Purwaceng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Purwaceng
Pimpinella pruatjan
Berkas:Tanaman Purwoceng.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
P. pruatjan
Nama binomial
Pimpinella pruatjan

Purwaceng, purwoceng, atau antanan gunung (Pimpinella pruatjan) adalah tumbuhan berkiat obat anggota suku Apiaceae. Tumbuhan pegunungan ini terkenal karena khasiat afrodisiak (meningkatkan gairah seksual) pada akarnya. Pada perkembangannya, akar biasanya diolah dalam bentuk bubuk, campuran kopi atau susu.

Penampakan fisik purwaceng adalah terna kecil tumbuh mendatar di atas permukaan tanah seperti tumbuhan pegagan dan semanggi gunung namun tidak merambat. Daunnya kecil-kecil berwarna hijau kemerahan dengan diameter 1–3 cm.

Purwaceng hanya ditemukan di Jawa.[1] Akibat populasi yang rendah dan permintaan industri, saat ini semakin langka karena hanya tumbuh di daerah pegunungan tinggi. Daerah yang diketahui masih ditumbuhi purwaceng adalah Dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Tempat lain yang dilaporkan purwaceng juga tumbuh adalah Pegunungan Hyang (dikenal juga sebagai suripandak abang) dan Pegunungan Tengger (dikenal sebagai gebangan dhepok). Usaha-usaha untuk memperbanyak dan budidaya mengalami kesulitan karena tumbuhan ini sulit menghasilkan biji. Penelitian perbanyakan in vitro melalui budidaya jaringan telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Simplisia akar kering purwaceng.

Khasiat afrodisiak purwaceng telah dicatat oleh kalangan istana di Jawa. Penelitian-penelitian ilmiah namun demikian baru dimulai pada masa kini.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan beberapa perguruan tinggi dalam negeri[butuh rujukan] diketahui bahwa ada efek nyata pemberian tanaman purwaceng terhadap peningkatan kemampuan seksual. Oleh karena itu, purwaceng sering dijuluki sebagai "Viagra tradisional" atau "Viagra Indonesia"[butuh rujukan].

Seperti dikutip dari hasil studi peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2007[butuh rujukan], seluruh bagian tanaman purwaceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, namun bagian yang paling berkhasiat adalah akarnya.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan juga membenarkan bahwa akarnya mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai aprosidiak, yaitu khasiat obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina[butuh rujukan].

Umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai aprosidiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah.

Bahan aktif purwaceng paling banyak terdapat pada bagian akarnya yang menyerupai wortel dan berwarna putih, panjangnya sekitar 10 cm. Akar purwaceng mengandung turunan senyawa kumarin yang sering digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk aprodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker.[2][3]

Namun sebuah penelitian yang dikutip dari buku Mitos Seputar Masalah Seksual dan Kesehatan Reproduksi, Sabtu (23/1/2010) menyebutkan, Purwaceng dapat meningkatkan gairah seks, meningkatkan hormon testosteron dan meningkatkan jumlah spermatozoid, merupakan obat kuat herbal.

Untuk mendapatkan khasiat secara nyata, Purwaceng harus diminum teratur selama 7-15 hari. Selain itu tanaman ini juga berkhasiat menghangatkan tubuh, saraf dan otot, menghilangkan masuk angin dan pegal linu, melancarkan buang air kecil, obat analgetika (menghilangkan rasa sakit), menurunkan panas, obat cacing, antibakteri serta anti kanker. Purwaceng yang asli memiliki rasa khas, yaitu pedas, yang dihasilkan oleh akar dan bijinya.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Quattrocchi 2012. p. 2935
  2. ^ Djazuli, Muhamad (2011). "Pengaruh Pupuk P dan Mikoriza Terhadap Produksi dan Mutu Simplisia Purwoceng". Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 
  3. ^ "5 Manfaat Purwoceng yang Perlu Anda Ketahui". Alodokter. 2021-03-17. Diakses tanggal 2023-05-16. 

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  • Quattrocchi, Umberto. 2012. CRC World Dictionary of Medicinal and Poisonous Plants: Common Names, Scientific Names, Eponyms, Synonyms, and Etymology (5 Volume Set). CRC Press.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]