Teungku Abdullah Tanjong Bungong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong bernama lengkap Teungku H. Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad. Ia adalah seorang ulama ahli astronomi yang berasal dari desa Tanjong Bungong, Ulee Glee, Pidie Jaya. Sehari-harinya ia memimpin dan mengajar di Dayah Tanjong Bungong, Pidie Jaya.

Kelahiran dan Pendidikannya[sunting | sunting sumber]

Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong dilahirkan pada 7 Muharram 1359 atau pada hari Jumat, 16 Februari 1940 di desa Tanjong Bungong, Ulee Glee, Pidie Jaya. Ayahnya bernama Ibrahim yang berasal dari Panteue Brueh, Tanah Luas, Aceh Utara, yang kemudian kawin ke Ulee Glee dan mendirikan dayah Tanjong Bungong di Ulee Glee Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya.

Pendidikan awal didapatkannya dari orang tuanya di Dayah Tanjong Bungong, kemudian pada tahun 1946 ia masuk ke Sekolah Rakyat hingga lulus pada tahun 1953. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, ia melanjutkan pendidikannya di Dayah Gampong Muelum Samalanga selama dua tahun. Ia keluar dari dayah tersebut karena ayahnya meninggal pada tahun 1955 sehingga ia harus pulang ke kampungnya. Setelah masa berkabung selesai, ia melanjutkan pendidikannya ke pesantren Madinatul Ma’arif, Aron, Lhokseumawe pimpinan Teungku Syafi’i yang merupakan menantu dari Teungku Hasan Kumbang, salah seorang ulama kharismatik Aceh ketika itu. Karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan maka Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong hanya belajar selama satu tahun di pesantren tersebut untuk kemudian pindah ke Panteue Brueh pada dayah Bustanul Huda pimpinan Abdul Rani yang lebih dikenal dengan sebutan Teungku di Aceh.

Di dayah Bustanul Huda ini ia hanya bertahan selama dua tahun karena kondisi keamanan Aceh yang masih belum kondusif akibat gerakan DI/TII, maka Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong kembali pindah ke dayah Teungku Abdullah Hanafi Tanoh Mirah yang baru saja dibuka. Di dayah ini ia belajar hingga tahun 1959 untuk kemudian kembali ke kampungnya dan membantu mengajar di dayah yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Pada tahun 1971, Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong menjadi pimpinan dayah Tanjong Bungong hingga sekarang.[1]

Proses Menjadi Ahli Falak[sunting | sunting sumber]

Pada saat ini Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong menjadi pusat rujukan untuk hal-hal ibadah yang memerlukan penentuan waktu atau arah seperti penentuan awal dan akhir puasa serta penentuan arah kiblat. Pengakuan akan keahliannya ini selain datang dari pemerintah Aceh juga datang dari para ulama lainnya di Aceh.

Proses untuk menjadi seorang ahli ilmu falak dimulai oleh Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong dengan belajar pada Teungku Muhammad Isa Peureupok, Syamtalira Aron, Aceh Utara, yang merupakan seorang ulama terkenal dalam ilmu falak. Kemudian untuk pendalaman maka Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong melanjutkan belajar pada Drs. Teungku Ali Muda, seorang dosen di Universitas Islam Sumatera Utara di Medan. Karena jarak yang sangat jauh ke Medan maka Drs. Teungku Ali Muda bersedia datang ke Lhokseumawe dengan difasilitasi oleh MPU Kota Lhokseumawe.

Selain kepada dua orang tersebut, Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong juga belajar ilmu falak kepada Abu Teupin Raya dengan menggunakan metode lama yaitu menggunakan rumus-rumus dan peralatan dari kayu. Metode yang digunakan oleh Abu Teupin Raya tersebut tertulis pada kitab Majmul Al-Falati atau Zahwatul Qubra.[2] Hal ini berbeda dengan metode yang digunakan oleh Drs. Teungku Ali Muda. Metode Drs. Teungku Ali Muda menggunakan teknologi sehingga titik koordinat untuk mencari arah kiblat, hilal, dan penentuan waktu salat menjadi lebih mudah. Untuk membantu menghitung koordinat secara lebih cepat dan akurat maka saat ini Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong menggunakan alat bantu berupa GPS.[1]

Karya Tulis[sunting | sunting sumber]

  1. Matjin Manyid, berisikan pegangan untuk masyarakat mengenai penyelesaian fardu kifayah.[1]
  2. Fadrul Hujja, berisikan masalah-masalah menyangkut pelaksanaan ibadah haji dan petunjuk praktis manasik haji.[1][2]
  3. Makalah “Ketentuan Awal Ramadhan, Syawal dan Idul Adha”. Makalah ini bersama tulisan-tulisan dari ulama lain pernah diterbitkan sebagai buku yang berjudul "Kajian Tinggi Keislaman Aspirasi Pemikiran Ulama Aceh" pada tahun 2008.[1]
  4. Peran Ilmu Falaq Dengan Ibadah, berisikan gambaran ilmu falak untuk masyarakat umum.[2]

Aktivitas Organisasi[sunting | sunting sumber]

Selain aktif mengajar dan memimpin dayah Tanjong Bungong, Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong juga aktif di dalam organisasi Al Wasliyah. Di sini ia mengajar kader-kader ulama untuk memantapkan akidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah terutama di kalangan masyarakat Bandar Dua. Selain itu, Teungku H. Abdullah Tanjong Bungong juga sempat menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Pidie selama dua periode yang kemudian dialihkan menjadi anggota pengurus MPU Pidie Jaya hingga kemudian menjadi salah satu pengurus MPU Provinsi Aceh.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f Moeslem, Harian. "Tgk. H. Abdullah Tanjong Bungong Ulama Ahli Astronomi di Aceh". HARIAN MOSLEM. Diakses tanggal 2018-12-19. 
  2. ^ a b c Bakri (2012-08-07). "Tgk H Abdullah Ibrahim Kuasai Ilmu Falaq". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2018-12-19.