Wolimomo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perempuan Gorontalo menggunakan baju adat Wolimomo saat akad nikah

Wolimomo adalah pakaian tradisional perempuan suku Gorontalo dari Pulau Sulawesi, Indonesia.[1]

Wolimomo merupakan salah satu pakaian adat kebesaran suku Gorontalo yang wajib digunakan pada berbagai upacara adat, salah satunya pada saat akad nikah.

Pada tahun 2013, Wolimomo ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi.[2]

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Wolimomo merupakan pakaian adat kebesaran yang digunakan oleh perempuan Gorontalo dalam berbagai upacara adat yang sakral. Dalam tata urutan kehidupan masyarakat Gorontalo, Wolimomo pada prinsipnya digunakan pada 3 (tiga) peristiwa penting dalam perjalanan hidup perempuan gorontalo, yaitu:

  • Upacara adat Mome'ati (Be'at atau Bai'at atau Baiat), merupakan upacara adat yang dilaksanakan pada anak perempuan di masa remaja dan saat memasuki usia akil baligh[3]
  • Upacara adat Akaji (ijab kabul pada akad nikah) merupakan rangkaian upacara adat pernikahan yang dijalani oleh mempelai perempuan saat menikah[4]
  • Upacara adat Molontalo (Raba Puru atau Menyentuh Perut) merupakan upacara adat yang dilaksanakan pada perempuan yang memasuki bulan ke- 7 kehamilan[5][6]

Disamping itu, Wolimomo juga digunakan dalam upacara adat Mome'ati (Be'at atau Bai'at), yang merupakan upacara adat bagi anak perempuan di masa remaja dan saat memasuki usia akil baligh.[7]

Adapun pasangan dari pakaian adat Wolimomo adalah Payunga, sebagai pakaian adat yang digunakan oleh laki-laki suku Gorontalo.

Warna Adat[sunting | sunting sumber]

Menurut adat Gorontalo, setiap warna adat yang dipakai oleh perempuan Gorontalo menunjukkan nilai filosofis yang berbeda dan menjunjung tinggi derajat serta martabat perempuan yang menggunakannya. Adat Gorontalo mengenal empat warna adat yang disebut dengan "Tilabataila", yakni Merah, Kuning, Hijau dan Ungu.[8]

Nilai Filosofis Warna Adat

  • Warna ungu melambangkan keanggunan. kesetiaan, dan kewibawaan
  • Warna merah melambangkan keberanian dan tanggungjawab
  • Warna kuning melambangkan kemuliaan, dan kejujuran
  • Warna hijau melambangkan kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan

Bagi adat Gorontalo, warna ungu menjadi warna kebangsawanan tertinggi dengan nilai-nilai adat yang luhur. Oleh karena itu warna ungu sering digunakan sebagai warna utama dalam rangkaian upacara adat.

Warna yang dihindari

Meskipun tidak ada larangan adat untuk menggunakan warna selain 4 warna adat (Tilabatayila), namun sebaiknya menghindari warna putih dan biru. Kedua warna ini biasanya dihindari sebab warna putih melambangkan kesucian, sedangkan warna biru bermakna duka cita yang biasanya juga digunakan dalam upacara pemakaman atau acara peringatan kematian.

Warisan Budaya Takbenda Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui dan menetapkan Wolimomo sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang diakui secara otentik berasal dari masyarakat Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Sulawesi.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ MATALAUNI, H., 2016. ORNAMEN PADA WOLIMOMO PAKAIAN ADAT PENGANTIN WANITA DI KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO TINJAUAN BENTUK DAN MAKNA. Skripsi, 1(544410007).
  2. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-08-30. 
  3. ^ Hariana, H., Simatupang, G.L.L., Haryono, T. and Gustami, S.P., 2017. Bentuk Perkembangan Busana Pengantin Perempuan Masyarakat Gorontalo dalam Prosesi Malam Mempertunangkan. Jurnal Kajian Seni, 4(1), pp.36-51.
  4. ^ Umar, F.A., 2018. TUJAI PADA PROSESI ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT SUWAWA. Ideas Publishing.
  5. ^ Rahmiati Malik. 2014. Tradisi Molontalo (Studi Sejarah Kebudayaan). Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Gorontalo.
  6. ^ Massie, R.G., Domili, I. and Rattu, J., The Molontalo Ceremony in Delivering Health Messages for Pregnant Women in Sub-District Anggrek North Gorontalo District. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(4), p.20917.
  7. ^ Hariana, H., Simatupang, G.L.L., Haryono, T. and Gustami, S.P., 2017. Bentuk Perkembangan Busana Pengantin Perempuan Masyarakat Gorontalo dalam Prosesi Malam Mempertunangkan. Jurnal Kajian Seni, 4(1), pp.36-51.
  8. ^ Arthasalina, Dian Septi; Arthasalina, Dian Septi. "Filosofi Bijak di Balik Baju dan Aksesoris Pengantin Adat Gorontalo". IDN Times. Diakses tanggal 2022-08-19.