Abdullah bin Zubair

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 28 April 2013 02.42 oleh Addbot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 24 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:q307665)

Abdullah bin Zubair atau Ibnu Zubair (624 - 692) (Arab:عبدالله بن الزبير ) adalah putera dari Zubair bin Awwam dan Asma binti Abu Bakar, dimana Zubair juga merupakan keponakan dari istri pertama Nabi Muhammad, Khadijah.

Diriwayatkan bahwa Asma binti Abu Bakar melahirkan Ibnu Zubair di Quba pada saat perjalanan hijrah ke Madinah. Dia merupakan muslim pertama yang lahir dalam masyarakat Islam dan hidup sampai umur 73 tahun. Menurut riwayat dari Bukhari, Rasulullah mendoakan bayi ini pada saat kelahirannya.

Biografi

Ibnu Zubair merupakan anggota dari Bani Asad. Sebagai orang muda, Abdullah berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kampanye peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, seperti Pertempuran Badar dan Pertempuran Uhud, malah di Uhud, dia termasuk salah seorang yang melindungi Muhammad pada saat kekalahan pihak muslim, dimana sahabat-sahabat yang lain melarikan diri.

Ada kisah menarik antara Abdullah bin Zubair dengan Umar bin Khaththab. cerita ini bermula ketika Umar sedang berjalan-jalan di kota Madinah. ketika itu banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan, namun ketika mereka melihat Umar, mereka lari tunggang langgang meninggalkan jalanan tersebut.

Namun ada satu anak yang tidak lari. Umar lalu mendekati anak tersebut dan bertanya, " Hai anak, kenapa kau tidak ikut lari bersama mereka ? " lalu anak kecil itu menjawab, " Kenapa aku harus lari, sedang aku tidak bersalah padamu ya Amirul mukminin.." Umar lalu menepuk-nepuk pundak anak itu,dan berkata " Sungguh suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar "

Kemudian pada masa Khulafaur Rasyidin, ia mengikuti pula berbagai kampanye pertempuran baik melawan Kekaisaran Byzantium maupun melawan Kekaisaran Sassaniyah. Dia juga bersama dengan ayahnya, Zubair bin Awwam dan Aisyah bertempur melawan Ali bin Abi Thalib pada Pertempuran Unta.

Revolusi Ibnu Zubair

Ali bin Abi Thalib

Pada umur 36 tahun, masa khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Zubair bersama dengan adik ibunya, Aisyah binti Abu Bakar, ayahnya Zubair bin Awwam serta sepupu ibunya Thalhah bin Ubaidillah mereka memberontak dan terjadilah Pertempuran Unta atau Jamal di daerah Basrah. Peperangan ini mengakibatkan hampir 20.000 orang muslimin meninggal, termasuknya ayahnya sendiri, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubadillah.[1]

Yazid

Ibnu Zubair tidak aktif dalam politik selama masa kekuasaan Muawiyah, tetapi pada masa Yazid I, ia menolak untuk berbaiat terhadap khalifah yang baru.

Setelah kematian Husain bin Ali di Pertempuran Karbala, Ibnu Zubair kembali ke Hejaz, dimana ia menyatakan dirinya sebagai khalifah yang sebenarnya, dan dia mulai membentuk pasukan. Secepatnya ia mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan mengirim seorang gubernur ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair memantapkan keuasaannya di Iraq, Selatan Arabia dan bagian terbesar Syria, serta sebagian Mesir. Ibnu Zubair memperoleh keberuntungan yang besar karena ketidakpuasan rakyat terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin Shihab, ayah dari Ibnu Shihab al-Zuhri yang kemudian menjadi cendekiawan muslim terkenal.

Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Mekkah pada tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair. Pada saat pengepungan Mekkah, Husain menggunakan ketapel, dimana peluru ketapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani Umayyah.[1]

Marwan

Hal ini mengakibatkan kekuasaan Islam terbagi menjadi dua bagian dengan dua khalifah yang berbeda, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Perang saudara Umayyah dapat disudahi, dan Mesir dan Syria diambil alih oleh Marwan I. Pemberontakan Khawarij di Iraq terhadap Ibnu Zubair pun terjadi, hal ini mengakibatkan kekuasaan Ibnu Zubair hanya dapat bertahan di Hejaz.

Abdul-Malik

Kekalahan terakhir Ibnu Zubair terjadi di ketika kekhalifahan Umayyah dipegang oleh Abdul-Malik, dimana Abdul-Malik mengirim Hajjaj bin Yusuf untuk menggabungkan kekaisaran Islam. Hajjaj memerintahkan pengepungan terhadap Mekkah, pusat kekuasaan Ibnu Zubair saat itu, selama 8 bulan dan 17 hari dengan terus melemparkan bola api melalui ketapel, yang membakar tutup Ka'bah dan kayu-kayu penyangga, Ibnu Zyubair tertangkap dan dibunuh oleh Hajjaj bin Yusuf pada tanggal 17 Jumadil Awwal 73 H atau 4 Oktober 692. Leher Ibnu Zubair dipenggal dan kepalanya dikirim sebagai hadiah kepada khalifah Abdul-Malik di Damaskus dan tubuhnya disalib. Hal ini mengembalikan kekuasaan Bani Umayyah terhadap seluruh daerah kekuasaan Islam.[1]

Asma binti Abu Bakar

Diriwayatkan bahwa Asma binti Abu Bakar, ibu dari Ibnu Zubair yang pada saat itu berumur 100 tahun menyaksikan pemenggalan dan penyaliban badan Ibnu Zubair, kemudian ibunya membawa mayat anaknya tersebut kembali seorang diri ke Madinah dan dikuburkan di sana.[1]

Referensi

Sumber

  1. ^ a b c d HASHEM, O.; Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail. Jakarta: Ufuk Press, 2006. ISBN 979-3330-08-2

Lihat pula

Pranala luar