Lompat ke isi

Ventilator sumber terbuka

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Proyek OpenLung, salah satu ventilator sumber terbuka yang memiliki sumber daya rendah dan penerapan yang cepat. Proyek ini menggunakan bag valve mask (BVM atau Ambu-bag) sebagai komponen utamanya.[1]
Mekanika ventilator OpenLung

Ventilator sumber terbuka adalah jenis ventilator yang digunakan dalam situasi bencana yang dibuat dengan desain berlisensi bebas (sumber terbuka). Ventilator ini memiliki komponen dan suku cadang (perangkat keras sumber terbuka) yang dapat diperoleh dengan bebas dan dari mana saja, baik telah direkayasa ulang atau benar-benar merupakan produk baru.[2][3]

Komponen-komponen yang terkandung di dalam ventilator ini dapat merupakan adaptasi dari berbagai produk murah yang telah ada. Suku cadang khususnya juga dapat dicetak dalam bentuk 3D karena harganya yang mahal atau sulit ditemukan.[2][3] Pada awal 2020, tingkat dokumentasi dan pengujian ventilator sumber terbuka jauh di bawah standar ilmiah dan tingkat medis.[4]

Salah satu purwarupa dari ventilator ini adalah "Ventilator Pandemi" yang dibuat pada 2008 ketika kasus flu burung H5N1 kembali melonjak sejak pertama kali muncul pada 2003. Ventilator tersebut dinamakan "Ventilator Pandemi" karena saat itu digunakan sebagai ventilator pilihan terakhir selama kemungkinan pandemi flu burung.[5]

Penilaian kualitas

[sunting | sunting sumber]

Kebijakan menggunakan perangkat lunak bebas dan sumber terbuka (free and open-source software (FOSS)) dan perangkat keras sumber terbuka secara teoritis memungkinkan para pembuat untuk saling meninjau kesalahan atau kekurangan ventilator satu sama lain. Hal ini berbeda dengan perkembangan perangkat keras sumber tertutup (closed-source).[4]

Pada awal 2020 selama pandemi COVID-19, tinjauan terhadap ventilator sumber terbuka menyatakan bahwa sistem yang diuji dan telah ditinjau oleh sesama masyarakat tidak memiliki dokumentasi yang lengkap dan sistem terbuka yang didokumentasikan baru pada tahap awal desain saja. Selain itu, pada dasarnya hanya hal-hal dasar saja yang diuji. Kendati demikian, VICE memprediksi bahwa pandemi COVID-19 yang terjadi akan memicu pengembangan yang secara signifikan akan meningkatkan pembuatan ventilator sumber terbuka sehingga nantinya akan ada banyak pekerjaan, kebijakan, peraturan, dan pendanaan yang dibutuhkan agar ventilator yang diciptakan dapat memenuhi standar medis.[4]

Persyaratan desain

[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua jenis ventilator yang digunakan berdasarkan kondisi pasien, yakni ventilator invasif dan ventilator non-invasif. Ventilator invasif adalah alat bantu pernafasan yang mengontrol keseluruhan pernafasan pasien disebabkan pasien dalam kondisi darurat. Sementara itu, ventilator non-invasif digunakan untuk pasien yang masih sadar dan mampu mengatur pernafasannya sendiri meskipun dalam kondisi sesak nafas.[6]

Dalam pembuatan ventilator invasif sumber terbuka, dibutuhkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar ventilator dapat digunakan dengan aman pada pasien. Sementara dalam pembuatan ventilator non-invasif, persyaratan yang dibutuhkan tidak terlalu ketat. Berikut adalah beberapa syarat fitur yang dibutuhkan terutama untuk ventilator invasif:[7]

  • terdapat fitur untuk mengukur dan mengontrol volume yang dipompa dan laju napas untuk menghindari volutrauma
  • terdapat fitur pemantauan terhadap tekanan pernapasan, laju pernapasan (bpm) dan rasio dari inspiratori ke ekspiratori
  • untuk pasien yang tidak dibius, terdapat sebuah mode bantuan yang tidak memaksa aliran udara untuk masuk pada frekuensi tetap, melainkan hanya meningkatkan tekanan ketika pasien menghirup oksigen;
  • untuk pasien dengan sindrom distres pernapasan akut (Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)), terdapat fitur dukungan untuk pengaturan tekanan ekspirasi akhir positif demi menghindari kolapsnya alevoli.[8]

Pandemi COVID-19

[sunting | sunting sumber]

Sebuah upaya besar dimulai selama pandemi COVID-19 setelah proyek Hackaday berlangsung. Tujuannya untuk menanggapi kekurangan ventilator yang diperkirakan dapat menyebabkan kematian yang lebih tinggi pada pasien. Proyek ini juga bertujuan untuk membangun alat untuk membantu pernapasan secara berkelanjutan.[9]

Pada 18 Maret 2020, Medtronics telah membuka kode dan arsipnya untuk pembuatan peralatan ventilasi paru utamanya.[10] Pada 19 Maret 2020, tim insinyur perangkat lunak asal Prancis membuat proyek ventilator sumber terbuka bernama MakAir dengan menggunakan pencetakan 3D. Tujuannya adalah agar industri manufaktur dapat memproduksi ventilator akhir dengan biaya mendekati 2.000 Euro.[11]

Tim yang terlibat membangun purwarupa dalam jangka waktu 1 bulan. Setelah selesai, mereka berhasil melakukan uji coba selama 12 jam pada babi. Proyek ini kemudian menerima dukungan resmi dengan jumlah dana sebesar 426.000 Euro dari cabang investasi Angkatan Darat Prancis, Agence Innovation Défense of Direction générale de l'armement. Groupe SEB yang mengetahuinya kemudian setuju untuk memproduksi ventilator MakAir di tempat mereka di Vernon, Prancis. Dari sisi medis, ventilator telah diuji secara klinis di CHU Nantes pada pasien manusia pada Desember 2020.[12]

Pada 23 April 2020, NASA melaporkan bahwa mereka berhasil membuat ventilator COVID-19 dalam jangka waktu 37 hari. Mereka kemudian menamainya dengan nama VITAL ("Ventilator Intervention Technology Accessible Locally") yang saat ini masih dalam tahap pengujian lebih jauh. Untuk membuat ventilator baru, NASA pun mencari persetujuan dari United States Food and Drug Administration.[13][14]

Ventilator NASA VITAL
Tim pembuat
Tampak depan
Tampak samping

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "OpenLung - Open Source Ventilator / OpenLung Emergency Medical Ventilator Project / OpenLung BVM Ventilator". GitLab. Diakses tanggal 12 Maret 2021. 
  2. ^ a b Bender, Maddie (2020). "People Are Trying to Make DIY Ventilators to Meet Coronavirus Demand". Vice. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  3. ^ a b Toussaint, Kristin (2020). "These Good Samaritans with a 3D printer are saving lives by making new respirator valves for free". Fast Company. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  4. ^ a b c M. Pearce, Joshua. "A review of open source ventilators for COVID-19 and future pandemics [version 1; peer review: 1 approved]". F1000 Research. Archived from the original on 2020-04-18. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  5. ^ "The Pandemic Ventilator". Instructables.com. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  6. ^ Anwar, Muhammad Choirul (2021). "Lawan Corona, RI Kebut Produksi Ventilator Karya Anak Bangsa". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2021-03-10. 
  7. ^ Real Engineering (2020). "A Guide To Designing Low-Cost Ventilators for COVID-19". Youtube. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  8. ^ Pfeilsticker, FJDA; Serpa Neto, A (2017). "'Lung-protective' ventilation in acute respiratory distress syndrome: still a challenge?". Journal of Thoracic Disease. 9 (8): 2238–2241. doi:10.21037/jtd.2017.06.145. PMC 5594148alt=Dapat diakses gratis. PMID 28932514. 
  9. ^ Coetzee, Gerrit (2020). "Ultimate Medical Hackathon: How Fast Can We Design And Deploy An Open Source Ventilator?". Hackaday. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  10. ^ "Our Ventilator Specifications. Your Ingenuity". Medtronic. Diakses tanggal 12 Maret 2021. 
  11. ^ "MakAir — Covid-19 Ventilator". GitHub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  12. ^ "Safety and Effectiveness Assessment of the MakAir Artificial Ventilator". ICH GCP (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  13. ^ Good, Andrew; Greicius, Tony (2020). "NASA Develops COVID-19 Prototype Ventilator in 37 Days". NASA. Diakses tanggal 10 Maret 2021. 
  14. ^ Wall, Mike (2020). "NASA engineers build new COVID-19 ventilator in 37 days". Space.com. Diakses tanggal 10 Maret 2021.