Rumah Adat Temukung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rumah Adat Temukung adalah rumah tradisional yang dari Nusa Tenggara Timur. Rumah adat ini merupakan rumah adat bagi beberapa suku besar di Nusa Tenggara Timur, seperti Flores, Sabu, Sumba, dan Alor. Rumah ini pun menjadi bangunan utama, sekaligus ikon anjungan Nusa Tenggara Timur di Taman Mini Indonesia Indah.[1][2]

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Rumah Adat Temukung dipergunakan sesuai dengan status sosial dan kedudukan seseorang. Pada masa Kerajaan Maubes-Insana, Rumah Adat Temukung dipergunakan sebagai pusat kekuasaan eksekutif.[3] Sementara itu, pada masa Kerajaan Amarasi, Rumah Adat Temukung memiliki fungsi yang lebih luas, yakni sebagai istana bagi raja-raja dan pusat aktivitas kerajaan, mulai dari kebudayaan hingga politik.[4]

Konstruksi[sunting | sunting sumber]

Rumah Adat Temukung berbentuk empat persegi panjang, atapnya mirip dengan bentuk perahu terbalik, mempunyai panggung atau dek. Bagi masyarakat Sabu konstruksi Rumah Adat Temukung berorientasi pada latar belakang asal usul Suku Sabu, oleh karena itu bentuk dan corak rumah orang-orang dari Sabu mempunyai hubungan dengan filsafat hidup mereka. Misalkan, lokasi mendirikan rumah biasanya di tempat yang tinggi (bukit, lereng), haluan rumah selalu mengarah ke barat atau timur (dalam bahasa Sabu disebut duru wa dan duru dimu).[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Mengenal Khazanah Budaya NTT di TMII". Cendana News. 2019-03-21. Diakses tanggal 2019-11-11. 
  2. ^ "Anjungan Nusa Tenggara Timur :: Taman Mini Indonesia Indah". www.tamanmini.com. Diakses tanggal 2019-11-11. 
  3. ^ Usfinit, Alexander Un (2003-01-01). Maubes-Insana: salah satu masyarakat di Timor dengan struktur adat yang unik. Kanisius. ISBN 9789792104028. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ "Istana Raja Amarasi NTT". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2018-01-24. Diakses tanggal 2019-11-11. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Tim Koordinasi Siaran Ditjen Kebudayaan (1997–1998). Khasanah Budaya Nusantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 181-187. ISBN 979-95068-3-2.