Beban listrik puncak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Loch Mhor dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik selama periode beban puncak atau dalam keadaan darurat

Beban listrik puncak atau beban puncak (Bahasa Inggris: peak load) adalah beban listrik tertinggi yang harus dipenuhi oleh sistem tenaga listrik dalam suatu periode tertentu (Gönen 2008). Beban puncak biasanya dibagi menjadi tahunan, harian, dan musiman.[1] Beban puncak adalah istilah yang digunakan dalam manajemen permintaan energi untuk mendeskripsikan periode di mana tenaga listrik diharapkan dapat dipasok pada tingkat yang lebih tinggi dari biasanya. Fluktuasi beban puncak dapat terjadi secara harian, bulanan, musiman, dan tahunan. Bagi sebuah perusahaan penyedia listrik, titik beban puncak adalah jam tertentu di mana terjadi konsumsi listrik tertinggi. Pada periode beban puncak, biasanya terjadi kombinasi antara konsumsi listrik perkantoran dan rumah tangga.[2]

Sejumlah perusahaan ketenagalistrikan menagih konsumennya berdasarkan beban puncak dari tiap konsumennya, dengan beban tertinggi tiap bulan di tahun sebelumnya biasanya digunakan sebagai dasar penghitungan tagihan.[3] Transisi energi terbarukan juga tetap pertimbangkan beban puncak.[4]

Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah biasanya berbanding lurus dengan beban puncaknya.[5]

Tarif [sunting | sunting sumber]

Sistem tenaga listrik dibangun untuk memenuhi beban puncak. Di Australia, tarif listrik terdiri dari tiga komponen, yakni tarif beban puncak, tarif listrik, dan tarif abonemen. Contohnya, untuk konsumen besar (komersial, industri, dan ruko), tarif beban puncak didasarkan pada konsumsi listrik selama 30 menit tertinggi dalam satu bulan, sementara tarif listrik didasarkan pada jumlah konsumsi listrik dalam satu bulan. Skema tarif tersebut juga diterapkan secara bertahap ke konsumen rumah tangga di Queensland, Australia.[6]

Waktu[sunting | sunting sumber]

Waktu terjadinya beban puncak tergantung pada demografi, ekonomi, cuaca, iklim, musim, hari, dan berbagai faktor lain di suatu wilayah. Contohnya, di daerah industri di Tiongkok atau Jerman, beban puncak biasanya terjadi di siang hari. Namun, di daerah berbasis jasa seperti Australia, beban puncak harian kerap terjadi di sore hari hingga awal malam hari (contohnya jam 16.00 hingga 20.00), karena konsumsi listrik rumah tangga dan komersial berkontribusi besar di daerah berbasis jasa.[7]

Respon[sunting | sunting sumber]

Tipikal konsumsi listrik harian di Jerman

Beban puncak dapat melebihi jumlah listrik maksimum yang dapat dipasok oleh industri tenaga listrik, sehingga menyebabkan pemadaman listrik dan pemadaman bergilir. Pemadaman kerap terjadi selama gelombang panas saat penggunaan pendingin udara dan kipas angin meningkatkan konsumsi energi secara signifikan. Selama periode tersebut, otoritas biasanya meminta masyarakat untuk mengurangi konsumsi energinya dan menggesernya ke luar periode beban puncak.

Pembangkit listrik[sunting | sunting sumber]

Pembangkit listrik yang khusus dibangun untuk memasok listrik ke sistem tenaga listrik selama periode beban puncak disebut sebagai pembangkit listrik pemikul beban puncak. Secara umum, PLTG dapat dinyalakan secara cepat, sehingga kerap digunakan untuk memenuhi beban puncak. PLTGU juga dapat digunakan untuk memasok listrik selama periode beban puncak, serta dapat beroperasi secara efisien untuk memenuhi beban listrik dasar.[butuh rujukan] PLTA juga dapat digunakan untuk memasok listrik selama periode beban puncak.

PLTB tidak lebih baik daripada PLTD untuk digunakan selama periode beban puncak, karena bahan bakar PLTD dapat disimpan untuk digunakan selama periode beban puncak, sementara PLTB hanya mengandalkan angin.[8]

Puncak pasokan listrik dari PLTS secara alami berbarengan dengan periode beban puncak di siang hari yang disebabkan oleh penggunaan pendingin udara.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Torriti, Jacopo. "Peak energy demand and Demand Side Response". 
  2. ^ Landsberg, Dennis R.; Ronald Stewart (1980). Improving Energy Efficiency in Buildings: A Management Guide. SUNY Press. hlm. 456. ISBN 1438409990. Diakses tanggal 25 June 2013. 
  3. ^ Wang , Lijun (2008). Energy Efficiency and Management in Food Processing Facilities. CRC Press. hlm. 122. ISBN 978-1420063394. Diakses tanggal 25 June 2013. 
  4. ^ Drude, Lukas; Pereira Junior, Luiz Carlos; Rüther, Ricardo (August 2014). "Photovoltaics (PV) and electric vehicle-to-grid (V2G) strategies for peak demand reduction in urban regions in Brazil in a smart grid environment". Renewable Energy. 68: 443–451. doi:10.1016/j.renene.2014.01.049. ISSN 0960-1481. 
  5. ^ Alipour, Sayanti; Mukherjee, Panteha; Nateghi, Roshanak (2019). "Assessing climate sensitivity of peak electricity load for resilient power systems planning and operation: A study applied to the Texas region". Energy. 185 : 1143–1153. doi:10.1016/j.energy.2019.07.074. 
  6. ^ L. Liu, W. Miller, and G. Ledwich. (2017) Solutions for reducing electricity costs for communal facilities. Australian Ageing Agenda. 39-40. Available: https://www.australianageingagenda.com.au/2017/10/27/solutions-reducing-facility-electricity-costs/ Diarsipkan 2019-05-20 di Wayback Machine.
  7. ^ L. Liu, M. Shafiei, G. Ledwich, W. Miller, and G. Nourbakhsh, "Correlation Study of Residential Community Demand with High PV Penetration," Australasian Universities Power Engineering Conference, p. 6
  8. ^ Great Britain. Parliament. House of Lords. Select Committee on Economic Affairs (2008). The Economics of Renewable Energy: 4th Report of Session 2007-08, Vol. 1: Report, Volume 1 . The Stationery Office. hlm. 36. ISBN 978-0104013779. Diakses tanggal 25 June 2013.