Waturaka, Kelimutu, Ende

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Waturaka merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kelimutu Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jaraknya dari Ende ibukota Kabupaten Ende sejauh 54 Km yang dapat ditempuh selama 2 Jam perjalanan menggunakan angkutan darat. Letaknya persis dbawah kaki Gunung Kelimutu. Desa yang sebelah barat berbatasan dengan Desa Woloara, timur dengan Desa Detuena, utara dengan dengan Desa Nuamuri Barat, Desa Nuamuri dan Desa Wolokoli.[1]

Potensi pertanian holtikultura yang ada dan panorama keindahan alam yang memanjakan mata, udara bersih dan berhawa dingin serta dipadukan dengan nilai-nilai kearifan budaya yang sakral dan luhur, menjadikan Desa Waturaka sudah dikembangkan secara swadaya dengan keterlibatan masyarakat yang seluas-luasnya menjadi sebuah desa wisata dengan konsep agro wisata.[2]

Yang dijual dari konsep agro wisata bukanlah potensi holtikuranya tapi justru aktifitas pertanian itulah yang ditawarkan kepada para wisatawan. Para wisatawan yang pada umumnya adalah wisatawan manca negara itu diajarkan bagaimana proses penyipan lahan, sistem pengairannya, proses penyiapan bibit, menanam, membersihkan hama sampai pada proses memanen hasil pertanian serta semua kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas pertanian yang memiliki keunikan dan masih dilakukan secara tradisional sesuai kearifan masyarakat setempat. Wisatawan melakukan semua aktifitas-aktifitas tersebut secara bersama-sama dan berinteraksi langsung dengan penduduk lokal setempat.[3]

Penduduk Desa Waturaka yang pada awalnya adalah petani-petani tradisional sekarang justru bertransformasi menjadi petani pariwisata. Semua potensi pariwisata yang ada digairahkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakatnya (Fai walu ana kalo).Selain potensi agro wisata, potensi wisata alam yang ada di Desa Waturaka adalah seperti air terjun Muru Keba, pemandian air panas Liasembe, pemandian air panas Liasembe, pemandian air panas Kolorongo, sumber uap panas Mutu Lo,o. Yang tidak kalah menarik adalah berbagai atrakasi budaya yang dimainkan sanggar seni “ Nuwa Nai” dengan alat musik khasnya “ Sato”.[4]

Di Indonesia mungkin hanya di Desa Waturaka yang sudah benar-benar menjadikan masyarakat desa sendiri sebagai subyek utama kegiatan keparwisataan di desanya. Mereka tidak lagi menjadi ‘ pemain cadangan” apalagi menjadi penonton tapi mereka sudah dijadikan “pemain-pemain utama”. Inilah idealnya dan harus menjadi contoh bagi desa-desa wisata lainnya di Indonesia. Kalau selama ini kegiatan kepariwisataan yang diuntungkan adalah para pemilik modal atau kaum kapitalis justru di Desa Waturaka masyarakatnya sendiri yang meningkat kesejahteraanya, mereka dibuat gembira ria dan bahagia atas potensi yang dimiliki.

Konsep pengembangan pariwisata yang dikembangkan di Desa Waturaka adalah Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat yakni konsep pembangunan pariwisata yang mengutamakan dan mengedepankan partisipasi dan peran aktif masyarakat. Melalui konsep Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat maka segala aktifitas kepariwisataan mulai dari perencanaan, pengidentifikasian potensi, pelaksanaan sampai kepada mengevaluasi semuanya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri melalui sebuah lembaga yang bernama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam penyiapan regulasi dan penguatan kapasitas dan penguatan kelembagaan.[5]

Keberhasilan pelaksanaan program Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat di Desa Waturaka tidaklah terlepas dari pelopor dan penggerak utama yakni Bapak Ignasius Leta Odja. Pria kelahiran Waturaka 11 April 1964 ini melakukan kerja – kerja luar biasa sehingga menjadikan Desa Waturaka mendapat penghargaan sebagai desa wisata alam terbaik nasional 2017 dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.[3]

Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun melalui kerjasama dengan beberapa travel agent, atas inisiatif Pokdarwis Desa Waturaka sekarang sudah ada 17 Home Stay yang disiapkan sebagai penginapan agar para wisatawan berlama-lama di Desa Waturaka.[3]

Yang menjadi keunikan tersendiri di Desa Waturaka adalah kalau biasanya di destinasi wisata lain para wisatawan menginap dan makan minum di hotel dan restaurant mewah, justru disini para wisatawan menginap dan makan minum bersama dirumah-rumah penduduk yang sudah dijadikan Home Stay.[3]

Para turis hidup berbaur dan berinteraksi langsung dengan penduduk dan diperlakukan sebagai keluarga sendiri sehingga menjadikan “tamu-tamu kehormatan” merasa seperti berada di rumah sendiri dan menjadikan mereka betah dan berlama-lama di Desa Waturaka.[5]

Kedepannya Desa Wisata Waturaka akan terus dikembangkan sebagai model pembanguna pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism (CBT) yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Berwisata Ke Desa Waturaka, Ende, Nusa Tenggara Timur Dengan keindahan Alamnya". Ruang Akses Tanpa Batas. 2018-03-07. Diakses tanggal 2019-09-02. 
  2. ^ Bere, Sigiranus Marutho. Nursastri, Sri Anindiati, ed. "Inikah Desa Wisata Alam Terbaik di Flores?". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-09-02. 
  3. ^ a b c d "Menengok Waturaka, Desa Ekowisata Terbaik Nasional". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2019-09-01. Diakses tanggal 2019-09-02. 
  4. ^ admin. "Desa Wisata Waturaka Ende NTT" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-02. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ a b c "Inilah Profil Desa Waturaka di Kelimutu, yang Kembangkan Wisata Lingkungan dan Budaya". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2016-06-26. Diakses tanggal 2019-09-02.