Gindara (ikan)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Escolar
Tidak dievaluasi (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Lepidocybium

Spesies:
L. flavobrunneum
Nama binomial
Lepidocybium flavobrunneum
(A. Smith, 1843)
Sinonim
  • Cybium flavobrunneum A. Smith, 1843
  • Xenogramma carinatum Waite, 1904
  • Nesogrammus thompsoni Fowler, 1923
  • Lepidosarda retigramma Kishinouye, 1926
  • Diplogonurus maderensis Noronha, 1926


Escolar, Gindara, atau Ikan setan (Lepidocybium flavobrunneum) adalah sebuah spesies ikan dalam famili Gempylidae, yang dapat ditemukan di kedalaman (200–885 meter (656–2.904 ft)) perairan tropis dan subtropis di seluruh dunia. Ikan ini juga dikenal sebagai makarel ular, walu walu (Hawaii: waloo). Dan terkadang dijual sebagai "butterfish" atau "tuna putih".[1] Masalah ini diperburuk oleh potensi gangguan kesehatan potensial yang terkait dengan konsumsi ikan Gindara (ikan).[2]

Biologi[sunting | sunting sumber]

Ikan Gindara (ikan) berwarna abu-abu kehitaman, dan semakin gelap seiring menuanya dia bahkan sampai terlihat hitam. Ikan ini dapat berenang dengan cepat dengan rusuk ekor yang kuat dan empat sampai enam finlet setelah sirip dubur dan sirip punggung kedua.[3] Ikan Gindara (ikan) dapat tumbuh sampai dengan 2 meter. Seperti ikan minyak (Ruvettus pretiosus) lainnya, ikan Gindara (ikan) tidak dapat melakukan metabolisme terhadap ester lilin (gempylotoxin) yang secara alami dapat ditemukan dalam mangsanya, sehingga ikan Gindara (ikan) mengandung 14–25% minyak dalam dagingnya.

Efek samping[sunting | sunting sumber]

Dapat menyebabakan kerior (Bahasa Yunani: Aliran Lilin), sejenis diare karena tubuh tidak dapat mencerna lemak dengan sempurna, sehingga tinja berlendir/berminyak.[4] Gejalanya sama seperti diare biasa seperti perut begah, mulas, kram, dan sebagainya yang terjadi berkisar antara 30 menit sampai 36 jam setelah mengonsumsi ikan.[5]

Untuk mencegahnya, tidak disarankan untuk mengonsumsi lebih dari 6 ons (170 gram) per hari.[6] Ada saran untuk dipanggang/digoreng untuk menurunkan kadar lemak/minyak-nya, walaupun cara tersebut kurang efektif karena lilin tersebut sebenarnya tahan panas dan tidak akan menguap, kecuali merembes dari dalam ikan. Mengupas kulitnya juga membantu mengingat sebagian besar lemak ikan terdapat dekat kulit ikan. Memakan bagian dekat ekornya saja dapat mengurangi risiko diare, karena biasanya lemak di ekor ikan lebih sedikit dibanding bagian tubuh kian lainnya.

Salah label[sunting | sunting sumber]

Ikan Gindara (ikan) bisa salah salah dilabeli di restoran maupun di pasar ikan. Tahun 2009, sampel tuna dari beberapa restauran sushi di kota New York dan Denver dites DNA. hasilnya, lima dari sembilan restauran yang "menyajikan" tuna putih, tuna putih (albakora)” atau “tuna putih super”, ternyata malah menyajikan Gindara (ikan).[7] Dari 2010 sampai 2013, sebuah studi yang dilakukan oleh Oceana, dimana mereka mengetes 114 sampel daging tuna, dan menyatakan bahwa 84% dari sampel tuna tersebut sebenarnya daging Gindara (ikan).[8]

Oceana mengklaim kalau Gindara (ikan) telah salah dilabeli atau tersaruh dengan ikan lain: Kod Atlantik, ikan minyak (berhubungan dengan Gindara (ikan), tetapi berbeda genus), rudderfish, kod biru, kod hitam, tuna raja, kerapu, orange roughy, Bass Laut Eropa, gemfish, Bass Laut Chili, tuna albakora, dan tuna putih.[9]

Oceana mengklaim bahwa kesalahan pelabelan ini terjadi akibat ketidakpedulian atau usaha penipuan, yang lebih parah dibandingkan kesalahan pelabelan biasa, mengingat efek samping yang dapat ditimbulkan karena mengonsumsi ikan ini.[10]

Di Indonesia, ikan Gindara (ikan) juga sering dilabeli sebagai ikan Gindara meskipun kedua ikan ini adalah spesies ikan yang berbeda. Meskipun rasa kedua ikan ini mirip ketika sudah dimasak, lemak ikan Gindara bisa dicerna manusia, sedangkan ikan Gindara (ikan) tidak bisa dicerna dengan baik oleh manusia dan bisa menyebabkan diare berminyak.

Pandangan dunia[sunting | sunting sumber]

Di Jepang[sunting | sunting sumber]

Ikan Gindara (ikan) sudah dilarang dikonsumsi oleh pemerintah Jepang sejak tahun 1977. karena memakan ikan ini dapat menyebabkan diare parah atau bahkan keracunan makanan Scombroid. Ikan Gindara (ikan) terkait dengan Scombroid (keracunan histamin) akibat tingginya kadar histidin yang dikonversi menjadi histamin, hal ini dapat disebabkan karena penyimpanan ikan yang kurang baik.[11][12] Hal tersebut tertulis pada pasal 6 ayat 2 dalam Undang-undang Sanitasi Pangan.

Negara lainnya[sunting | sunting sumber]

Italia melarang peredaran ikan ini sejak lama, sama seperti Jepang.[11][12]

Tahun 1999, badan administrasi obat nasional Swedia dan Denmark memberitahukan asosiasi pedagang ikan dan perusahaan importir ikan untuk memperingatkan konsumen agar berhati-hati dalam mengonsumsi Ikan Gindara (ikan) dan sejenisnya bila tidak dimasak dan disajikan dengan benar. Badan administrasi obat nasional kedua negara tersebut juga mengeluarkan artikel rekomendasi dalam memasak atau menyajikan Ikan Gindara (ikan).

Pada awal 2007, setelah menerima banyak komplain dari masyarakat mengenai ikan yang salah label/merk,[13], pemerintah Hong Kong menyarankan agar Ikan Gindara (ikan) tidak dijadikan bahan makanan. Para pedagang diminta untuk memberikan label serta tanda identifikasi yang jelas mengenai spesies ikan sebelum dijual, dan membeli ikan dari sumber yang tepercaya. Sedangkan konsumen disarankan untuk lebih berhati-hati atas efek samping dari memakan Gindara (ikan), ikan minyak, dan sejenisnya. pemerintah Hong Kong teleh membentuk sebuah grup yang terdiri dari ahli akademis, dagang dan konsumen untuk menyiapkan petunjuk untuk membantu pedagang dan konsumen dalam mengidentifikasi spesies ikan di pasaran.

  1. ^ Mims, Christopher (2013-02-22). "59% of the 'Tuna' Americans eat is Not Tuna". The Atlantic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-19. Diakses tanggal 22 Feb 2013. 
  2. ^ Lowrey, Annie (2010-04-26). "The List: Food Fights". Foreign Policy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-24. Diakses tanggal 31 March 2011. 
  3. ^ "Escolar, Lepidocybium flavobrunneum (Smith, 1849)". Australian Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-26. Diakses tanggal 2015-02-26. 
  4. ^ [1] Diarsipkan June 11, 2009, di Wayback Machine.
  5. ^ "Centre for Food Safety". Cfs.gov.hk. 2007-03-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 2015-02-26. 
  6. ^ Kathryn Hill (2008-10-21). "Use Caution When Eating Escolar". The Kitchn. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-03. Diakses tanggal 2013-09-02. 
  7. ^ "The Real maccoyii: Identifying Tuna Sushi with DNA Barcodes – Contrasting Characteristic Attributes and Genetic Distances". PLoS ONE. 2009-11-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-03. Diakses tanggal 2015-02-26. 
  8. ^ "National Seafood Fraud Testing Results Highlights" (PDF). Oceana Report. 2013-02-21. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-12-09. Diakses tanggal 22 Feb 2013. 
  9. ^ "Escolar: The World's Most Dangerous Fish // Medellitin". Blog.medellitin.com. 2010-07-22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-26. Diakses tanggal 2015-02-26. 
  10. ^ "Annex 2 - Seafood References for Managing Food Safety: A Manual for the Voluntary Use of HACCP Principles for Operators of Food Service and Retail Establishments". Fda.gov. 2013-07-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-07. Diakses tanggal 2013-09-02. 
  11. ^ a b Burros, Marian (March 10, 1999). "A Fish Puts Chefs in a Quandary". New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-20. Diakses tanggal 31 March 2011. 
  12. ^ a b [2] Diarsipkan November 21, 2006, di Wayback Machine.
  13. ^ "Centre for Food Safety". Cfs.gov.hk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-19. Diakses tanggal 2015-02-26.