Bajingan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Contoh bajingan dengan gerobak sapi tunggal sederhana sebagai pengangkut rumput/jerami menuruni jalan.

Bajingan adalah seseorang yang menjadi pemegang kendali sapi pada kendaraan cikar atau gerobak sapi.[1][2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Zaman dahulu kendaraan rakyat untuk mengangkut hasil bumi umumnya mengunakan gerobak atau pedati yang ditarik kerbau atau sapi yang ada khususnya di Pulau Jawa. Seseorang yang menjadi pengendali gerobak sapi dinamakan bajingan.

Ilustrasi seorang bajingan pada masa kini.

Ada dua versi tentang sebutan bajingan pada pengendali gerobak sapi. Versi pertama adalah orang yang memang mengendalikan jalannya sapi, sedangkan versi berikutnya adalah para pengawal yang disewa oleh saudagar pemilik gerobak sapi demi keamanan muatannya dari bahaya perampokan. Namun, versi pertama yang umumnya dipergunakan.[butuh rujukan]

Jasa para bajingan juga dahulu digunakan oleh para kepala daerah seperti lurah, bekel, kuwu atau bupati untuk mengangkut pajak hasil bumi.

Bajingan dalam konotasi negatif[sunting | sunting sumber]

Dalam perkembangannya seorang bajingan berubah menjadi konotasi negatif dikarenakan lambatnya perjalanan seekor sapi (4 Km per jam) mengakibatkan sang juragan menjadi tidak sabar menunggu, dan terkadang si pengawal gerobak sapi yang tidak jujur juga mencuri sebagian muatannya. Sehingga juragan pemilik gerobak mengeluarkan kata umpatan "Dasar bajingan", dan juga digunakan dalam konteks geopolitik merujuk kepada pendukung Tiongkok Beijing dan Partai Komunis Tiongkok yang berkaitan dengan Tiongkok Beijing pada masa pemerintahan Presiden Suharto.[2] Berbeda dengan sebutan Kusir atau Masinis, kata bajingan Dalam kamus Bahasa Indonesia[3] profesi bajingan dikonotasikan sebagai pelaku aksi kriminal, walau sebenarnya bajingan adalah profesi seseorang pada umumnya.

Di daerah Kebumen sampai Banyumas, gerobak sapi digunakan untuk mengangkut batu bata atau batang-batang bambu dari desa ke kota. Biasanya gerobag berangkat tengah malam atau dini hari supaya sampai di kota tidak terlalu siang karena pada zaman itu begitu sulitnya mendapatkan transportasi umum, maka ada orang-orang yang memanfaatkan gerobag tersebut untuk "nunut" pergi ke kota. Menunggu kedatangan kendaraan yang super lambat tersebut adalah hal yang menjemukan, sehingga kadang keluar umpatan "dasar bajingan, di enteni ora teko-teko" (dasar bajingan, ditunggu tidak datang datang).

Bajingan pada masa kini[sunting | sunting sumber]

Dikarenakan perubahan zaman, pekerjaan bajingan pada masa kini cenderung adalah untuk atraksi festival dan tur wisata.[1][4] Hanya di daerah pedesaan tertentu yang masih mengunakan jasa bajingan sebagai pengangkut hasil bumi.[1][5]

Sebuah pemandangan Festival Wisata Gerobak sapi dan bajingan di kompleks Candi Prambanan Sleman.

Hampir setiap tahun selalu ada parade dan festival bajingan dan gerobak sapinya di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah serta Banyuasin Sumatera Selatan.[6]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c (Indonesia) "Festival Gerobak Sapi Wisata Kembali Digelar di Yogyakarta". Kompas.com. Kompas.com. 2014. Diakses tanggal 2015. 
  2. ^ a b (Indonesia) "(Maaf) Asal Mula Kata Bajingan". CrowdVoice. Diakses tanggal 2015. 
  3. ^ (Indonesia) "Bajingan". Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. 2012. 
  4. ^ (Indonesia) "Ratusan Bajingan Meriahkan Festival Gerobak Sapi 2015". Tribunnews.com. tribunnews.com. 2015. Diakses tanggal 2015. 
  5. ^ (Indonesia) "Si Bajingan yang Setia dengan Gerobak Sapinya". tembi.net. 2013. Diakses tanggal 2015.  [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ (Indonesia) "Gerobak Sapi Ciri Khas Kota Pangkalan Balai". Ogan post. Diakses tanggal 2015. 


Pranala luar[sunting | sunting sumber]