Lompat ke isi

Zainal Abidin IV dari Samudera Pasai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sultan Zainal Abidin IV (meninggal 923 H/1517 M) adalah Sultan terakhir dari Kesultanan Samudera Pasai berdasarkan bukti yang ditemukan makamnya di kawasan tinggalan sejarah Madinah Syumuthrah (Kota Sumatra/Samudra-Pasai), tepatnya di kompleks pemakaman kesultanan di Gampong Meunasah Meucat-Blangme, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Ia adalah putra Sultan Mahmud (wafat 872 H/1468 M) anak dari Sultan Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar (wafat 841 H/1438 M) yang juga bergelar Al-Malik Azh-Zhahir. Yang terakhir ini adalah piut dari Sultan Al-Malik Ash-Shalih (wafat 696 H/1297 M) pendiri dinasti yang memerintah di Syumuthrah (Sumatra).[1][2]

Kilas sejarah

[sunting | sunting sumber]

Permulaan dekade kedua abad ke-16 Masehi, negeri-negeri Islam di Asia Tenggara, sebagaimana negeri-negeri Islam lainnya di sepanjang pantai Samudera India, ditimpa ujian besar oleh sebab kedatangan bangsa imperialis pertama dari Eropa. Portugis menjatuhkan kesultanan Islam di Malaka pada 1512, dan mulai meluaskan pengaruhnya di kawasan. Sejak itu, dampak buruk imperialisme semakin dirasakan seiring meningkatnya pengaruh Portugis di perairan Selat Malaka. Hal inilah yang mendorong Sultan Zainal ‘Abidin bin Mahmud dari Syumuthrah (Sumatra) mengirim surat kepada Kapitan Mor, perwakilan Raja Portugis di Melaka, untuk melaporkan perihal sejumlah tindak semena-mena yang dilakukan orang-orang Portugis dalam wilayah otoritasnya. Kesemena-menaan tersebut merugikan Bandar Syumuthrah (Sumatra) dan mencederai hubungan pihaknya dengan Portugis.[3]

Arsip sejarah

[sunting | sunting sumber]

Arsip surat itu tersimpan di Arquivo Nacional da Torre do Tombo, Coleceao de cartas, Nucleo Antigo 891, me. 1, no. 59 (Arsip Nasional Torre do Tombo, Koleksi Surat, Old Nucleus 891, me. 1, no. 59), Portugis. Dalam surat berbahasa Arab, ditulis dengan khath ta’liq/nasta’liq, dan terdiri dari 27 baris itu, Sultan menyebut gelarnya Al-Qa’im tahta Amri Rabbil-‘Alamin (orang yang berdiri di bawah perintah Tuhan semesta alam), yakni orang yang menangani urusan kaum Muslimin dengan syari’at Islam.

Arsip diplomatik ini mengandung nilai sejarah yang besar, antara lain, karena memuat sejumlah nama tempat yang terkenal pada masa lampau, kurun ke-15 dan ke-16. Nama-nama tempat tersebut ialah:

(Syumuthrah): Bandar Syumuthrah. Namanya kemudian juga disebut untuk nama pulau: Jazirah Syumuthrah. Jauh hari kemudian, Bandar Syumuthrah, disebabkan oleh asumsi yang keliru, disebut dengan Samudra, dan kemudian sekali lazim disebut bersama Pasai; Samudra-Pasai. Syumuthrah (baik nama bandar maupun pulau) kemudian mengalami peralihan fonetik ke Suma-thar, Sumatra, dan terakhir sekali Sumatera.

(Maraqsya): Meuraksa. Tempat yang dimaksudkan barangkali adalah sebuah pelabuhan di barat laut Aceh. Hari ini, Kecamatan Meuraksa di Banda Aceh.

(Barrus): Barus. Kota pelabuhan kuno di pantai barat Sumatra, terkenal sebagai penghasil kamper. Hari ini, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

(Pariyaman): Pariaman. Sebuah kota pelabuhan penting di pantai barat Sumatra. Hari ini, merupakan kota dan kabupaten di provinsi Sumatera Barat.

(Mulaqat): Melaka. Mulaqat, dalam Bahasa Arab, berarti tempat saling bertemu. Toponimi ini sangat selaras dengan keterkenalan Melaka sebagai sebuah bandar yang ramai di mana para pedagang dari berbagai penjuru dunia saling bertemu. Nama Melaka, yang kemudian juga terkenal untuk nama selat, tampaknya, berasal dari Mulaqat, tempat saling bertemu.

(Banjala/Bangala): Benggala (Bengal). Suatu kawasan luas di timur Anak Benua India. Benggala menjadi kawasan Islam yng tunduk ke Ghur atau kemudian ke Delhi setelah dibebaskan oleh Ikhtiyaruddin Muhammad bin Bakhtiyar Al-Khiljiy di penghujung abad ke-6 H/ke-12 M. Pemerintahan Benggala (Bengal) di bawah kesultanan yang berdiri sendiri, terpisah dari Delhi, berlangsung sejak 739 H/1338 M-945 H/1537 H. Dalam masa itu, Benggala sempat diperintah oleh 24 orang sultan dengan ibukota pemerintahan berpindah-pindah antara Kuru dan Pandawa (kedua kota kuno di tepi sungai Gangga itu sekarang sudah terpencil). Benggala kemudian terpisah dalam dua bagian: Benggala Barat yang masuk dalam wilayah Negara India, dan Benggala Timur yang [[ negara merdeka Bangladesh.

(Al-Falikat): Palikat (Pulicat). Kota pantai bersejarah di Negara Bagian Tamil Nadu, India.

[4](Kauh Kulam) Kulam Mali, selatan Malibar (Quilon; Kollam). Salah satu kota pelabuhan tertua di pantai Malibar (Malabar), dan pernah menjadi pusat perdagangan penting di India. Sekarang, Kollam adalah daerah dalam Negara Bagian Kerala, India.

(Diyu): Diu. Kota pelabuhan yang terletak di mulut teluk menuju Kambai (Cambay; Khambhat) dan merupakan pelabuhan penting pada rute perdagangan laut Arab di Samudera India. Diu hari ini berada dalam Wilayah Persatuan Daman dan Diu, India.

(Al-Kambayah): Kambai (Cambay; Khambhat). Kota pelabuhan di pantai barat India dalam teluk yang dapat dilayari kapal-kapal, dan pernah menjadi pusat perdagangan yang penting di masa lampaunya. Kambai atau Khambhat hari ini adalah satu kota utama di wilayah Anand, Negara Bagian Gujarat, barat India.

(Nawur: Bati): Nauru: Baiti. Sebuah pulau kecil di Micronesia, subkawasan Oceania di Pasifik Tengah, timur laut Australia. Pada masa lampau, pulau ini dikenal dengan Al-Jazirah As-Sa’idah (pulau yang berbahagia). Sekarang, Republik Nauru. Sementara Baiti atau Beidi adalah nama lampau dari Baitsi, satu distrik di Nauru, atau juga boleh jadi Pulau Kiribati.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Mustinda, Lusiana (2020-06-26). "Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Islam di Aceh". detikcom. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  2. ^ "Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan". tirto.id. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  3. ^ "Samudra Pasai Syiarkan Islam Sebelum Turki Ustmani Berdiri". Republika Online. 2019-12-24. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  4. ^ "Kerajaan Samudera Pasai". acehprov.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-27. 
  5. ^ "Kajian Surat Sultan Zainal 'Abidin (Wafat 923 H/1517 M). Sultan terakhir yang bertahta di Kota Sumatra". PORTALSATU.com. 2019-07-24. Diakses tanggal 2021-02-27. [pranala nonaktif permanen]