Balok T

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Balok T merupakan struktur penahan beban dari balok beton bertulang, kayu atau logam yang digunakan pada konstruksi bangunan dan gedung. Pada konstruksi bangunan gedung bertingkat posisi balok dan pelat lantai merupakan satu kesatuan, balok yang dilengkapi dengan tambahan sayap-sayap lebar diatasnya. Bagian lebar diatasnya disebut flens. Balok-balok dengan tambahan flens diatasnya disebut balok T.[1] Balok T berbeda dari Balok I karena tidak memiliki flens pada bagian bawahnya. Hal ini menjadi kelemahan besar balok T dalam menghadapi gaya tarik dari pembebanan struktur.

Penulangan balok T lebih bervariasi. Karena sedang menyesuaikan dengan bangunannya. Secara umum balok T dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian sayap atau eksterior dan bagian tengah atau interior. Selain pada bangunan gedung bertingkat, balok T juga digunakan pada konstruksi jembatan beton bertulang dan dermaga.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Perkembangan dalam dunia konstruksi telah dimulai sejak era neolitik atau disebut juga zaman batu baru, dengan peralatan seadanya, pada masa itu, manusia telah berhasil membuat rumah, jembatan sederhana dan bangunan khusus untuk astronomi yang disebut stonehenge [2]. Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan hidup, manusia telah mampu membangun bangunan yang rumit dan kompleks.

Balok T pertama kali dibuat dari konstruksi jembatan dengan dermaga dan geladak. Bagian pilar dermaga yang ditambahkan alas mendatar pada bagian atas pilar yang membentuk seperti huruf T. Bahan konstruksi yang digunakan untuk balok T ini telah berubah-berubah selama bertahun-tahun, akan tetapi struktur dasarnya tetap sama.[3]

Desain[sunting | sunting sumber]

Analogi Balok T

Analisis dan perancangan balok T merupakan satu kesatuan dengan pelat lantai atau atap dalam konstruksi bangunan. Pekerjaan pengecoran balok beton umumnya sekalian dengan pelat. Akibat dari pembebanan pada balok ini akan terjadi lendutan pada bagian pelat dan balok. Tegangan tekan terjadi pada bagian badan balok dan sambungan pelat. Meskipun sederhana, balok T berbeda dengan balok ɪ yang memiliki bagian flens bawah sehingga pembebanan pada balok T menjadi kelemahan sekaligus kelebihan pada jenis balok ini. Fitur ini berguna untuk menghemat bahan serta memberikan ruang yang cukup dan digunakan dalam bangunan, seperti jembatan layang, bangunan gedung bertingkat, dermaga dan gedung parkir.[3] Kelemahan tanpa flens bawah ini akan memperbesar gaya tarik pada penulangannya. Hal ini perlu perlu dilakukan perhitungan penulangan yang sesuai ketentuan.[4] Di Indonesia desain balok T mengikuti panduan SNI 2847:2019.[5]

Bahan Baku[sunting | sunting sumber]

Bahan atau material yang digunakan untuk balok T terdiri dari material logam atau biasa disebut baja profil dan beton bertulang.

Baja Profil Balok T[sunting | sunting sumber]

Baja profil balok T sangat jarang digunakan dalam konstruksi karena jenis baja yang digunakan sangat berbeda dengan jenis baja profil yang biasa digunakan.[6] Baja profil balok T melalui proses pembuatan yang cukup panjang yang dimulai proses penggilingan dengan pemanasan (hot rolling) hingga pembentukan (cold forming).[7][8]

Beton Bertulang[sunting | sunting sumber]

Beton bertulang adalah bahan yang sangat lazim digunakan, selain karena pengerjaannya yang mudah juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi. Balok T beton bertulang merupakan jenis konstruksi komposit. Material beton sangat mampu menahan beban tekan. Struktur balok T yang dapat menahan beban tekan adalah bagian flens dan badan balok. Untuk menahan beban geser dan tarik dipikul oleh tulangan baja yang disisipkan kedalam campuran beton, ketentuan penulanggan baja sesuai dengan kebutuhan dan beban yang direncanakan.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Rezansoff, Telvin; Jirsa, James O.; Breen, John E. (1981). "Lap Splices in Reinforced Concrete under Impact". Journal of the Structural Division. 107 (8): 1611–1628. doi:10.1061/jsdeag.0005768. ISSN 0044-8001. 
  2. ^ Suanda, Budi (2020). "Sejarah Proyek Konstruksi Dunia Hingga Era Abad Pertengahan – Manajemen Proyek Indonesia". Diakses tanggal 17-10-2022. 
  3. ^ a b Ambrose, James E. (2007). Simplified design of concrete structures. Patrick Tripeny (edisi ke-8th ed). Hoboken, N.J.: J. Wiley & Sons. hlm. 104. ISBN 0-470-04414-4. OCLC 71286597. 
  4. ^ "Shear Strengthening of Reinforced Concrete Beams Using Externally Applied Composite Fabrics". ACI Structural Journal. 92 (3). 1995. doi:10.14359/1130. ISSN 0889-3241. 
  5. ^ a b Prasetya, Noerman Adi; Hernadi, Ahmad; Nugroho, Agung (2021). "Studi Komparasi Perancangan Balok Struktural Berdasarkan SNI 2847-2002, SNI 2847-2013 Dan SNI 2847-2019". Borneo Engineering : Jurnal Teknik Sipil. 5 (3): 294–306. doi:10.35334/be.v5i3.1874. ISSN 2581-1134. 
  6. ^ "Kegunaan Baja Profil T-Beam, Proses Pembuatan Serta Kelebihan dan Kekurangan". Arsitekta. 2021. Diakses tanggal 18-10-2022. 
  7. ^ "Jenis dan Proses Pembentukan Baja Struktural (Hot and Cold Forming) » Inovasi Dunia Konstruksi dan Bangunan Terkini". Builder. 16 Oktober 2017. Diakses tanggal 17-10-2022. 
  8. ^ Yuniati, Yuniati (2019). "Pelapisan baja menggunakan logam nikel sebagai penghambat laju korosi baja melalui proses electroplating". Jurnal POLIMESIN. 2 (1): 95. doi:10.30811/jop.v2i1.1406. ISSN 2549-1199.