Lompat ke isi

Budaya rakyat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Budaya rakyat atau folklor (serapan dari bahasa Inggris: folklore) dapat meliputi cerita rakyat, legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subbudaya, atau kelompok. Budaya rakyat juga merupakan salah satu sarana dalam penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang kajian yang mempelajari budaya rakyat disebut folkloristik.

Istilah " berasal dari bahasa Inggris folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada 1846.[1] Budaya rakyat berkaitan erat dengan sistem mitologi atau kepercayaan masyarakat. Berdasarkan penggolongannya, budaya rakyat yang pertama adalah budaya rakyat esoterik, yang artinya sesuatu yang memiliki sifat yang hanya dapat dipahami oleh sejumlah besar orang saja. Kedua, budaya rakyat eksoterik adalah sesuatu yang dapat dimengerti oleh umum, tidak terbatas oleh kumpulan tertentu. Budaya rakyat esoterik dianggap lebih sakral karena hanya berlaku dan diketahui oleh beberapa kelompok orang saja. Sedangkan, budaya rakyat esoterik lebih bebas dan tidak kuno.[2]

Berdasarkan pendapat Jan Harold Brunvand, seorang ahli budaya rakyat Amerika Serikat, budaya rakyat dibagi ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu budaya rakyat lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.[3]

Budaya rakyat lisan

[sunting | sunting sumber]

Budaya rakyat jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:

  • bahasa rakyat seperti logat atau dialek, bahasa pagaul, bahasa tabu, otomatis;
  • ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
  • pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
  • sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
  • cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mitos, legenda, dan dongeng, seperti Malin Kundang dari Sumatera Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
  • nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.[3]

Budaya rakyat sebagian lisan

[sunting | sunting sumber]

Budaya rakyat ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:

  • kepercayaan dan takhayul;
  • permainan dan hiburan rakyat setempat;
  • teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
  • tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
  • adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
  • upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
  • pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.[3]

Budaya rakyat bukan lisan

[sunting | sunting sumber]

Budaya rakyat ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:

  • arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
  • seni kerajinan tangan tradisional,
  • pakaian tradisional;
  • obat-obatan rakyat;
  • alat-alat musik tradisional;
  • peralatan dan senjata yang khas tradisional;
  • makanan dan minuman khas daerah.[3]

Adapun fungsi budaya rakyat, yaitu sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif; sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; sebagai alat pendidik anak; dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar kaidah-kaidah masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kumpulannya.[3]

  1. ^ George, Robert A., Michael Owens Jones, "Folkloristics: An Introduction," Indiana University Press, 1995.
  2. ^ Endraswara, Suwardi (2009). Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Pressindo. hlm. 34. ISBN 978-979-788-099-6. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2023-07-22. Diakses tanggal 2020-12-31.
  3. ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]