Evolusi manusia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor-alih
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor
Baris 25: Baris 25:
Evolusi yang terjadi pada panggul yang menjadi lebih pendek dan saluran lahir yang menjadi lebih kecil terjadi sebagai syarat bipedalisme yang berefek signifikan pada proses kelahiran manusia modern, yang mana jauh lebih sulit dibandingkan primata lainnya. Selama kelahiran manusia, karena variasi ukuran daerah panggul, kepala janin harus berada dalam posisi melintang (dibandingkan dengan ibu) selama melintasi saluran kelahiran dan berputar sekitar 90 derajat saat keluar.{{sfn|Trevathan|2011|p=[https://books.google.com/books?id=Potlqpl-jxgC&pg=PA20 20]}} Saluran kelahiran yang lebih kecil menjadi faktor pembatas untuk peningkatan ukuran otak pada manusia purba dan mendorong periode kehamilan yang lebih pendek yang mengarah pada ketidakdewasaan relatif pada keturunan manusia, yang tidak dapat berjalan jauh sebelum 12 bulan dan memiliki perkembangan [[fisiologi]] atau [[somatis]] yang lebih lambat dibandingkan dengan [[primata]] lain, yang dapat berjalan pada usia yang jauh lebih dini.{{sfn|Curry|2008|pp=106–109}} Pertumbuhan otak yang meningkat setelah lahir dan meningkatnya ketergantungan anak-anak pada ibu mereka memiliki efek besar pada siklus reproduksi wanita,<ref>{{cite book|last=Zuk|first=Marlene|year=2014|title=Paleofantasy: What Evolution Really Tells Us About Sex, Diet, and How We Live|publisher=W.W. Norton & Company|isbn=9780393347920|oclc=846889455}}{{page needed|date=December 2021}}</ref> yang mengakibatkan lebih banyaknya kemunculan pengasuhan anak yang dibantu oleh kerabatnya atau orang lain pada manusia jika dibandingkan dengan hominid lainnya.<ref>{{cite book|last=Hrdy|first=Sarah Blaffer|year=2011|title=Mothers and Others: The Evolutionary Origins of Mutual Understanding|publisher=Harvard University Press|isbn=9780674060326|oclc=940575388}}{{page needed|date=December 2021}}</ref> Kematangan seksual manusia yang tertunda juga menyebabkan evolusi [[menopause]], dengan salah satu penjelasannya adalah hipotesis nenek, yakni wanita lanjut usia akan dapat meneruskan gen mereka dengan lebih baik dengan merawat keturunan dari anak perempuan mereka, dibandingkan dengan memiliki lebih banyak anak sendiri.<ref>{{cite journal|last=Wayman|first=Erin|date=August 19, 2013|title=Killer whales, grandmas and what men want: Evolutionary biologists consider menopause|url=https://www.sciencenews.org/article/killer-whales-grandmas-and-what-men-want-evolutionary-biologists-consider-menopause|journal=[[Science News]]|issn=0036-8423|access-date=April 24, 2015}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Blell|first=Mwenza|date=2017-09-29|title=Grandmother Hypothesis, Grandmother Effect, and Residence Patterns|url=http://dx.doi.org/10.1002/9781118924396.wbiea2162|journal=The International Encyclopedia of Anthropology|pages=1–5|doi=10.1002/9781118924396.wbiea2162|isbn=9781118924396}}</ref>
Evolusi yang terjadi pada panggul yang menjadi lebih pendek dan saluran lahir yang menjadi lebih kecil terjadi sebagai syarat bipedalisme yang berefek signifikan pada proses kelahiran manusia modern, yang mana jauh lebih sulit dibandingkan primata lainnya. Selama kelahiran manusia, karena variasi ukuran daerah panggul, kepala janin harus berada dalam posisi melintang (dibandingkan dengan ibu) selama melintasi saluran kelahiran dan berputar sekitar 90 derajat saat keluar.{{sfn|Trevathan|2011|p=[https://books.google.com/books?id=Potlqpl-jxgC&pg=PA20 20]}} Saluran kelahiran yang lebih kecil menjadi faktor pembatas untuk peningkatan ukuran otak pada manusia purba dan mendorong periode kehamilan yang lebih pendek yang mengarah pada ketidakdewasaan relatif pada keturunan manusia, yang tidak dapat berjalan jauh sebelum 12 bulan dan memiliki perkembangan [[fisiologi]] atau [[somatis]] yang lebih lambat dibandingkan dengan [[primata]] lain, yang dapat berjalan pada usia yang jauh lebih dini.{{sfn|Curry|2008|pp=106–109}} Pertumbuhan otak yang meningkat setelah lahir dan meningkatnya ketergantungan anak-anak pada ibu mereka memiliki efek besar pada siklus reproduksi wanita,<ref>{{cite book|last=Zuk|first=Marlene|year=2014|title=Paleofantasy: What Evolution Really Tells Us About Sex, Diet, and How We Live|publisher=W.W. Norton & Company|isbn=9780393347920|oclc=846889455}}{{page needed|date=December 2021}}</ref> yang mengakibatkan lebih banyaknya kemunculan pengasuhan anak yang dibantu oleh kerabatnya atau orang lain pada manusia jika dibandingkan dengan hominid lainnya.<ref>{{cite book|last=Hrdy|first=Sarah Blaffer|year=2011|title=Mothers and Others: The Evolutionary Origins of Mutual Understanding|publisher=Harvard University Press|isbn=9780674060326|oclc=940575388}}{{page needed|date=December 2021}}</ref> Kematangan seksual manusia yang tertunda juga menyebabkan evolusi [[menopause]], dengan salah satu penjelasannya adalah hipotesis nenek, yakni wanita lanjut usia akan dapat meneruskan gen mereka dengan lebih baik dengan merawat keturunan dari anak perempuan mereka, dibandingkan dengan memiliki lebih banyak anak sendiri.<ref>{{cite journal|last=Wayman|first=Erin|date=August 19, 2013|title=Killer whales, grandmas and what men want: Evolutionary biologists consider menopause|url=https://www.sciencenews.org/article/killer-whales-grandmas-and-what-men-want-evolutionary-biologists-consider-menopause|journal=[[Science News]]|issn=0036-8423|access-date=April 24, 2015}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Blell|first=Mwenza|date=2017-09-29|title=Grandmother Hypothesis, Grandmother Effect, and Residence Patterns|url=http://dx.doi.org/10.1002/9781118924396.wbiea2162|journal=The International Encyclopedia of Anthropology|pages=1–5|doi=10.1002/9781118924396.wbiea2162|isbn=9781118924396}}</ref>


== Ensefalisasi ==
[[Berkas:Skull_evolution.png|pus|jmpl|750x750px|Tengkorak-tengkorak nenek moyang evolusi manusia secara berurutan (atau hampir berurutan, tergantung pada sumbernya),{{efn|Tidak ada kesepakatan umum mengenai garis keturunan khusus H. sapiens dari H. erectus. Beberapa spesies yang ditampilkan dalam gambar mungkin tidak benar-benar mewakili nenek moyang evolusi langsung ke H. sapiens, dan mungkin tidak secara langsung berasal dari satu sama lain, yaitu:
[[Berkas:Skull_evolution.png|pus|jmpl|750x750px|Tengkorak-tengkorak nenek moyang evolusi manusia secara berurutan (atau hampir berurutan, tergantung pada sumbernya),{{efn|Tidak ada kesepakatan umum mengenai garis keturunan khusus H. sapiens dari H. erectus. Beberapa spesies yang ditampilkan dalam gambar mungkin tidak benar-benar mewakili nenek moyang evolusi langsung ke H. sapiens, dan mungkin tidak secara langsung berasal dari satu sama lain, yaitu:
*''H. heidelbergensis'' kemungkinan bukan berasal secara langsung dari ''H. antecessor''.<ref name="Welker2020">{{Cite journal|display-authors=et al.|date=2020-04-01|title=The dental proteome of Homo antecessor|url=http://eprints.whiterose.ac.uk/159068/1/Welker_etal_Hominin1_AAM.docx|journal=Nature|volume=580|issue=7802|pages=235–238|bibcode=2020Natur.580..235W|doi=10.1038/s41586-020-2153-8|issn=1476-4687|pmc=7582224|pmid=32269345|vauthors=Welker F, Ramos-Madrigal J, Gutenbrunner P|s2cid=214736611}}{{collapsible list|Frido Welker|Jazmín Ramos-Madrigal|Petra Gutenbrunner|Meaghan Mackie|Shivani Tiwary|Rosa Rakownikow Jersie-Christensen|Cristina Chiva|Marc R. Dickinson|Martin Kuhlwilm|Marc de Manuel|Pere Gelabert|María Martinón-Torres|Ann Margvelashvili|Juan Luis Arsuaga|Eudald Carbonell|Tomas Marques-Bonet|Kirsty Penkman|Eduard Sabidó|Jürgen Cox|Jesper V. Olsen|David Lordkipanidze|Fernando Racimo|Carles Lalueza-Fox|José María Bermúdez de Castro|Eske Willerslev|Enrico Cappellini|title=Full list of authors|bullets=true}}</ref> * ''H. heidelbergensis'' kemungkinan bukan leluhur to ''H. sapiens'', nor is ''H. antecessor''.<ref name="Welker2020" /> * ''H. ergaster'' H. ergaster sering dianggap sebagai nenek moyang evolusi berikutnya untuk H. sapiens setelah H. erectus, namun, ada ketidakpastian yang cukup besar mengenai keakuratan pengklasifikasiannya sebagai spesies yang terpisah dari H. erectus atau tidak..<ref>{{Cite journal|last1=Dennell|first1=Robin|last2=Roebroeks|first2=Wil|date=2005|title=An Asian perspective on early human dispersal from Africa|url=https://www.nature.com/articles/nature04259|journal=Nature|volume=438|issue=7071|pages=1099–1104|bibcode=2005Natur.438.1099D|doi=10.1038/nature04259|pmid=16371999|s2cid=4405913}}</ref>}} hingga ''Homo sapiens'' 'modern' </br> *Mya - juta tahun yang lalu, Kya - ribu tahun yang lalu
*''H. heidelbergensis'' kemungkinan bukan berasal secara langsung dari ''H. antecessor''.<ref name="Welker2020">{{Cite journal|display-authors=et al.|date=2020-04-01|title=The dental proteome of Homo antecessor|url=http://eprints.whiterose.ac.uk/159068/1/Welker_etal_Hominin1_AAM.docx|journal=Nature|volume=580|issue=7802|pages=235–238|bibcode=2020Natur.580..235W|doi=10.1038/s41586-020-2153-8|issn=1476-4687|pmc=7582224|pmid=32269345|vauthors=Welker F, Ramos-Madrigal J, Gutenbrunner P|s2cid=214736611}}{{collapsible list|Frido Welker|Jazmín Ramos-Madrigal|Petra Gutenbrunner|Meaghan Mackie|Shivani Tiwary|Rosa Rakownikow Jersie-Christensen|Cristina Chiva|Marc R. Dickinson|Martin Kuhlwilm|Marc de Manuel|Pere Gelabert|María Martinón-Torres|Ann Margvelashvili|Juan Luis Arsuaga|Eudald Carbonell|Tomas Marques-Bonet|Kirsty Penkman|Eduard Sabidó|Jürgen Cox|Jesper V. Olsen|David Lordkipanidze|Fernando Racimo|Carles Lalueza-Fox|José María Bermúdez de Castro|Eske Willerslev|Enrico Cappellini|title=Full list of authors|bullets=true}}</ref> * ''H. heidelbergensis'' kemungkinan bukan leluhur to ''H. sapiens'', nor is ''H. antecessor''.<ref name="Welker2020" /> * ''H. ergaster'' H. ergaster sering dianggap sebagai nenek moyang evolusi berikutnya untuk H. sapiens setelah H. erectus, namun, ada ketidakpastian yang cukup besar mengenai keakuratan pengklasifikasiannya sebagai spesies yang terpisah dari H. erectus atau tidak..<ref>{{Cite journal|last1=Dennell|first1=Robin|last2=Roebroeks|first2=Wil|date=2005|title=An Asian perspective on early human dispersal from Africa|url=https://www.nature.com/articles/nature04259|journal=Nature|volume=438|issue=7071|pages=1099–1104|bibcode=2005Natur.438.1099D|doi=10.1038/nature04259|pmid=16371999|s2cid=4405913}}</ref>}} hingga ''Homo sapiens'' 'modern' </br> *Mya - juta tahun yang lalu, Kya - ribu tahun yang lalu


]]
]]
[[Berkas:Brain_size_and_tooth_size_in_hominins.jpg|jmpl|Ukuran otak dan ukuran gigi pada para hominin]]
Spesies manusia lambat laun mengembangkan otak yang jauh lebih besar daripada primata lainnya-biasanya, {{convert|1330|cm3|abbr=on}} pada manusia modern, hampir tiga kali ukuran otak simpanse atau gorila.<ref name="Schoeneman">{{cite journal|last=Schoenemann|first=P. Thomas|date=October 2006|title=Evolution of the Size and Functional Areas of the Human Brain|url=https://semanticscholar.org/paper/bd4cc35a0b02cbc624f17e37425ab580fd8268ed|journal=[[Annual Review of Anthropology]]|volume=35|pages=379–406|doi=10.1146/annurev.anthro.35.081705.123210|issn=0084-6570|s2cid=7611321}}</ref> Setelah periode stasis dengan ''Australopithecus anamensis'' dan ''Ardipithecus'', spesies yang memiliki otak lebih kecil sebagai akibat dari lokomosi bipedal mereka,<ref>{{cite web|last1=Brown|first1=Graham|last2=Fairfax|first2=Stephanie|title=Tree of Life Web Project: Human Evolution|url=http://tolweb.org/treehouses/?treehouse_id=3710|website=www.tolweb.org|last3=Sarao|first3=Nidhi}}</ref> pola ensefalisasi bermula pada ''Homo'' ''habilis'', yang otaknya {{convert|600|cm3|abbr=on}} sedikit lebih besar daripada simpanse. Evolusi ini berlanjut pada ''Homo erectus'' dengan {{convert|800–1,100|cm3|abbr=on}}, dan mencapai maksimum pada Neanderthal dengan {{convert|1200–1,900|cm3|abbr=on}}, bahkan lebih besar dari Homo sapiens modern. Peningkatan otak ini terwujud selama pertumbuhan otak pascakelahiran, jauh melebihi kera lainnya (heterokroni). Hal ini juga memungkinkan periode pembelajaran sosial dan akuisisi bahasa yang lebih lama pada manusia remaja, yang dimulai sejak 2 juta tahun yang lalu. Ensefalisasi mungkin disebabkan oleh ketergantungan pada makanan padat kalori yang sulit diperoleh.<ref>{{Cite journal|last1=Kaplan|first1=Hillard|last2=Hill|first2=Kim|last3=Lancaster|first3=Jane|last4=Hurtado|first4=Magdelena|date=August 16, 2000|title=A Theory of Human Life History Evolution: Diet, Intelligence, and Longevity|url=https://www.unm.edu/~hkaplan/KaplanHillLancasterHurtado_2000_LHEvolution.pdf|journal=Evolutionary Anthropology|volume=9|issue=4|pages=156–185|doi=10.1002/1520-6505(2000)9:4<156::AID-EVAN5>3.0.CO;2-7|s2cid=2363289}}</ref>


Lebih lanjut, perubahan dalam struktur otak manusia kemungkinan bahkan lebih signifikan daripada peningkatan ukurannya..<ref name="Park2007">{{cite journal|date=March 2007|title=Evolution of the human brain: changing brain size and the fossil record|journal=[[Neurosurgery (journal)|Neurosurgery]]|volume=60|issue=3|pages=555–562|doi=10.1227/01.NEU.0000249284.54137.32|issn=0148-396X|pmid=17327801|vauthors=Park MS, Nguyen AD, Aryan HE, U HS, Levy ML, Semendeferi K|s2cid=19610624}}</ref><ref name="Bruner2007">{{cite journal|last=Bruner|first=Emiliano|date=December 2007|title=Cranial shape and size variation in human evolution: structural and functional perspectives|journal=Child's Nervous System|volume=23|issue=12|pages=1357–1365|doi=10.1007/s00381-007-0434-2|issn=0256-7040|pmid=17680251|citeseerx=10.1.1.391.288|s2cid=16163137}}</ref><ref>{{cite journal|last=Potts|first=Richard|author-link=Rick Potts|date=October 2012|title=Evolution and Environmental Change in Early Human Prehistory|journal=Annual Review of Anthropology|volume=41|pages=151–167|doi=10.1146/annurev-anthro-092611-145754|issn=0084-6570}}</ref><ref name="Leonard_2007">{{cite journal|last1=Leonard|first1=William R.|last2=Snodgrass|first2=J. Josh|last3=Robertson|first3=Marcia L.|date=August 2007|title=Effects of brain evolution on human nutrition and metabolism|url=https://semanticscholar.org/paper/dc4b88a3e4b9d4d038f16c55f762cc6adb9572fb|journal=[[Annual Review of Nutrition]]|volume=27|pages=311–327|doi=10.1146/annurev.nutr.27.061406.093659|issn=0199-9885|pmid=17439362|s2cid=18869516}}</ref>
]]
[[Berkas:Students_explore_hominid_evolution.jpg|al=Three students hold three different skulls in front of their faces, to show the difference in size and shape compared to the modern head|kiri|jmpl|Ukuran dan bentuk tengkorak berubah seiring waktu. Yang paling kiri, dan terbesar, adalah replika tengkorak manusia modern.]]
[[Lobus temporalis|Lobus temporal]], yang berisi pusat-pusat pemrosesan bahasa, telah meningkat secara tidak proporsional, seperti halnya [[korteks prefrontal]], yang telah dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang kompleks dan memoderasi perilaku sosial.<ref name="Schoeneman" /> Ensefalisasi telah dikaitkan dengan meningkatnya pati<ref name="NYT-20150813">{{cite news|last=Zimmer|first=Carl|author-link=Carl Zimmer|date=August 13, 2015|title=For Evolving Brains, a 'Paleo' Diet Full of Carbs|url=https://www.nytimes.com/2015/08/13/science/for-evolving-brains-a-paleo-diet-full-of-carbs.html|work=The New York Times|archive-url=https://ghostarchive.org/archive/20220101/https://www.nytimes.com/2015/08/13/science/for-evolving-brains-a-paleo-diet-full-of-carbs.html|archive-date=2022-01-01|access-date=August 14, 2015|url-access=limited}}{{cbignore}}</ref> dan daging <ref>{{cite journal|last=Mann|first=Neil|date=September 2007|title=Meat in the human diet: An anthropological perspective|journal=Nutrition & Dietetics|volume=64|issue=Supplement 4|pages=S102–S107|doi=10.1111/j.1747-0080.2007.00194.x|issn=1747-0080|doi-access=free}}</ref><ref>{{cite press release|last=McBroom|first=Patricia|date=June 14, 1999|title=Meat-eating was essential for human evolution, says UC Berkeley anthropologist specializing in diet|location=Berkeley|publisher=University of California Press|url=http://www.berkeley.edu/news/media/releases/99legacy/6-14-1999a.html|access-date=April 25, 2015}}</ref> dalam makanan, namun sebuah studi meta tahun 2022 meragukan peran dari daging.<ref>{{Cite journal|last1=Barr|first1=W. Andrew|last2=Pobiner|first2=Briana|last3=Rowan|first3=John|last4=Du|first4=Andrew|last5=Faith|first5=J. Tyler|date=2022-02-01|title=No sustained increase in zooarchaeological evidence for carnivory after the appearance of Homo erectus|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences|language=en|volume=119|issue=5|bibcode=2022PNAS..11915540B|doi=10.1073/pnas.2115540119|issn=0027-8424|pmc=8812535|pmid=35074877}}</ref> Faktor lainnya adalah perkembangan memasak,<ref name="Organ_2011">{{cite journal|last1=Organ|first1=Chris|last2=Nunn|first2=Charles L.|last3=Machanda|first3=Zarin|last4=Wrangham|first4=Richard W.|author-link4=Richard Wrangham|date=August 30, 2011|title=Phylogenetic rate shifts in feeding time during the evolution of ''Homo''|journal=Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A.|volume=108|issue=35|pages=14555–14559|bibcode=2011PNAS..10814555O|doi=10.1073/pnas.1107806108|issn=0027-8424|pmc=3167533|pmid=21873223|doi-access=free}}</ref> dan telah diajukan bahwa kecerdasan meningkat sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan untuk memecahkan masalah sosial karena masyarakat manusia menjadi lebih kompleks.<ref name="David-Barrett">{{cite journal|last1=David-Barrett|first1=T.|last2=Dunbar|first2=R.I.M.|year=2013|title=Processing Power Limits Social Group Size: Computational Evidence for the Cognitive Costs of Sociality|journal=Proceedings of the Royal Society B|volume=280|issue=1765|page=20131151|doi=10.1098/rspb.2013.1151|pmc=3712454|pmid=23804623}}</ref> Perubahan morfologi tengkorak, seperti mandibula yang mengecil dan pelekatan otot mandibula, memungkinkan lebih banyak ruang bagi otak untuk berkembang.{{sfn|Bown|Rose|1987}}


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 17 November 2022 23.41


Para hominoid adalah keturunan dari nenek moyang yang sama

Evolusi manusia adalah proses evolusi dalam sejarah primata yang menyebabkan munculnya Homo sapiens sebagai spesies tersendiri dari famili hominid, yang mencakup kera besar. Proses ini meliputi perkembangan bertahap dari sifat-sifat seperti bipedalisme dan kemampuan berbahasanya manusia,[1] serta perkawinan silang dengan hominin lain, yang menunjukkan bahwa evolusi manusia tidaklah linear, akan tetapi berbentuk seperti jaringan.[2][3][4][5]

Studi evolusi manusia melibatkan sejumlah disiplin ilmu, termasuk antropologi fisik, antropologi evolusi, primatologi, arkeologi, paleontologi, neurobiologi, etologi, linguistik, psikologi evolusioner, embriologi dan genetika.[6][7] Studi genetika menunjukkan bahwa primata berpisah dari mamalia lain sekitar 85 juta tahun silam, pada periode Kapur Akhir; dan fosil-fosil paling awal muncul pada era Paleosen, sekitar 55 juta tahun silam.[8]

Di dalam superfamili Hominoidea, famili Hominidae (kera besar) berpisah dari famili Hylobatidae (ungka) sekitar 15-20 juta tahun lalu; subfamili Homininae (kera Afrika) berpisah dari Ponginae[a] (orangutan) sekitar 14 juta tahun lalu; Tribus Hominini (termasuk manusia, Australopithecus, dan simpanse) berpisah dari tribus Gorillini (gorila) antara 8-9 juta tahun lalu; dan, pada gilirannya, subfamili Hominina (manusia dan nenek moyang berkaki dua yang telah punah) dan Panina (simpanse) berpisah 4-7 juta tahun lalu.[9] Manusia modern secara anatomis muncul di Afrika sekitar 300.000 tahun lalu.

Perubahan-perubahan anatomi

Eveolusi manusia sejak berpisahnya dari nenek moyang bersama manusia dan simpanse yang terakhir, dicirikan oleh sejumlah perubahan morfologi, perkembangan, fisiologi, perilaku, dan lingkungan.[10] Evolusi lingkungan (kultural) yang ditemukan jauh setelahnya selama era Pleistosen memainkan peran penting dalam evolusi manusia yang diobservasi melalui transisi manusia di antara sistem-sistem subsistensi.[11][10] Yang paling signifikan dari adaptasi ini adalah bipedalisme, peningkatan ukuran otak, ontogeni yang memanjang (kehamilan dan masa bayi), dan penurunan dimorfisme seksual. Perubahan morfologi signifikan lainnya termasuk evolusi kekuatan dan presisi cengkeraman, yang pertama kali terjadi pada H. erectus.[12]

Bipedalisme

Bipedalisme atau berjalan dengan dua kaki adalah adaptasi dasar hominid dan dianggap sebagai penyebab utama di balik serangkaian perubahan kerangka yang terjadi oleh semua hominid bipedal. Hominin paling awal, yang diduga primitif bipedalisme, diyakini sebagai Sahelanthropus[13] atau Orrorin, yang keduanya muncul sekitar 6 sampai 7 juta tahun yang lalu. Sedangkan gorila dan simpanse, yang mengikut sertakan tangan mereka untuk berjelan, berpisah dari garis hominin sepanjang periode yang meliputi waktu yang sama, sehingga Sahelanthropus atau Orrorin bisa jadi merupakan nenek moyang bersama terakhir kita. Ardipithecus, yang berjalan secara penuh dengan kaki dua, muncul sekitar 5,6 juta tahun lalu.[14]

Bipedalisme yang ditunjukkan oleh seorang pria dan wanita

Bipedal awal akhirnya berevolusi menjadi australopithecines dan kemudian menjadi genus Homo. Ada beberapa teori tentang nilai adaptasi bipedalisme. Ada kemungkinan bahwa bipedalisme disukai karena membebaskan tangan untuk menjangkau dan membawa makanan, menghemat energi selama pergerakan,[15] memungkinkan lari jarak jauh dan berburu, memberikan bidang penglihatan yang lebih baik, dan membantu menghindari hipertermia dengan mengurangi luas permukaan yang terpapar sinar matahari langsung; fitur-fitur yang semuanya menguntungkan untuk berkembang di lingkungan sabana dan hutan baru yang tercipta sebagai hasil pengangkatan Lembah Celah Afrika Timur yang berbanding terbalik dengan habitat hutan tertutup sebelumnya..[15][16][17] Sebuah studi tahun 2007 mendukung hipotesis bahwa berjalan dengan dua kaki, atau bipedalisme, berkembang karena membutuhkan lebih sedikit energi daripada berjalan dengan kaki dan lengan.[18][19] Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa bipedalisme tanpa kemampuan menggunakan api tidak akan memungkinkan penyebaran global.[20] Perubahan dalam gaya berjalan ini menyebabkan pemanjangan kaki secara proporsional jika dibandingkan dengan panjang lengan, yang memendek akibat hilangnya kebutuhan untuk bergelayutan dari cabang pohon satu ke cabang pohon lainnya. Perubahan lainnya adalah bentuk jempol kaki. Studi terbaru menunjukkan bahwa australopithecine masih menjalani sebagian hidupnya di pepohonan sebagai hasil dari mempertahankan jempol kaki yang dapat menggenggam. Hal ini secara progresif hilang pada habilin.

Secara anatomis, evolusi bipedalisme diiringi dengan sejumlah besar perubahan kerangka, tidak terbatas hanya pada bagian tungkai dan panggul, tetapi juga pada tulang belakang, telapak kaki dan pergelangan kaki, serta tengkorak.[21] Tulang paha berevolusi ke posisi yang sedikit lebih angular untuk memindahkan pusat gravitasi ke arah pusat geometris tubuh. Sendi lutut dan pergelangan kaki menjadi semakin kokoh untuk menopang peningkatan berat badan dengan lebih baik. Untuk mendukung peningkatan berat pada tulang punggung dalam posisi tegak, kolom vertebra manusia berubah menjadi berbentuk S dan vertebra lumbar berubah menjadi lebih pendek dan lebih lebar. Pada kaki, jempol kaki berpindah ke posisi sejajar dengan jari-jari kaki yang lain untuk membantu pergerakan ke depan. Lengan dan lengan bawah memendek relatif terhadap kaki sehingga lebih mudah untuk berlari. Foramen magnum berpindah ke bawah tengkorak dan lebih ke anterior.[22]

Perubahan paling signifikan terjadi di daerah panggul, di mana bilah iliaka yang panjang menghadap ke bawah memendek dan melebar sebagai keperluan untuk menjaga kestabilan pusat gravitasi saat berjalan;[23] hominid yang bipedal memiliki panggul yang lebih pendek tetapi lebih luas seperti mangkuk karena hal ini. Kelemahannya, saluran lahir kera bipedal lebih kecil daripada kera yang berjalan menggunakan kaki dan tangan, meskipun telah terjadi pelebaran dibandingkan dengan australopithecine dan manusia modern, sehingga memungkinkan lewatnya bayi yang baru lahir karena peningkatan ukuran kranial. Hal ini terbatas pada bagian atas, karena peningkatan lebih lanjut dapat menghambat gerakan bipedal yang normal.[24]

Evolusi yang terjadi pada panggul yang menjadi lebih pendek dan saluran lahir yang menjadi lebih kecil terjadi sebagai syarat bipedalisme yang berefek signifikan pada proses kelahiran manusia modern, yang mana jauh lebih sulit dibandingkan primata lainnya. Selama kelahiran manusia, karena variasi ukuran daerah panggul, kepala janin harus berada dalam posisi melintang (dibandingkan dengan ibu) selama melintasi saluran kelahiran dan berputar sekitar 90 derajat saat keluar.[25] Saluran kelahiran yang lebih kecil menjadi faktor pembatas untuk peningkatan ukuran otak pada manusia purba dan mendorong periode kehamilan yang lebih pendek yang mengarah pada ketidakdewasaan relatif pada keturunan manusia, yang tidak dapat berjalan jauh sebelum 12 bulan dan memiliki perkembangan fisiologi atau somatis yang lebih lambat dibandingkan dengan primata lain, yang dapat berjalan pada usia yang jauh lebih dini.[17] Pertumbuhan otak yang meningkat setelah lahir dan meningkatnya ketergantungan anak-anak pada ibu mereka memiliki efek besar pada siklus reproduksi wanita,[26] yang mengakibatkan lebih banyaknya kemunculan pengasuhan anak yang dibantu oleh kerabatnya atau orang lain pada manusia jika dibandingkan dengan hominid lainnya.[27] Kematangan seksual manusia yang tertunda juga menyebabkan evolusi menopause, dengan salah satu penjelasannya adalah hipotesis nenek, yakni wanita lanjut usia akan dapat meneruskan gen mereka dengan lebih baik dengan merawat keturunan dari anak perempuan mereka, dibandingkan dengan memiliki lebih banyak anak sendiri.[28][29]

Ensefalisasi

Tengkorak-tengkorak nenek moyang evolusi manusia secara berurutan (atau hampir berurutan, tergantung pada sumbernya),[b] hingga Homo sapiens 'modern'
*Mya - juta tahun yang lalu, Kya - ribu tahun yang lalu
Ukuran otak dan ukuran gigi pada para hominin

Spesies manusia lambat laun mengembangkan otak yang jauh lebih besar daripada primata lainnya-biasanya, 1.330 cm3 (81 cu in) pada manusia modern, hampir tiga kali ukuran otak simpanse atau gorila.[32] Setelah periode stasis dengan Australopithecus anamensis dan Ardipithecus, spesies yang memiliki otak lebih kecil sebagai akibat dari lokomosi bipedal mereka,[33] pola ensefalisasi bermula pada Homo habilis, yang otaknya 600 cm3 (37 cu in) sedikit lebih besar daripada simpanse. Evolusi ini berlanjut pada Homo erectus dengan 800–1,100 cm3 (48,8190–0,0671 cu in), dan mencapai maksimum pada Neanderthal dengan 1.200–1,900 cm3 (73,2285–0,1159 cu in), bahkan lebih besar dari Homo sapiens modern. Peningkatan otak ini terwujud selama pertumbuhan otak pascakelahiran, jauh melebihi kera lainnya (heterokroni). Hal ini juga memungkinkan periode pembelajaran sosial dan akuisisi bahasa yang lebih lama pada manusia remaja, yang dimulai sejak 2 juta tahun yang lalu. Ensefalisasi mungkin disebabkan oleh ketergantungan pada makanan padat kalori yang sulit diperoleh.[34]

Lebih lanjut, perubahan dalam struktur otak manusia kemungkinan bahkan lebih signifikan daripada peningkatan ukurannya..[35][36][37][38]

Three students hold three different skulls in front of their faces, to show the difference in size and shape compared to the modern head
Ukuran dan bentuk tengkorak berubah seiring waktu. Yang paling kiri, dan terbesar, adalah replika tengkorak manusia modern.

Lobus temporal, yang berisi pusat-pusat pemrosesan bahasa, telah meningkat secara tidak proporsional, seperti halnya korteks prefrontal, yang telah dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang kompleks dan memoderasi perilaku sosial.[32] Ensefalisasi telah dikaitkan dengan meningkatnya pati[39] dan daging [40][41] dalam makanan, namun sebuah studi meta tahun 2022 meragukan peran dari daging.[42] Faktor lainnya adalah perkembangan memasak,[43] dan telah diajukan bahwa kecerdasan meningkat sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan untuk memecahkan masalah sosial karena masyarakat manusia menjadi lebih kompleks.[44] Perubahan morfologi tengkorak, seperti mandibula yang mengecil dan pelekatan otot mandibula, memungkinkan lebih banyak ruang bagi otak untuk berkembang.[45]

Referensi

  1. ^ Brian K. Hall; Benedikt Hallgrímsson (2011). Strickberger's Evolution. Jones & Bartlett Publishers. hlm. 488. ISBN 978-1-4496-6390-2. 
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ackermann 2015
  3. ^ Antrosio, Jason (August 23, 2018). "Denisovans and Neandertals: Rethinking Species Boundaries". Living Anthropologically. 
  4. ^ Human Hybrids. (PDF). Michael F. Hammer. Scientific American, May 2013.
  5. ^ Yong, Ed (July 2011). "Mosaic humans, the hybrid species". New Scientist. 211 (2823): 34–38. Bibcode:2011NewSc.211...34Y. doi:10.1016/S0262-4079(11)61839-3. 
  6. ^ Heng, Henry H.Q. (May 2009). "The genome-centric concept: resynthesis of evolutionary theory". BioEssays. 31 (5): 512–525. doi:10.1002/bies.200800182. ISSN 0265-9247. PMID 19334004. 
  7. ^ Marlowe, Frank W. (2005-04-13). "Hunter-gatherers and human evolution". Evolutionary Anthropology: Issues, News, and Reviews. 14 (2): 54–67. doi:10.1002/evan.20046. 
  8. ^ Tyson, Peter (July 1, 2008). "Meet Your Ancestors". Nova ScienceNow. PBS; WGBH Educational Foundation. Diakses tanggal April 18, 2015. 
  9. ^ Gibbons, Ann (June 13, 2012). "Bonobos Join Chimps as Closest Human Relatives". TimeTree. Diakses tanggal May 19, 2018. 
  10. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Marlowe 54–672
  11. ^ Clark, Jamie L. (September 2011). "The evolution of human culture during the later Pleistocene: Using fauna to test models on the emergence and nature of "modern" human behavior". Journal of Anthropological Archaeology. 30 (3): 273–291. doi:10.1016/j.jaa.2011.04.002. 
  12. ^ Brues & Snow 1965, hlm. 1–39.
  13. ^ Brunet M, Guy F, Pilbeam D, Mackaye H, Likius A, Ahounta D, et al. (July 11, 2002). "A new hominid from the Upper Miocene of Chad, Central Africa". Nature. 418 (6894): 145–151. Bibcode:2002Natur.418..145B. doi:10.1038/nature00879. ISSN 0028-0836. PMID 12110880.  }
    Full list of authors
    • Michel Brunet
    • Franck Guy
    • David Pilbeam
    • Hassane Taisso Mackaye
    • Andossa Likius
    • Djimdoumalbaye Ahounta
    • Alain Beauvilain
    • Cécile Blondel
    • Hervé Bocherens
    • Jean-Renaud Boisserie
    • Louis De Bonis
    • Yves Coppens
    • Jean Dejax
    • Christiane Denys
    • Philippe Duringer
    • Véra Eisenmann
    • Gongdibé Fanone
    • Pierre Fronty
    • Denis Geraads
    • Thomas Lehmann
    • Fabrice Lihoreau
    • Antoine Louchart
    • Adoum Mahamat
    • Gildas Merceron
    • Guy Mouchelin
    • Olga Otero
    • Pablo Pelaez Campomanes
    • Marcia Ponce De Leon
    • Jean-Claude Rage
    • Michel Sapanet
    • Mathieu Schuster
    • Jean Sudre
    • Pascal Tassy
    • Xavier Valentin
    • Patrick Vignaud
    • Laurent Viriot
    • Antoine Zazzo
    • Christoph Zollikofer
  14. ^ White TD, Asfaw B, Beyene Y, Haile-Selassie Y, Lovejoy CO, Suwa G, Woldegabriel G (2009). "Ardipithecus ramidus and the Paleobiology of Early Hominids". Science. 326 (5949): 75–86. Bibcode:2009Sci...326...75W. doi:10.1126/science.1175802. PMID 19810190. 
  15. ^ a b Kwang Hyun, Ko (2015). "Origins of Bipedalism". Brazilian Archives of Biology and Technology. 58 (6): 929–934. arXiv:1508.02739alt=Dapat diakses gratis. Bibcode:2015arXiv150802739K. doi:10.1590/S1516-89132015060399. 
  16. ^ DeSalle & Tattersall 2008, hlm. 146.
  17. ^ a b Curry 2008, hlm. 106–109.
  18. ^ "Study Identifies Energy Efficiency As Reason For Evolution Of Upright Walking". ScienceDaily. Rockville, MD. July 17, 2007. Diakses tanggal April 9, 2015. ^ "Study identifies energy efficiency as reason for evolution of upright walking". UANews. Tucson, AZ: The University of Arizona. July 16, 2007. Diakses tanggal April 23, 2015. 
  19. ^ Sockol, Michael D.; Raichlen, David A.; Pontzer, Herman (July 24, 2007). "Chimpanzee locomotor energetics and the origin of human bipedalism". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 104 (30): 12265–12269. Bibcode:2007PNAS..10412265S. doi:10.1073/pnas.0703267104alt=Dapat diakses gratis. ISSN 0027-8424. PMC 1941460alt=Dapat diakses gratis. PMID 17636134. 
  20. ^ David-Barrett, T.; Dunbar, R.I.M. (2016). "Bipedality and Hair-loss Revisited: The Impact of Altitude and Activity Scheduling". Journal of Human Evolution. 94: 72–82. doi:10.1016/j.jhevol.2016.02.006. PMC 4874949alt=Dapat diakses gratis. PMID 27178459. 
  21. ^ Aiello & Dean 1990.
  22. ^ Kondo 1985.
  23. ^ Srivastava 2009, hlm. 87.
  24. ^ Strickberger 2000, hlm. 475–476.
  25. ^ Trevathan 2011, hlm. 20.
  26. ^ Zuk, Marlene (2014). Paleofantasy: What Evolution Really Tells Us About Sex, Diet, and How We Live. W.W. Norton & Company. ISBN 9780393347920. OCLC 846889455. [halaman dibutuhkan]
  27. ^ Hrdy, Sarah Blaffer (2011). Mothers and Others: The Evolutionary Origins of Mutual Understanding. Harvard University Press. ISBN 9780674060326. OCLC 940575388. [halaman dibutuhkan]
  28. ^ Wayman, Erin (August 19, 2013). "Killer whales, grandmas and what men want: Evolutionary biologists consider menopause". Science News. ISSN 0036-8423. Diakses tanggal April 24, 2015. 
  29. ^ Blell, Mwenza (2017-09-29). "Grandmother Hypothesis, Grandmother Effect, and Residence Patterns". The International Encyclopedia of Anthropology: 1–5. doi:10.1002/9781118924396.wbiea2162. ISBN 9781118924396. 
  30. ^ a b Welker F, Ramos-Madrigal J, Gutenbrunner P, et al. (2020-04-01). "The dental proteome of Homo antecessor". Nature. 580 (7802): 235–238. Bibcode:2020Natur.580..235W. doi:10.1038/s41586-020-2153-8. ISSN 1476-4687. PMC 7582224alt=Dapat diakses gratis. PMID 32269345. 
    Full list of authors
    • Frido Welker
    • Jazmín Ramos-Madrigal
    • Petra Gutenbrunner
    • Meaghan Mackie
    • Shivani Tiwary
    • Rosa Rakownikow Jersie-Christensen
    • Cristina Chiva
    • Marc R. Dickinson
    • Martin Kuhlwilm
    • Marc de Manuel
    • Pere Gelabert
    • María Martinón-Torres
    • Ann Margvelashvili
    • Juan Luis Arsuaga
    • Eudald Carbonell
    • Tomas Marques-Bonet
    • Kirsty Penkman
    • Eduard Sabidó
    • Jürgen Cox
    • Jesper V. Olsen
    • David Lordkipanidze
    • Fernando Racimo
    • Carles Lalueza-Fox
    • José María Bermúdez de Castro
    • Eske Willerslev
    • Enrico Cappellini
  31. ^ Dennell, Robin; Roebroeks, Wil (2005). "An Asian perspective on early human dispersal from Africa". Nature. 438 (7071): 1099–1104. Bibcode:2005Natur.438.1099D. doi:10.1038/nature04259. PMID 16371999. 
  32. ^ a b Schoenemann, P. Thomas (October 2006). "Evolution of the Size and Functional Areas of the Human Brain". Annual Review of Anthropology. 35: 379–406. doi:10.1146/annurev.anthro.35.081705.123210. ISSN 0084-6570. 
  33. ^ Brown, Graham; Fairfax, Stephanie; Sarao, Nidhi. "Tree of Life Web Project: Human Evolution". www.tolweb.org. 
  34. ^ Kaplan, Hillard; Hill, Kim; Lancaster, Jane; Hurtado, Magdelena (August 16, 2000). "A Theory of Human Life History Evolution: Diet, Intelligence, and Longevity" (PDF). Evolutionary Anthropology. 9 (4): 156–185. doi:10.1002/1520-6505(2000)9:4<156::AID-EVAN5>3.0.CO;2-7. 
  35. ^ Park MS, Nguyen AD, Aryan HE, U HS, Levy ML, Semendeferi K (March 2007). "Evolution of the human brain: changing brain size and the fossil record". Neurosurgery. 60 (3): 555–562. doi:10.1227/01.NEU.0000249284.54137.32. ISSN 0148-396X. PMID 17327801. 
  36. ^ Bruner, Emiliano (December 2007). "Cranial shape and size variation in human evolution: structural and functional perspectives". Child's Nervous System. 23 (12): 1357–1365. CiteSeerX 10.1.1.391.288alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1007/s00381-007-0434-2. ISSN 0256-7040. PMID 17680251. 
  37. ^ Potts, Richard (October 2012). "Evolution and Environmental Change in Early Human Prehistory". Annual Review of Anthropology. 41: 151–167. doi:10.1146/annurev-anthro-092611-145754. ISSN 0084-6570. 
  38. ^ Leonard, William R.; Snodgrass, J. Josh; Robertson, Marcia L. (August 2007). "Effects of brain evolution on human nutrition and metabolism". Annual Review of Nutrition. 27: 311–327. doi:10.1146/annurev.nutr.27.061406.093659. ISSN 0199-9885. PMID 17439362. 
  39. ^ Zimmer, Carl (August 13, 2015). "For Evolving Brains, a 'Paleo' Diet Full of Carbs". The New York Times. Diarsipkan dari versi asliAkses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan tanggal 2022-01-01. Diakses tanggal August 14, 2015. 
  40. ^ Mann, Neil (September 2007). "Meat in the human diet: An anthropological perspective". Nutrition & Dietetics. 64 (Supplement 4): S102–S107. doi:10.1111/j.1747-0080.2007.00194.xalt=Dapat diakses gratis. ISSN 1747-0080. 
  41. ^ McBroom, Patricia (June 14, 1999). "Meat-eating was essential for human evolution, says UC Berkeley anthropologist specializing in diet" (Siaran pers). Berkeley: University of California Press. Diakses tanggal April 25, 2015. 
  42. ^ Barr, W. Andrew; Pobiner, Briana; Rowan, John; Du, Andrew; Faith, J. Tyler (2022-02-01). "No sustained increase in zooarchaeological evidence for carnivory after the appearance of Homo erectus". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 119 (5). Bibcode:2022PNAS..11915540B. doi:10.1073/pnas.2115540119. ISSN 0027-8424. PMC 8812535alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 35074877 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  43. ^ Organ, Chris; Nunn, Charles L.; Machanda, Zarin; Wrangham, Richard W. (August 30, 2011). "Phylogenetic rate shifts in feeding time during the evolution of Homo". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 108 (35): 14555–14559. Bibcode:2011PNAS..10814555O. doi:10.1073/pnas.1107806108alt=Dapat diakses gratis. ISSN 0027-8424. PMC 3167533alt=Dapat diakses gratis. PMID 21873223. 
  44. ^ David-Barrett, T.; Dunbar, R.I.M. (2013). "Processing Power Limits Social Group Size: Computational Evidence for the Cognitive Costs of Sociality". Proceedings of the Royal Society B. 280 (1765): 20131151. doi:10.1098/rspb.2013.1151. PMC 3712454alt=Dapat diakses gratis. PMID 23804623. 
  45. ^ Bown & Rose 1987.

Lihat pula

Pranala luar


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan