Dampak pandemi COVID-19 terhadap seni pertunjukan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pandemi Covid 19 yang mulai mewabah dari bulan Maret 2020 memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai bidang, salah satunya bidang seni pertunjukan. Dalam seni pertunjukan, hubungan komunikasi antara pekerja seni dan penonton sangat dibutuhkan. Pekerja seni membutuhkan penonton untuk menyampaikan pesan yang tersirat dalam karyanya, seperti musik, tari, teater, opera, dan sebagainya. Oleh karena itu, seni pertunjukan membutuhkan penonton untuk keberhasilan sebuah pertunjukan, dapat dikatakan pertunjukan tanpa penonton tidak akan berarti.

Seni pertunjukan[sunting | sunting sumber]

Seni diklasfikasikan menjadi tiga, yaitu seni rupa, seni sastra, dan seni pertunjukan. Seni pertunjukan merupakan sebuah karya seni yang melibatkan aksi dari individu atau kelompok yang ditampilkan di suatu tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan melibatkan empat unsur, yaitu waktu, ruang, tubuh seniman, dan hubungan seniman dan penonton. Dapat dikatakan bahwa hubungan atau interaksi secara langsung antara seniman dan penonoton merupakan unsur terpenting dari sebuah pertunjukan.

Dampak Pandemi Covid 19 bagi komunitas seni[sunting | sunting sumber]

Komunitas merupakan sebuah perkumpulan sekelompok orang yang memiliki kesamaan dan ketertarikan di bidang yang sama. Sebuah komunitas memiliki struktur organisasi dan anggota. Biasanya anggota sebuah komunitas terdiri atas seniman, pendidik seni, dan pelaku seni lainnya. Dampak yang dirasakan oleh komunitas saat pandemi Covid 19 melanda adalah pembatalan jadwal atau penundaan jadwal manggung akibat adanya kebijakan pembatasan sosial.

Dampak pandemi bagi seni pertunjukkan[sunting | sunting sumber]

Adanya kebijakan pembatasan sosial yang melarang pertemuan tatap muka menyebabkan pembatalan jadwal manggung. Kegiatan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari terpaksan harus dibatalkan. Hal ini menyebabkan keterkejutan, kebingungan, dan kecemasan pada para pekerja seni. Pembatalan jadwal manggung juga menyebabkan pasokan sumber penghasilan para pekerja seni terhenti. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Ditjen Kebudayaan, sedikitnya ada 40.081 seniman yang terdampak Covid-19, karena pembatalan pertunjukan dan festival seni. Pekerja seni yang kehilangan pekerjaan tersebut kebanyakan dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.[1]

Upaya menghadapi Covid 19[sunting | sunting sumber]

Upaya para pekerja seni untuk bertahan pada masa pandemic Covid 19 salah satunya adalah beradaptasi dengan kebijakan pembatasan sosial. Mereka beralih wahana saat melakukan pertunjukkan. Awalnya pertunjukan dilakukan secara langsung karena pandemi Covid 19mereka harus memanfaatkan media sosial. Para pekerja seni bergabung dengan komunitas untuk menyelenggarakan pertujukan secara daring. Media sosial, seperti YouTube, laman Facebook, laman Instagram, laman Twitter dimanfaatkan oleh komunitas seni. IG tampaknya paling banyak digunakan oleh komunitas-komunitas seni. Sebagai contoh IG yang menyediakan fitur IGTV. Fitur IFTV inilah yang banyak digunakan oleh komunitas 22 ibu untuk menayangkan karya-karya seni dari perupa lintas institusi. Setiap tayangan memiliki durasi 1-2 menit.[2]

Bantuan dari pemerintah juga dibutuhkan untuk mendukung komunitas seni dalam menampilkan pertunjukan secara daring ini. Salah satunya adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyambut baik saat para pekerja seni berinisiatif melakukan pertunjukan secara daring. Menurut Nadiem, program tersebut dapat membantu pekerja seni untuk tetap produktif di masa pandemic Covid 19. Masyarakat juga dapat belajar tentang kebdayaan dan kesenian Indonesia melalui pertunjukan daring tersebut. Sejumlah seniman berinisiatif melakukan pertunjukan melalui sistem dalam jaringan (daring) selama masa pandemi COVID-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyambut baik kegiatan tersebut.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Maharani, Putri Anita; Mardalena, Della Dwi; Lestari, Goesty Ayu Mariana Devi (2022-05-29). "Dampak Pandemi Terhadap Seni Pertunjukan". Jurnal Seni dan Pembelajaran (dalam bahasa Inggris). 10 (2). 
  2. ^ antaranews.com (2022-09-23). "Kesenian masih belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi". Antara News. Diakses tanggal 2023-11-27. 
  3. ^ Narda, Rahel. "Pandemi COVID-19, Kemendikbud Adakan Pertunjukan Seni Sistem Daring". detiknews. Diakses tanggal 2023-11-27.