abdullah sebelum menikah dengan Muhammad.

Ummu Salamah termasuk salah satu dari 14 wanita yang ikut perang Uhud sebagai asisten sahabat dan pejuang Nabi. Wanita yang ikut membantu Nabi di perang Uhud ialah Aisyah binti Abu Bakar, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Asma binti Abu Bakar, Fathimah az-Zahra binti Muhammad SAW, Nusaibah binti Ka'ab al-Anshariyyah, Khaulah binti Azwar as-Sulaimiyah, Suhailah binti Milhan al-Anshariyyah, Atikah binti Abdul Muthalib, Arwa binti Abdul Muthalib, Umamah binti Abdul Muthalib, Zainab binti Muhammad saw, Ummu Hakim binti Abdul Muthalib dan Rumaisah binti Milhan an-Najjariyah.

Setelah kematian Abdullah bin Abdul Asad, Ummu Salamah yang juga dikenal sebagai Ayyin al-Arab, ia tak memiliki saudara dan keluarga di Madinah kecuali anak-anaknya, tetapi ia ditolong oleh Muhajirin dan Anshar. Setelah ia menyelesaikan masa 'Iddah-nya (Masa menunggu bagi wanita yang baik dicerai atau meninggal, untuk kembali menikah) empat bulan dan 10 hari, Abu Bakar dan 'Umar mencoba melamarnya, tetapi ditolak oleh Ummu Salamah. Lalu Muhammad mencoba untuk melamarnya juga dan diterimanya. Ummu Salamah menikah dengan Muhammad ketika berusia 29 tahun pada bulan Syawal tahun 4 H.[4]

Diceritakan pada Kitab Siyar A'lam an-Nubala proses melamarnya Nabi :

“Wahai Rasulullah, Aku seorang wanita yang pencemburu. Dan aku adalah wanita yang sudah berumur dan memiliki anak-anak.” Nabi menanggapi, “Yang engkau sebut berupa kecemburuan, Allah akan menghilangkannya. Tentang umurmu, aku pun lebih berumur dari engkau. Dan tentang anak-anakmu, maka ia juga anak-anakku.”[5]

Ummu Salamah menjawab, “Aku terima lamaran Anda, Rasulullah.”[1]

Ummu Salamah berkata, "Aku haid saat tidur bersama Nabi dalam satu selimut. Aku lalu menyelinap keluar, mengambil pakaian haid lalu aku kenakan. Beliau bertanya kepadaku, 'Kau haid?' "Ya,' jawabku. Beliau lalu memanggilku dan memasukkanku bersama beliau dalam satu selimut.' Zainab binti Abu Salamah berkata, 'Ia (Ummu Salamah) bercerita kepadaku bahwa Nabi menciumnya saat beliau sedang berpuasa.[6]

Ummu Salamah menjadi sebab turunnya 2 ayat al-Quran yaitu surat an-Nisa ayat 32 dan surat Ali Imron ayat 195. Ia juga menjadi terkenal kecerdasannya dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, di mana saat Nabi meminta sampai 3 kali agar sahabat berkurban memotong rambut tahallul walaupun gagal Umroh yang membuat para sahabat kecewa dan enggan ikut bertahalul, Nabi lalu masuk kemahnya dan mendapat saran dari Ummu Salamah untuk lakukan saja sebagai contoh teladan tanpa berbicara, dan setelah Nabi melakukannya, para sahabat serentak mengikuti.[3]

Menjelang Fathu Mekah, Abu Sofyan awalnya ditolak Nabi, namun setelah dibantu Ummu Salamah yang berbicara pada Nabi agar memaafkan, maka Abu Sofyan pun bisa menjumpai Nabi untuk berislam.[6]

Masa Khulafaur Rasyidin

Di masa khalifah Rasyidin, Ummu Salamah mendampingi anak dan cucunya. Putranya yang memiliki kelebihan ilmu Fiqih ialah Umar bin Abi Salamah. Sedangkan putrinya yang ahli fiqih ialah Zainab binti Abi Salamah. Dua Cucunya yang dikenal ahlul fiqh yaitu Muhammad bin Umar bin Abu Salamah dan Abu Ubaidah bin Zainab binti Abu Salamah.

Ummu Salamah sebagai wanita juga turut bersedih atas terbunuhnya Umar bin Khattab di tangan Abu Lu'lu'ah. Utsman yang juga seorang yang dulu sempat dididik Ummu Salamah, wafat di tangan Khulaimin bin Tsabbab, seorang pemberontak. Ia juga sedih kembali saat masa Ali berkonflik dengan Mu'awiyah dan Aisyah. Ia sedih juga saat Ali wafat ditangan Abdurrohman bin Muljam.[1]

Masa Hasan, Mu'awiyah dan Husain

Makam Ummu Salamah di Baqi Madinah.

Ketika mendengar kejadian Karbala Ummu Salamah sempat bersedih dan menjerit hingga pingsan. Ummu Salamah bertanya kepada penduduk Kufah yang bersedih: "Untuk apa kalian sedih? Ini adalah akibat perbuatan kalian yang tidak bertanggung jawab kepada Ahlulbait Rasul ! Semoga Allah melaknat pemimpin kalian!". Hal ini disebabkan Husein ke Kufah karena undangan penduduk Kufah, tetapi saat sudah dekat, penduduk Kufah tidak menolong Husein.[1]

Saat di Kufah, Zainab binti Ali tegar membela keluarga Nabi saat dihadapan gubernur yang lalim dan tidak bertanggung jawab, Ubaidillah bin Ziyad. Rombongan ini kemudian dipenjara selama 2 hari dan dibebaskan. Yazid menawarkan mereka tinggal di Mekah dan Madinah atau di Kufah. Mereka memilih tinggal di Madinah.

Ummu Salamah ialah yang terakhir wafat dari para istri Nabi, ia wafat pada usia 90 tahun setelah tragedi Karbala pada bulan Dzulqadah tahun 61 H dan dimakamkan di Baqi, Madinah pada masa Yazid bin Muawiyah.[1][5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. 1 2 3 4 5 6 7 Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol. 6. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 1. ISBN 978-602-236-270-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. 1 2 "Companions of The Prophet", Vol. 1, By: Abdul Wahid Hamid
  3. 1 2 3 Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman (2012). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-602-98968-3-1
  4. "Marriage to a 'past': Parents should not reject a proporal without a good reasons - and being a revert with a past is not an acceptable one". Diarsipkan dari asli tanggal 2018-04-02. Diakses tanggal 2010-03-11.
  5. 1 2 Ad-Dimasyqi, Ahmad Khalil Jam'ah Syaikh Muhammad bin Yusuf (2020-12-18). Istri-Istri Para Nabi (dalam bahasa Melayu). Darul Falah. hlm. 405–415. ISBN 978-979-3036-17-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  6. 1 2 Mishri, Mahmud (2014). Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Depok: Ummul Qura. ISBN 978-602-7637-30-6. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)