Elektrode

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Elektrode adalah penghantar listrik yang terhubung dengan larutan elektrolit dari sebuah rangkaian listrik. Dalam suatu sel elektrokimia, elektrode dapat berperan sebagai anode ketika proses oksidasi maupun katode ketika proses redoks. Peran elektrode sebagai anode dan katode ditentukan oleh nilai tegangan listrik yang diberikan pada sel elektrokimia.[1] Jenis penghubung elektrode antara lain ialah semikonduktor, elektrolit atau hampa udara.[butuh rujukan] Kata 'elektrode" diciptakan oleh ilmuwan bernama Michael Faraday dari bahasa Yunani elektron yang berarti amber, dan hodos yang berarti sebuah cara.[butuh rujukan]

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Anode dan katode[sunting | sunting sumber]

Elektrode dalam sel elektrokimia dapat disebut sebagai anode atau katode, kata-kata yang juga diciptakan oleh Michael Faraday. Anode ini didefinisikan sebagai elektrode tempat elektron datang dari sel elektrokimia dan oksidasi terjadi, dan katode didefinisikan sebagai elektrode tempat elektron memasuki sel elektrokimia dan redoks terjadi. Setiap elektrode dapat menjadi sebuah anode atau katode tergantung dari tegangan listrik yang diberikan ke sel elektrokimia tersebut. Elektrode bipolar adalah elektrode yang berfungsi sebagai anode dari sebuah sel elektrokimia dan katode bagi sel elektrokimia lainnya.[butuh rujukan]

Pengukuran potensial aksi[sunting | sunting sumber]

Elektrode dapat memindahkan penyaluran ion menuju ke penyalur elektron, sehingga dapat digunakan untuk mengukur potensial aksi. Bahan pembuatan elektroda dalam kegunaan ini berupa logam. Jenis logam yang dipakai ialah tembaga dan perak. Cairan tubuh manusia yang berperan sebagai elektrolit akan menimbulkan beda potensial ketika bersentuhan dengan elektrode berbahan perak dan tembaga. Elektrode berbahan tembaga dihubungkan ke tangan manusia sebagai jalur masuk elektron, sementara alat pengukur potensial aksi dihubungkan ke elektrode berbahan perak. Nilai pengukuran yang diperoleh merupakan nilai yang sama dari hasil pengaliran elektron di elektrode berbahan perak.[2] Pengukuran potensial aksi ini memerlukan nilai tegangan listrik yang sangat kecil hingga mendekati nilai 0 Volt. Pada pengukuran potensial aksi bagi pasien, bahan pembuatan elektrode harus steril dan tidak mengandung racun. Dua jenis bahan yang umum dipakai adalah perak yang dilapisi dengan perak klorida yang sangat tipis lapisannya.[3]

Bentuk[sunting | sunting sumber]

Elektrode jarum[sunting | sunting sumber]

Elektrode jarum merupakan elektrode berukuran dan berbentuk seperti jarum. Bahan pembuatan elektrode jarum adalah baja nirkarat. Bahan ini dirancang sedemikan rupa sehingga dapat menghantarkan listrik. Penggunaan elektro jarum adalah pada pengukuran gerakan motor unit tunggal.[3]

Elektrode mikropipet[sunting | sunting sumber]

Elektrode mikropipet terbuat dari bahan kaca dan berbentuk pipet. Pembentukannya dilakukan bersamaan dengan proses pemanasan pipa dan penarikan secara cepat lalu ujungnya dipotong. Ketebalan elektrode mikropipet tidak melebihi 0,5 mikrometer. Bagian dalam pipet diisi dengan dengan kawat perak yang menghubungkan sel dengan elektrode serta menyalurkan potensial. Di bagian ujung kapiler terdapat elektroda yang terbuat dari larutan elektrolit. Nilai minimal dari hambatan listrik pada elektrode mikropipet adalah 10 MΩ. Kegunaan utama dari elektrode mikropipet sebagai alat ukur dalam pengukuran bioelektromagnetisme.[4]

Elektrode permukaan kulit[sunting | sunting sumber]

Elektrode permukaan kulit terbuat dari logam nirkarat. Jenis logam yang dapat digunakan dalam pembuatannya antara lain perak, nikel atau campuran keduanya. Elektrode permukaan kulit yang berbentuk pelat telah digunakan sejak tahun 1917 M. Pemakainnya untuk pertama kali sebagai alat ukur potensial listrik elektrokardiogram. Pada awalnya, bagian permukaan kulit manusia yang akan bersentuhan dengan elektrode diolesi dengan larutan garam fisiologi. Pada perkembangan berikutnya, larutan garam fisiologi diganti dengan pasta yang berfungsi sebagai elektrolit.[4]

Bahan[sunting | sunting sumber]

Perak-Perak klorida[sunting | sunting sumber]

Pembuatan elektrode dengan bahan perak dan perak klorida ditujukan untuk memperoleh kepekaan terhadap ion klorida. Dalam pembuatan elektrode, perak menjadi bahan utama pembuatan kawat penghantar listrik, sementara perak klorida hanya menjadi bahan pelapis kawat. Larutan kimia yang berperan sebagai elektrolitnya ialah kalium klorida. Elektrode yang dibuat dengan bahan perak-perak klorida mempunyai beda potensial sebesar 0,205 Volt pada suhu 25oC. Sebagian besar laboratorium memilih menggunakan elektrode berbahan perak-perak klorida karena kedua bahan ini mudah diperoleh.[5]

Kalomel[sunting | sunting sumber]

Kalomel merupakan hasil perpaduan antara unsur raksa sebagai bahan utama dengan lapisan raksa, raksa klorida dan kalium klorida. Sebagian besar laboratorium memilih menggunakan elektrode berbahan kalomel karena pemeliharaan yang mudah. Selain itu, elektrode berbahan kalomel tidak mempengaruhi nilai potensialnya meskipun mengandung klorida. Elektrode yang dibuat dengan bahan kalomel mempunyai beda potensial sebesar 0,244 Volt pada suhu 25oC. Deteksi larutan terjadi ketika larutan berada dalam keadaan saturasi.[6]

Emas[sunting | sunting sumber]

Emas dapat digunakan secara langsung sebagai elektrode. Sifat kimia emas tidak berpengaruh sama sekali terhadap elektrolit sehingga dapat langsung saling bersentuhan.[6]

Pengelompokan[sunting | sunting sumber]

Dalam potensiometri, elektrode secara umum dibagi menjadi elektrode referensi dan elektrode indikator. Elektrode referensi selalu berperan sebagai anode dalam larutan elektrolit.[7] Jenis elektrode referensi dibedakan berdasarkan bahan pembuatannya. Secara umum, terdapat tiga jenis elektrode referensi yaitu elektrode perak-perak klorida, elektrode kalomel, dan elektrode emas.[8]. Sementara itu, elektrode indikator digunakan untuk mengetahui perubahan konsentrasi ion analit atau kelompok ion. Tidak ada elektrode indikator yang mutlak menanggapi secara cepat dan digunakan berulang-ulang dalam pengukuran konsentrasi. Elektrode indikator terbagi menjadi dua jenis yang dibedakan berdasarkan tingkat kepekaannya, yaitu elektrode logam dan elektrode membran. Elektrode logam dapat dibedakan menjadi elektrode jenis pertama, elektrode jenis kedua dan elektrode redoks non-reaktif.[6]

Elektrode jenis pertama merupakan elektrode logam yang menghasilkan kation dalam keadaan kesetimbangan kimia. Sementara elektrode jenis kedua membentuk kesetimbangan berdasarkan kepada konsentrasi anion. Kesetimbangan pada elektrode jenis kedua ditentukan oleh kestabilan antara endapan atau kelompok ion dengan ion pada elektrode logam. Sementara elektrode redoks non-reaktif terbuat dari bahan logam mulia. Perannya sebagai elektrode indikator yang bereaksi pada keadaan redoks. Elektrode redoks non-reaktif dapat terbuat dari platina, emas atau paladium.[9] Elektrode logam jenis pertama dipilih sesuai dengan pembentukan logam melalui reaksi ion logamnya.[10] Sementara itu, bahan pembuatan elektrode jenis kedua menggunakan jenis logam yang mampu menghasilkan garam yang pelarutannya sangat sulit.[11]

Sementara itu, elektrode membran terbagi menjadi dua, yaitu elektrode selektif ion dan elektrode selektif molekuler. Perbedaan keduanya terletak pada target selektivitas. Elektrode selektif ion menanngapai spesi ion. Bagian elektrode selektif ion terbagi menjadi elektrode membran kristal dan elektrode membran non-kristal. Sedangkan elektrode selektif molekuler menanggapi molekul analit. Susunan elektrode selektif molekuler terbagi menjadi elektrode pendeteksi gas dan elektrode dengan substrat enzim.[9] Bahan pembuatan membran dapat berupa kaca, membran padat, membran cair dan membran tambahan.[12]

Daya guna[sunting | sunting sumber]

Daya guna elektrode meliputi waktu tanggap dan usia pemakaian dari elektrode. Waktu tanggap elektrode merupakan lamanya waktu yang diperlukan oleh elektrode untuk memberikan nilai pengukuran berupa harga potensial yang stabil terhadap elektrolit. Periodenya dimulai sejak elektrode pertama kali menyentuh elektrolit. Elektrode masih dianggap baik ketika waktu tanggapnya terhitung cepat. Sementara itu, usia elektrode merupakan usia pemakaian layak dari suatu elektrode. Usia elektrode ditentukan oleh waktu tanggap. Elektrode masih dikategorikan dalam usia pakai ketika masih mampu mengukur besaran fisika yang utama. Usia elektroda yang lama menunjukkan bahwa elektroda tersebut memiliki kualitas pemakaian yang bagus.[13]

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]

Elektrokoagulasi[sunting | sunting sumber]

Air tanah umumnya mempunyai limbah dengan unsur logam dan mineral. Keberadaan mineral dan logam di dalam air tanah bersifat membahayakan kesehatan organ tubuh manusia, khususnya hati, ginjal dan saraf. Jenis logam yang umumnya mencemari air tanah ialah mangan, magnesium, besi dan kalsium. Pembersihan air tanah ini memerlukan metode pengolahan air yang dapat mengurangi kadar logam di dalam air tanah.[14]

Elektrokoagulasi merupakan suatu kegiatan memanfaatkan energi listrik untuk mengumpulkan dan mengendapkan partikel-partikel logam di dalam air. Elektrode digunakan sebagai alat pengalir energi listrik di dalam air yang ditampung dalam wadah berbentuk akuarium. Peran air di dalam kegiatan elektrokoagulasi adalah sebagai elektrolit. Sepasang lempeng elektrode disusun secara paralel dengan jarak tertentu. Ketika elektrode dialir dengan arus searah, maka elektrode akan berpisah dari anode dan menghasilkan suatu senyawa kimia sebagai reaksi terhadap air. Sedangkan pada bagian katode terbentuk gas hidrogen. Metode elektrokoagulasi dapat menjernihkan air tanpa menggunakan zat kimia tambahan.[15] Fenomena kimia dan fisika yang ditimbulkan oleh elektrode dimaksudkan untuk menghasilkan ion yang dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air limbah.[16]

Potensiometri[sunting | sunting sumber]

Dalam potensiometri, digunakan dua jenis elektrode. Masing-masing yaitu elektrode referensi dan elektrode indikator. Kedua jenis elektrode ini dihubungkan dengan alat ukur potensiometer.[7] Elektroda referensi berperan sebagai anode, sementara elektroda indikator berperan sebagai katode. Elektrode yang dijadikan sebagai referensi harus tidak dapat dipengaruhi sama sekali oleh keberadaan analit atau ion lain di dalam larutan elektrolit. Sementara itu, elektrode indikator harus memiliki selektivitas yang tinggi terhadap analit. Keberadaan elektrode indikator berfungsi sebagai jembatan dan penghalang bertemunya komponen elektrode referensi dengan komponen analit.[17]

Potensial yang terukur oleh elektrode merupakan potensial sel. Ini dikarenakan pengukuran potensial memerlukan dua elektrode, yaitu elektrode referensi dan elektrode indikator. Nilai potensial yang terukur merupakan selisih antara potensial yang dihasilkan oleh anode melalui redoks dan potensial yang dihasilkan oleh katode melalui oksidasi.[18] Nilai potensial ion berkaitan dengan potensial elektrode. Pemakaian dua elektroda berfungsi sebagai bentuk perbandingan karena potensial elektrode tidak dapat terukur secara mutlak.[19]

Terapi[sunting | sunting sumber]

Pemasangan elektrode pada tubuh manusia dapat digunakan untuk terapi. Pemanfaatan ini diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa arah qi pada meridian manusia sama dengan arah pengaliran arus listrik. Pada kondisi sehat, qi mengalir dari potensial positif menuju ke potensial negatif. Sebaliknya, qi di bagian kanan dan kiri tubuh manusia saling berlawanan ketika dalam keadaan sakit. Pemasangan elektrode dapat mengembalikan keseimbangan posisi qi dan menyehatkan tubuh manusia. Metode yang digunakan ada dua macam yaitu pemasangan elektrode pada satu meridian dan pemasangan elektrode pada banyak meridian.[20]

Teknik akupunktur dimanfaatkan dalam menentukan titik-titik meridian yang akan dipasangi elektrode. Pada metode satu meridian, elektrode dipasang pada dua titik akupunkuntur. Ketentuannya adalah titik akupunktur dengan nomor kecil dipasangi elektrode bermuatan positif, sedangkan elektrode bermuatan negatif dipasangkan pada titik akpunktur bernomor besar. Pemasangan elektrode ini kemudian menyelaraskan arah qi sesuai dengan arah meridian. Pada dua titik meridian yang berbeda, ketentuan yang sama juga berlaku. Hal yang dilarang dalam metode terapi ini adalah memasangkan elektrode secara menyilang di dua titik meridian. Persilangan ini tidak boleh diterapkan pada meridian sisi kiri dan meridian sisi kanan secara bersamaan. Titik akupunktur yang dipasangi elektrode juga harus berjumlah genap. Metode terapi ini dapat diberlakukan untuk tonifikasi maupun sedasi. Perbedaannya hanya pada tingkat frekuensi yang digunakan. Tonifikasi dilakukan dengan frekuensi rendah, sedangkan sedasi dengan frekuensi tinggi.[20]

Pemasangan elektrode pada tubuh manusia dapat menghasilkan potensial kehidupan. Hal ini merupakan dampak dari mekanisme reaksi yang timbul pada tubuh manusia ketika dialiri arus searah. Reaksi yang timbul ialah konduksi listrik, polarisasi dielektrik dan pengaturan diri sendiri oleh sistem imun. Ion dan elektron akan mengalir melalui cairan tubuh ketika elektrode ditempelkan ke kulit manusia. Pengaliran elektron ini berlaku dalam skala sel dan dipengaruhi oleh konsentrasi muatan listrik di dalam partikel. Kondisi ini mengaktifkan perangsang yang mengakibatkan polarisasi dielektrik antara muatan positif dan muatan negatif. Di dalam sel timbul kutub ganda yang sejajar dengan arah garis gaya pada medan listrik. Hal ini kemudian menimbulkan potensial listrik yang berlawanan akibat induksi elektromagnetik dan perlawanan dengan tegangan listrik dari luar sel. Perlawanan ini kemudian mengaktifkan sistem imun seluler yang kemudian melawan beda energi listrik di dalam tubuh manusia. Potensial kehidupan kemudian terbentuk melalui reaksi energi kimia yang tersimpan di dalam energi listrik. Penyimpanan energi kimia di dalam tubuh manusia berupa biomassa.[21]

Las busur listrik[sunting | sunting sumber]

Las busur listrik menggunakan elektrode yang berselaput. Ciri khas elektrode ini adalah adanya perbedaan komposisi antara selaput elektrode dengan kawat intinya. Fluks di dalam kawat inti dibuat dengan metode pelapisan dengan teknik destrusi, teknik semprot atau teknik celup. Kawat inti elektrode las mempunyai standar ukuran yaitu ketebalan 1,5 milimeter hingga 7 milimeter. Sedangkan panjangnya berkisar antara 3,5 sentimeter hingga 4,5 sentimeter. Bahan pembuatan selaput fluks diantaranya selulosa, kalsium karbonat, titanium oksida, kaolin, kalium oksida, mangan, besi oksida, serbuk besi, besi silikon atau besi mangan. Tiap jenis elektrode dengan kegunaan yang berbeda-beda memiliki persentase campuran bahan yang berbeda-beda pula. Selaput elektrode mempunyai ketebalan antara 50-70% dibandingkan dengan diameternya. Perbedaan persentase ini menyesuaikan dengan jenis bahan pembuatan selaput elektrode.[22]

Pengelasan dapat terjadi karena selaput elektrode meleleh ketika dialiri arus listirk. Lelehan selaput elektrode menghasilkan gas karbon dioksida yang membuat cairan las dan busur listrik yang timbul dapat terlindungi dari udara di lingkungan sekitarnya. Udara luar ini mengandung oksigen dan nitrogen dan dapat merusak kekuatan mekanis dari cairan las. Perlindungan ini membuat permukaan las yang masih panas terlapisi oleh terak yang terapung dan membeku di atasnya.[22]

Secara umum, elektrode pengelasan menggunakan busur listrik dibedakan menjadi elektrode baja lunak dan elektrode baja paduan rendah. Jenis elektrode ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa jenis berdasarkan kekuatan tarik deposit, posisi pengelasan, jenis bahan selaput elektrode dan jenis arus listrik yang digunakan. Pada elektrode baja lunak, digunakan inti kawat yang sama sehingga jenisnya ditentukan oleh perbedaan bahan pembuatan selaputnya.[23]

Metode geolistrik[sunting | sunting sumber]

Di dalam metode geolistrik aktif diperlukan konfigurasi elektrode karena adanya proses injeksi arus listrik ke permukaan Bumi. Pada titik ukur dibutuhkan faktor koreksi tertentu dalam pengumpulan informasi dengan konfigurasi elektrode. Tujuan dari konfuigurasi elektrode adalah mengetahui nilai resistivitas listrik di dalam tanah dengan ketelitian pengukuran yang mendekati nilai sebenarnya. Pada konfigurasi elektrode terdapat dua jenis elektrode yaitu elektrode arus dan elektrode tegangan. Tiap metode geolistrik memerlukan sepasang elektrode arus dan elektrode tegangan. Bentuk konfigurasi untuk pengukuran adala pengaturan tata letak elektrode arus dan elektrode tegangan di dalam permukaan Bumi. Susunan elektrode membentuk lintasan lurus yang simetris untuk membentuk hubungan geometri dalam faktor koreksi.[24]

Pemilihan jenis konfigurasi elektrode pada metode geolistrik disesuaikan dengan data dan pengamatan lingkungan pengukuran. Pertimbangan utama dalam pemilihan jenis konfigurasi elektrode adalah luas lahan yang menjadi tempat pengukuran. Penanaman elektrode arus di dalam permukaan tanah bertujuan untuk mewakili keakuratan nilai hasil pengukuran. Sedangkan elektrode tegangan mewakili ketelitian pengukuran. Kedalaman penanaman disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan amperemeter dan voltmeter yang digunakan.[25]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Susilawati, dkk. 2021, hlm. 19.
  2. ^ Gabriel 1996, hlm. 215.
  3. ^ a b Gabriel 1996, hlm. 216.
  4. ^ a b Gabriel 1996, hlm. 2017.
  5. ^ Waji 2019, hlm. 38.
  6. ^ a b c Waji 2019, hlm. 39.
  7. ^ a b Waji 2019, hlm. 37.
  8. ^ Waji 2019, hlm. 38-39.
  9. ^ a b Waji 2019, hlm. 40.
  10. ^ Mulyasuryani 2018, hlm. 24.
  11. ^ Mulyasuryani 2018, hlm. 25.
  12. ^ Mulyasuryani 2018, hlm. 27.
  13. ^ Waji 2019, hlm. 45.
  14. ^ Susilawati, dkk. 2021, hlm. 1-2.
  15. ^ Susilawati, dkk. 2021, hlm. 2.
  16. ^ Susilawati, dkk. 2021, hlm. 15.
  17. ^ Waji 2019, hlm. 37-38.
  18. ^ Mulyasuryani 2018, hlm. 21.
  19. ^ Mulyasuryani 2018, hlm. 22.
  20. ^ a b Suhariningsih 2020, hlm. 23.
  21. ^ Suhariningsih 2020, hlm. 24-25.
  22. ^ a b Primahidin 2019, hlm. 25.
  23. ^ Primahidin 2019, hlm. 26.
  24. ^ Vebrianto 2016, hlm. 43.
  25. ^ Vebrianto 2016, hlm. 44.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]