Etika nuklir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Senjata nuklir
One of the first nuclear bombs.
Sejarah senjata nuklir
Perang nuklir
Perlombaan nuklir
Disain senjata / uji coba
Ledakan nuklir
Sistem pengiriman
Espionase nuklir
Proliferasi
Negara
Negara dengan senjata nuklir

AS · Rusia · Britania Raya · Prancis
Tiongkok · India · Pakistan
Israel · Korea Utara

Etika nuklir adalah bidang akademik dan studi kebijakan lintas disiplin yang mempelajari perang nuklir, deterensi nuklir, pengendalian senjata nuklir, persenjataan nuklir, atau energi nuklir lewat satu atau beberapa teori etika dan moralitas.[1][2][3] Dalam studi keamanan kontemporer, permasalahan perang nuklir, deterensi, proliferasi, dan lainnya biasa dipahami dalam lingkup politik, strategi, atau militer.[4] Dalam studi organisasi dan hukum internasional, permasalahan ini juga dipelajari dalam lingkup hukum.[5] Etika nuklir menyatakan bahwa kemungkinan kepunahan manusia, kehancuran massal manusia, atau kerusakan lingkungan massal akibat perang nuklir merupakan persoalan etika atau moral yang mendalam. Teori ini secara spesifik menyatakan bahwa kepunahan manusia, kehancuran massal manusia, atau kerusakan lingkungan tergolong sebagai kejahatan moral. Etika nuklir turut mempersoalkan generasi masa depan dan beban yang diakibatkan oleh limbah dan polusi nuklir. Sejumlah akademisi menyimpulkan bahwa mengambil tindakan yang memicu persoalan tersebut salah secara moral, artinya terlibat dalam perang nuklir dianggap salah secara moral.[6]

Foto berwarna Trinity
Sisa ledakan Trinity

Etika nuklir mengupas kebijakan deterensi nuklir, pengendalian dan pelucutan senjata nuklir, dan energi nuklir selama masih terkait dengan penyebab atau pencegahan perang nuklir. Alasan etis deterensi nuklir, misalnya, menyoroti peran deterensi dalam mencegah perang nuklir antara negara-negara besar sejak Perang Dunia II berakhir.[7] Sejumlah ilmuwan mengklaim bahwa deterensi nuklir adalah tanggapan yang rasional secara moral terhadap dunia yang penuh senjata nuklir.[8] Sebaliknya, kritik moral deterensi nuklir justru menyoroti kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia dan hak-hak demokratis.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Doyle, II, Thomas E. (2010). "Reviving Nuclear Ethics: A Renewed Research Agenda for the Twenty-first Century". Ethics and International Affairs. 24 (3): 287–308. doi:10.1111/j.1747-7093.2010.00268.x. 
  2. ^ Nye, Jr., Joseph (1986). Nuclear Ethics. New York, NY: The Free Press. ISBN 0-02-923091-8. 
  3. ^ Sohail H. Hashmi and Steven P. Lee, ed. (2004). Ethics and Weapons of Mass Destruction: Religious and Secular Perspectives. Cambridge UK: Cambridge University Press. ISBN 0-521-54526-9. 
  4. ^ Buzan, Barry; Hansen, Lene (2009). "4". The Evolution of International Security Studies. Cambridge UK: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-69422-3. 
  5. ^ Szasz, Paul C. (2004). "2". Dalam Sohail H. Hashmi and Steven P. Lee. Ethics and Weapons of Mass Destruction: Religious and Secular Perspectives. Cambridge UK: Cambridge University Press. hlm. 43–72. 
  6. ^ Doyle, II, Thomas E. (2010). "Kantian nonideal theory and nuclear proliferation". International Theory. 2 (1): 87–112. doi:10.1017/s1752971909990248. 
  7. ^ Nye, Jr., Joseph S (1986). "5". Nuclear Ethics. New York NY: The Free Press. hlm. 59–80. 
  8. ^ Kavka, Greg S. (1978). "Some Paradoxes of Deterrence". Journal of Philosophy. 75 (6): 285–302. doi:10.2307/2025707. 
  9. ^ Shue, Henry (2004). "7". Dalam Sohail H. Hashmi and Steven P. Lee. Ethics and Weapons of Mass Destruction: Religious and Secular Perspectives. Cambridge UK: Cambridge University Press. hlm. 139–162.