Ritus Bizantin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 April 2013 10.29 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 16 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q617075)

Ritus Bizantium, kadang-kadang disebut Ritus Konstantinopel atau Ritus Konstantinopolitan, adalah ritus liturgi yang kini digunakan (dalam pelbagai bahasa) oleh semua Gereja Ortodoks Timur dan Gereja-Gereja Katolik-Yunani (Gereja-Gereja Katolik Timur yang menggunakan ritus Bizantium). Ritus ini berkembang di kota Konstantinopel (sekarang Istanbul), yang sebelumnya bernanya Bizantium. Ritus ini adalah ritus liturgi terbesar kedua dalam dunia Kristen, dan ritus liturgi terbanyak kedua yang digunakan di seluruh dunia sesudah Ritus Romawi.

Ritus Bizantium terdiri atas Liturgi-Liturgi Suci, Ibadat Harian, bentuk-bentuk pelayanan Misteri Suci (sakramen), doa, pemberkatan, dan eksorsisme, yang berkembang dalam Gereja di Konstantinopel. Termasuk juga gaya arsitektur, ikon, musik liturgi, vestimentum, dan tradisi yang berkembang selama berabad-abad dalam praktik ritus ini.

Beberapa karakteristik yang membedakan Ritus Konstantinopolitan dari Ritus Romawi adalah penggunaan roti beragi untuk Ekaristi (lihat azimos), imam yang menikah di paroki-paroki (lihat selibat), peran penting bagi diakon dalam peribadatan, dan mementingkan monastisisme. Tidak seperti kebanyakan Gereja Barat, mayoritas ibadat-ibadat umat Kristiani Timur dilantunkan bukan didaraskan. Seturut tradisi, umat tetap berdiri selama ibadat berlangsung, dan sebuah ikonostasis berdiri sebagai sekat pemisah antara ruang suci dan seluruh bagian lain gedung Gereja. Umat sangat aktif dalam ibadat, mereka kerap membungkuk dan bersujud, dan leluasa berpindah tempat dalam gedung Gereja selama ibadat berlangsung.

Kitab Suci berperan penting dalam peribadatan Bizantium, bukan saja ada bacaan-bacaan harian melainkan juga terdapat banyak kutipan dari Alkitab selama ibadat berlangsung. Seluruh Psalterium dilantunkan tiap pekan, dan dua kali sepekan selama Puasa Besar.

Aturan-aturan berpuasa lebih ketat daripada di Barat. Pada hari-hari puasa, umat tidak saja berpantang daging, tetapi juga berpantang telur, dan susu serta hasil-hasil olahannya. Pada banyak hari puasa mereka juga berpantang ikan, anggur dan minyak untuk memasak. Ritus Konstantiopel menjalankan empat masa puasa: Puasa Besar, Puasa Natal, Puasa Para Rasul, dan Puasa Dormisi. Selain itu, hampir setiap hari Rabu dan Jumat selama setahun merupakan hari-hari puasa. Banyak biara juga menjadikan hari Minggu sebagai hari puasa.

Sejarah

Ada dua tradisi liturgi purba yang menjadi sumber semua Ritus Timur (serta Ritus Galika di Barat), yaitu Ritus Aleksandria di Mesir dan Ritus Antiokhia di Suriah. Kedua ritus ini bersumber langsung dari tata cara peribadatan Gereja Purba. Ritus Konstantinopel sendiri bersumber dari Ritus Antiokhia. Sebelum keuskupan Konstantinopel ditingkatkan menjadi Patriarkat oleh Konsili Konstantinopel Pertama pada 381, yurisdiksi tertinggi di Asia Kecil adalah Patriarkat Antiokhia. Setelah konsili tersebut mengangkat Keuskupan Konstantinopel ke jenjang primasi di Timur, dengan kalimat "Uskup Konstantinopel ... akan memiliki prerogatif kehormatan setelah Uskup Roma; karena Konstantinopel adalah Roma Baru",[1] Ritus Konstantinopolitan lama-kelamaan menjadi standar tata cara peribadatan di semua tempat yang berada di bawah yurisdiksinya.

Fresko Basil Agung di katedral Ohrid. Santo ini digambarkan sedang mengkonsekrasi persembahan dalam Liturgi Suci yang dinamakan menurut namanya.


Tradisi Gereja Konstantinopel menisbatkan Liturgi Suci tertua dari dua Liturgi Suci utamanya pada St. Basil Agung (wafat 379), Metropolitan Kaisarea di Kapadokia. Penisbatan ini dikukuhkan oleh kesaksian para penulis kuna yang beberapa di antaranya sezaman dengan St. Basil Agung.[2][3][4] Yang pasti adalah bahwa St. Basil mereformasi liturgi Gerejanya, dan bahwa tata peribadatan Bizantium yang dinamai menurut namanya itu mencerminkan liturgi yang telah direformasinya pada bagian-bagian utama, meskipun telah banyak dimodifikasi sejak masa zamannya.[5] St. Basil sendiri pada beberapa kesempatan berbicara mengenai perubahan-perubahan yang dibuatnya dalam tata peribadatan Kaisarea,[6][7] dan kesaksian-kesaksian lain dari orang-orang sezamannya meneguhkan hal itu. Tujuan Basil adalah menjadikan ibadat terasa mengalir sehingga lebih kohesif dan menarik bagi umat beriman. Dia juga berupaya mereformasi para rohaniwan dan memperbaiki moral hidup umat Kristiani. Dia mempersingkat ibadat-ibadat dan menyusun sejumlah doa. Karya terpenting yang dinisbatkan padanya adalah Liturgi Suci St. Basil. Dasarnya adalah Liturgi St. Yakobus yang dirayakan di wilayah Kapadokia semasa hidupnya, juga beberapa unsur liturgi yang termaktub dalam Konstitusi-Konstitusi Apostolik.[5] Seiring berlalunya waktu, Liturgi Santo Basil makin meluas penggunaannya di Asia Kecil dan Suriah. Petrus Diakon mencatat bahwa Liturgi Basil "digunakan di hampir seluruh daerah Timur".[5]

Karya liturgi Santo Basil dilanjutkan oleh Yohanes Krisostomus (wafat ± 407), Patriark Konstantinopel. Dia menyusun doa-doa baru (dan lebih singkat) untuk Liturgi Suci, serta doa-doa lain. Liturgi Suci St. Yohanes Krisostomus adalah bentuk umum dari liturgi yang digunakan dalam Ritus Konstantinopolitan, dan khotbah-khotbah pengajarannya menjadi bagian penting dalam Vigil Paskah Bizantium.

Liturgi terus berkembang, terutama di Konstantinopel dan Gunung Athos. Monastisisme berperan penting dalam perkembangan ritual tersebut. Di Konstantinopel, karya biara rahib-rahib Studion sangat memperkaya tradisi liturgi, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan Puasa. Ikonografi terus berkembang sehingga terbit sebuah kanon mengenai pola-pola ikon tradisional yang masih memengaruhi seni rupa religius Timur sampai hari ini.

Berkembang pula dua tradisi yang berbeda: "Ritus Katedral", yang mendapat pengaruh kuat dari ritual istana Bizantium dan pertemuannya dengan liturgi di Gereja Agung Hagia Sophia di Konstantinopel, serta "Ritus Biara" yang bertumbuh dalam biara-biara besar di Timur. Pada akhirnya kedua tradisi berbeda ini berbaur dan menyatu menjadi ibadat-ibadat seperti yang ada saat ini.

Peristiwa-peristiwa bersejarah juga memengaruhi perkembangan liturgi. Kontroversi-kontroversi hebat seputar Kristologi dan Trinitas menjelang abad pertengahan dicerminkan dalam puji-pujian kepada Tritunggal Maha Kudus dalam banyak ekfonesis yang dilantunkan sepanjang peribadatan. Sebagai tanggapan atas serangan Nestorius terhadap pemberian gelar Theotokos kepada Santa Perawan Maria, umat Bizantium memperbanyak penggunaan istilah tersebut dalam liturgi, sehingga saat ini hampir semua kidung diakhiri dengan satu bait pujian kepada Sang Theotokos, yang disebut Theotokion.

Perlu diketahui bahwa baik Liturgi Basil maupun Liturgi Yohanes Krisostomus yang dikenal saat ini, tidak sama persis dengan Liturgi yang dirayakan semasa hidup mereka. Semua ritus liturgi berubah dan berkembang dari masa ke masa. Saat orang-orang kudus baru dimuliakan (dikanonisasi), diciptakanlah kidung-kidung pujian baru; saat muncul kebutuhan-kebutuhan baru, disusunlah doa-doa baru. Ritus Bizantium menjadi kaya karena fakta bahwa Kristianitas Timur tidak terlalu tersentralisasi seperti Kristianitas Barat. Keadaan ini mengizinkan timbulnya banyak variasi, dan tatkala warga-warga Gereja yang satu berkunjung ke Gereja yang lain, terjadilah pertukaran budaya secara alami yang memperkaya kedua belah pihak. Meskipun sangat menitikberatkan tradisi, Ritus Bizantium merupakan sebuah ritus yang terus-menerus tumbuh dan berkembang, sambil memberi ruang bagi tata cara peribadatan lokal.

Ibadat harian

Dalam Ritus Bizantium, ibadat harian dilantunkan. Ibadat tersebut memperlihatkan pengaruh peribadatan Bait Allah di Yerusalem, puisi klasik, Himnografi Bizantium, spiritualitas monastik, dan ritual kalangan istana kekaisaran, yang diserapnya dalam perkembangannya selama berabad-abad. Banyaknya jumlah ibadat dan naskah liturgi yang digunakan menjadikan Ritus Bizantium sebagai salah satu tradisi liturgi terkaya dalam Agama Kristen.

Satu siklus ibadat harian terdiri atas:

  • Vesper (dilantunkan saat matahari terbenam, yakni saat bermulanya satu hari liturgi, mengikuti tradisi Yahudi kuna)
  • Completorium (ibadat terakhir menjelang tidur)
  • Ibadat Tengah Malam (ibadat biara yang dilantunkan pada tengah malam, atau dini hari)
  • Matin (ibadat pagi-dan terpanjang—yang menurut tradisi berakhir saat matahari terbit)
  • Prima (dilantunkan saat matahari terbit)
  • Tertia (dilantunkan pada jam ketiga—sekitar pukul 9:00 pagi)
  • Sexta (dilantunkan pada tengah hari)
  • Nona (dilantunkan pada jam kesembilan—sekitar pukul 3:00 petang)

Liturgi Suci tidak termasuk dalam ibadat harian karena dianggap berada di luar waktu.

Pada hari-hari besar dalam Tahun Liturgi serta hari-hari peringatan orang kudus tertentu (dan pada tiap Sabtu malam dalam tradisi Slavia) diadakan ibadat khusyuk yang disebut Vigil Semalaman, yang menggabungkan Vesper, Matin, dan Prima beberapa tambahan khusus menjadi satu ibadat yang panjang.

Semua ibadat tersebut merupakan ibadat berjamaah. Selain ibadat harian, terdapat pula doa-doa pagi dan doa-doa malam, sejumlah ibadat devosi, seperti Akatis, Kanon, Moleben, Panikida, dan lain-lain, yang merupakan ibadat perorangan yang dilakukan secara pribadi atau dilaksanakan untuk satu orang atau satu kelompok, bukannya untuk seluruh Gereja setempat. Doa pribadi yang terpenting adalah Doa Yesus (Doa Hati) beserta seluruh tradisi Hesikastis yang timbul darinya.

Kalender

Siklus-tetap dari tahun liturgi dimulai pada 1 September. Ada pula siklus-bergerak (Siklus Paskah) yang ditetapkan sesuai penentuan tanggal Paskah, yakni hari terpenting dalam setahun. Silang-menyilang antara dua siklus ini, diimbuhi beberapa siklus yang lebih kecil memengaruhi tata-cara peribadatan dari hari ke hari sepanjang satu tahun.

Menurut tradisi, Gereja-Gereja Ortodoks Timur dan Katolik Bizantium mempergunakan Kalender Julian dalam perhitungan tanggal-tanggal hari raya mereka. Sejak 1924 Patriarkat Konstantinopel melakukan penyesuaian pada tahun liturginya guna menyelaraskan siklus tetapnya dengan Kalender Gregorian yang moderen. Akan tetapi siklus Paskah tetap dihitung berdasarkan Kalender Julian. Kalender penyesuaian ini dikenal sebagai Kalender Julian Revisi. Tindakan Konstantinopel diteladani oleh Gereja Yunani serta sejumlah Gereja otokefalus. Kini beberapa Gereja terus mengikuti Kalender Julian sementara yang lain mengikuti Kalender Julian Revisi. Hanya Gereja Ortodoks Finlandia yang telah mengadopsi perhitungan Paskah ala Barat(lihat computus); semua Gereja Ortodoks lainnya, dan sejumlah Gereja Katolik Timur merayakan Paskah pada waktu yang sama, seturut aturan kuna.

Daftar Gereja-Gereja dari tradisi liturgi Bizantium

Gereja-Gereja Ortodoks Timur

Katedral Ortodoks Rusia Tritunggal Maha Kudus, Chicago.
Hanya Gereja-Gereja otokefalus (swa-kepala) yang terdaftar; Gereja-Gereja otonom dianggap berada di bawah Gereja induk mereka. Gereja-Gereja yang mengikuti Kalender Julian secara ekslusif ditandai dengan *, yang tidak sepenuhnya mengikuti Kalender Julian ditandai dengan (*).

Gereja-Gereja Katolik-Yunani

Gereja-Gereja partikular ini dipandang sebagai Gereja-Gereja sui iuris (otonom) dalam persekutuan penuh dengan Tahta Suci

Referensi

  1. ^ Konsili Konstantinopel Pertama, Kanon III
  2. ^ Gregorius Nazianzus (wafat 390), "euchon diataxis -- Orasi XX", dalam Jacques Paul Migne, Patrologia Graecae, XXXV, 761, Paris: Imprimerie Catholique 
  3. ^ Gregorius dari Nisa (wafat ± 395), "Hierourgia, In laudem fr. Bas.", dalam Jacques Paul Migne, Patrologia Graecae, XLVI, 808, Paris: Imprimerie Catholique 
  4. ^ Proklus dari Konstantinopel (wafat 446), "De traditione divinæ Missæ", dalam Jacques Paul Migne, Patrologia Graecae, XLV, 849, Paris: Imprimerie Catholique 
  5. ^ a b c Fortescue, Adrian (1908), "The Rite of Constantinople", [[The Catholic Encyclopedia]], IV, New York: Robert Appleton Company, diakses tanggal 2007-12-15  Konflik URL–wikilink (bantuan)
  6. ^ Basil dari Kaisarea, "Epistola CVII", dalam Jacques Paul Migne, Patrologia Graecae, XXXII, 763, Paris: Imprimerie Catholique 
  7. ^ Basil dari Kaisarea, "Orasi XX", dalam Jacques Paul Migne, Patrologia Graecae, XXXV, 761, Paris: Imprimerie Catholique 

Daftar pustaka

  • Robert F. Taft, The Byzantine Rite. A Short History. Liturgical Press, Collegeville 1992, ISBN 0-8146-2163-5
  • Hugh Wybrew, The Orthodox Liturgy. The Development of the Eucharistic Liturgy in the Byzantine Rite, SPCK, London 1989, ISBN 0-281-04416-3
  • Hans-Joachim Schulz, Die byzantinische Liturgie : Glaubenszeugnis und Symbolgestalt, 3., völlig überarb. und aktualisierte Aufl. Paulinus, Trier 2000, ISBN 3-7902-1405-1
  • Robert A. Taft, A History of the Liturgy of St John Chrysostom, Pontificio Istituto Orientale, Roma 1978-2008 (6 jilid).

Lihat pula

Ritus-ritus liturgi Timur lainnya:

Pranala luar