Kaldera

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Citra Landsat dari Danau Toba, di Sumatra. Kubah yang timbul kembali membentuk Pulau Samosir. (panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, kaldera terbesar kelas dunia)
Gambar Santorini dari udara.

Kaldera adalah fitur vulkanik yang terbentuk dari jatuhnya tanah setelah letusan vulkanik. Contoh di Indonesia adalah Danau Toba yang berawal dari letusan gunung purba. Kaldera sering tertukar dengan kawah vulkanik. Kata "kaldera" berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya wajan.

Pada tahun 1815, seorang ahli geologi Jerman Leopold van Buch mengunjungi kaldera Las Cañadas dari Teide di Tenerife, dan Kaldera de Taburiente di La Palma, keduanya di Kepulauan Canaria. Ketika catatannya dipublikasikan, ia memperkenalkan istilah caldera kedalam perbendaharaan kata geologi.

Pembentukan kaldera[sunting | sunting sumber]

Contoh pembentukan kaldera, gambar menunjukkan garis waktu meletusnya gunung Mazama
Animasi eksperimen penggambaran pembentukan kaldera dalam kotak berisi tepung

Keruntuhan permukaan terjadi karena kosongnya kantung magma di bawah gunung berapi, biasanya terjadi karena gunung meletus. Jika cukup banyak magma dikeluarkan, kantung magma yang kosong tidak bisa mendukung berat struktur gunung berapi di atasnya. Patahan melingkar berbentuk cincin terbentuk di sekililing kantung magma. Patahan cincin juga menjadi pemicu keluarnya isi magma lain melalui jalan keluar sekeliling puncak gunung berapi. Dengan kosongnya kantung magma, bagian tengah gunung api mulai runtuh. Runtuhnya gunung bisa berupa satu letusan dahsyat atau sebuah seri letusan. Luas bagian yang runtuh bisa ratusan atau ribuan kilometer besarnya.

Kaldera karena letusan[sunting | sunting sumber]

Jika magma kaya dengan silika, kaldera biasanya terisi dengan ignimbrit, tuff, riolit, dan batuan beku lainnya. Magma yang kaya silika memiliki viskositas/kelekatan yang tinggi sehingga tidak bisa mengalir dengan mudah seperti basal. Sebagai akibatnya, gas-gas cenderung terjebak dengan tekanan tinggi di dalam magma. Ketika magma mendekati permukaan Bumi, tersingkirnya beban yang demikian cepat dari tumpukan material di atasnya membuat tekanan gas yang terjebak berkurang dengan cepat, berakibat pada letusan yang merusak magma dan menyebarkan debu vulkanik ke daerah yang luas. Lava dari kaldera yang meletus disebut A'a (dari Bahasa Hawaii). Lava yang mengalir juga masih bisa meletup.

Jika kegiatan vulkanik berlanjut, bagian tengah kaldera bisa naik dan membentuk kubah baru seperti yang terlihat di Cerro Galán, Danau Toba, Yellowstone, dan sebagainya, sebagai akibat keluarnya magma. Sebuah kaldera yang kaya silika atau yang membentuk kubah baru bisa meletus dengan ratusan atau bahkan ribuan kilometer kubik material pada satu kali letusan. Bahkan, kaldera kecil pun bisa menjadi letusan seperti Krakatau pada 1883 atau Gunung Pinatubo pada 1991, berakibat pada kerusakan sekitar dan tercatat menurunkan suhu udara di seluruh permukaan Bumi. Kaldera yang lebih besar tentunya berakibat yang lebih dahsyat lagi.

Ketika Kaldera Yellowstone terakhir meletus sekitar 640.000 tahun lalu, terlepas material sekitar 1.000 km³ (sesuai ukuran dense rock equivalent (DRE)), menutup sebagian besar Amerika Utara sampai 2 meter dengan debu dan material vulkanik. Sebagai perbandingan ketika Gunung St. Helens meletus pada 1980, melepaskan kira-kira 1,2 km³ (DRE). Dampak ekologis dari letusan kaldera bisa dilihat dari catatan meletusnya Danau Toba di Indonesia.

Danau Toba[sunting | sunting sumber]

Sekitar 75.000 tahun lalu, gunung api Indonesia ini melontarkan sekitar 2.800 km³ material letusan, terbesar yang pernah diketahui di Periode Kuarter (dari 1,8 juta tahun lalu) dan kemungkinan letusan terbesar sejak 25 juta tahun lalu. Di akhir 1990-an antropologis Stanley Ambrose[1] menyimpulkan bahwa musim dingin vulkanis yang terjadi karena letusan ini mengurangi populasi manusia menjadi sekitar 2.000—20.000 orang saja yang bisa bertahan hidup, menghasilkan leher botol populasi (lihat Teori bencana Toba). Kemudian ahli genetika, termasuk Lynn Jorde and Henry Harpending menyimpulkan bahwa manusia berkurang hingga hanya 5.000—10.000 orang.[2] Kemungkinan pendapat para tokoh itu benar, fakta berbicara bahwa ras manusia hampir punah sekitar 75.000 tahun lalu.

Pembentukan kaldera karena letusan yang diketahui, khususnya Kaldera La Garita di Pegunungan San Juan Colorado, di mana 5.000 km³ Fish Canyon Tuff terlontar dalam satu letusan hebat sekitar 27,8 juta tahun lalu. Pada beberapa titik dalam skala waktu geologis, kaldera riolitik telah muncul dalam kelompok yang berbeda. Sisa-sisa kelompok tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat seperti Pegunungan San Juan Colorado (meletus dalam Periode Tersier) atau Saint Francois Mountain Range di Missouri (meletus selama Proterozoikum).

Foto satelit puncak kaldera di pulau Fernandina di kepulauan Galapagos.

Kaldera bukan karena letusan[sunting | sunting sumber]

Beberapa gunung api, seperti gunung api perisai Kīlauea dan Mauna Loa masing-masing yang paling besar dan aktif di Bumi, keduanya di pulau Hawaii, membentuk kaldera dengan model yang berbeda. Magma yang mengalir di kedua gunung api ini bersifat basal dengan kandungan silika yang rendah. Sebagai akibatnya, magma tidak terlalu kental dibanding magma gunung api riolit, dan kantung magma kosong karena lava yang mengalir dibanding karena letusan. Sebagai akibatnya, kaldera yang terbentuk dikenal sebagai kaldera susutan, terbentuk bertahap dibanding kaldera karena letusan. Sebagai contoh, kaldera pulau Fernandina runtuh pada tahun 1968, ketika sebagian dari dasar kaldera turun 350 meter.[3] Kaldera Kilauea memiliki kawah dalam yang dikenal sebagai Halema‘uma‘u, yang umumnya terisi dengan danau lava. Kaldera Taburiente dan Caldereta, keduanya di pulau La Palma (Kepulauan Canaria), adalah kaldera yang kosong karena aliran sungai lava sekitar 500.000 tahun lalu.

Kaldera di Luar Bumi[sunting | sunting sumber]

Sejak awal 1960-an telah diketahui bahwa kegiatan vulkanik juga terjadi di planet lain dan bulan. Melalui penggunaan pesawat angkasa berawak dan tidak berawak, kegiatan vulkanik ditemukan di Venus, Mars, Bulan, dan Io, sebuah satelit Planet Jupiter. Tidak satu pun dari dari benda langit ini memiliki tektonika lempeng, yang mana di Bumi sekitar 60% kegiatan vulkanik dari pergeseran tektonika lempeng (sisa 40% adalah gunung berapi) (Wilson 2008). Struktur kaldera adalah mirip di semua benda planet ini meski ukurannya berbeda-beda. Rata-rata kaldera Venus adalah 68 km. Rata-rata kaldera Io mendekati 40 km, dan Bulan adalah 6 km. Kaldera terbesar di Io adalah Tvashtar Paterae dengan diameter 290 km. Rata-rata kaldera di Mars adalah 48 km, lebih kecil dari Venus. Kaldera di Bumi adalah yang paling kecil dari semua planet yang diketahui mulai dari 1.6 sampai terbesar 80 km.[4]

Bulan[sunting | sunting sumber]

Permukaan Bulan memiliki cangkang batu kristalin dengan ketebalan beberapa kilometer, yang terbentuk dengan cepat. Kawah-kawah di bulan bertahan lama melewati waktu dan diduga merupakan hasil dari kegiatan vulkanik luar biasa. Namun, sebagian terbentuk oleh jatuhan meteor. Pembentukan dimulai sejak ratusan juta awal Bulan terbentuk. Sekitar 500 juta tahun kemudian, kerak Bulan bisa meleleh karena peluruhan elemen radioaktif. Letusan besar umumnya terjadi di bagian bawah kawah hasil tumbukan. Selain itu, letusan juga mungkin terjadi karena ada cadangan magma di dasar kerak. Pembentukan kubah, kemungkinan sama dengan sistem gunung berapi di mana umumnya kaldera terbentuk.[5]

Mars[sunting | sunting sumber]

Aktivitas vulkanik di Mars terpusat di dua daerah, Tharsis dan Elysium. Setiap daerah memiliki beberapa deret gunung api perisai yang sama dengan yang bisa dilihat di Bumi dan kemungkinan sebagai hasil dari mantel titik panas. Permukaannya didominasi aliran lava dan semuanya memiliki satu atau lebih runtuhan kaldera.[5]

Venus[sunting | sunting sumber]

Karena tidak ada lempeng tektonik di Venus, panas hanya keluar karena konduksi dengan lithosfer. Hal ini menyebabkan aliran lava yang luar biasa besar, meliputi 80% permukaan Venus. Banyak gunung adalah gunung api perisai dengan diameter antara 150—400 km dan 2—4 kilometer tingginya. Lebih dari 80 gunung api perisai ini memiliki puncak kaldera rata-rata 60 kilometer lebarnya.[5]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Stanley Ambrose page at University of Illinois at Urbana-Champaign
  2. ^ Supervolcanoes, BBC2, 3 Februari 2000
  3. ^ "Fernandina: Photo". Global Volcanism Program. Institusi Smithsonian. 
  4. ^ Gudmundsson, A (2008). Magma-Chamber Geometry, Fluid Transport, Local Stresses, and Rock Behavior During Collapse Caldera Formation. In Gottsmann J. & Marti, J (Ed. 10) Caldera Volcanism: Analysis, Modeling, and Response (314-346) Elsener, Amsterdam, The Netherlands
  5. ^ a b c Wilson, E & Wilson, L (2008). Volcanism on Other Planets. In Fundamentals of Physical Volcanology (190-212) Malden, MA

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • (Inggris) Clough, C. T; Maufe, H. B. & Bailey, E. B; 1909. "The cauldron subsidence of Glen Coe, and the Associated Igneous Phenomena". Quarterly Journal of the Geological. Society. 65, 611-678.
  • (Inggris) Kokelaar, B. P; and Moore, I. D; 2006. Glencoe caldera volcano, Scotland. ISBN. 0852725252. Pub. British Geological Survey, Keyworth, Nottinghamshire. There is an associated 1:25000 solid geology map.
  • (Inggris) Lipman, P; 1999. "Caldera". In Haraldur Sigurdsson, ed. Encyclopedia of Volcanoes. Academic Press. ISBN 0-12-643140-X
  • (Inggris) Williams, H; 1941. Calderas and their origin. California University Publ. Geol. Sci. 25, 239-346.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]