Teori kepemimpinan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Teori kepemimpinan merupakan beberapa teori yang mencakup hal-hal dasar mengenai kepemimpinan. Pada dasarnya, banyak terdapat teori yang membahas mengenai kepemimpinan.

Arti Kata Kepemimpinan[sunting | sunting sumber]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,[1] pemimpin (/pe·mim·pin/) memiliki arti: orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan (/ke·pe·mim·pin·an/) memiliki arti: perihal pemimpin dan atau cara memimpin. Sehingga kepemimpinan sangat dekat dengan seni, teknik, dan atau metode memimpin suatu kelompok untuk mencapai tujuan.

Jenis-jenis Kepemimpinan[sunting | sunting sumber]

  1. Great Man Theory beranggapan bahwa sifat-sifat kepemimpinan merupakan bawaan, artinya teori ini beranggapan bahwa pemimpin-pemimpin besar itu sudah ditakdirkan sejak lahir.[2]
  2. Trait Theory memiliki anggapan bahwa manusia dilahirkan dengan karakteristik tertentu yang membuat mereka mampu menjadi pemimpin yang ulung. Karakteristik khusus tersebut antara lain intelejensi, sikap bertanggung jawab, kreativitas dan berbagai karakter berkualitas lainnya yang membuat seseorang mampu menjadi pemimpin yang baik.[2]
  3. Contingency Theory (Situational) berpendapat bahwa tak ada cara tunggal untuk memimpin dan bahwa setiap gaya kepemimpinan seharusnya didasarkan atas situasi tertentu, yang menandakan bahwa ada orang-orang tertentu yang dapat menunjukkan kualitas kepemimpinan yang maksimal di tempat tertentu; tetapi justru menunjukkan kualitas kepemimpinan yang minimal saat mereka keluar dari dari elemen mereka.[2]
  4. Style and Behavior Theory merupakan respon (tanggapan) dari Trait Theory. Style and Behaviour Theory menawarkan perspektif baru yang berfokus pada kebiasaan seorang pemimpin dibandingkan dengan karakteristik mental, fisik atau sosial seseorang. Behaviour Theory dibagi menjadi 2, yakni yang berfokus pada tugas seorang pemimpin dan yang berfokus pada unsur manusia.[2]
  5. Process Leadership Theory
  6. Transactional Theory menyatakan bahwa manusia secara umum mencari cara untuk memaksimalkan pengalaman yang menyenangkan dan mengurangi pengalaman yang tidak menyenangkan. Karena itulah, kita akan lebih condong pada orang-orang yang menambah kekuatan kita.
  7. Transformational Theory menyatakan bahwa proses interaksi seseorang dengan orang lain dapat menciptakan hubungan solid yang menghasilkan tingkat kepercayaan yang tinggi, yang kemudian akan berdampak pada peningkatan motivasi intrinsik maupun ekstrinsik pada pengikut maupun pemimpinnya.

Dasar-dasar Kepemimpinan[sunting | sunting sumber]

Menurut U.S. Army, ada sebelas prinsip dasar kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin:[2][3]

  1. Layak Teknis: Seorang pemimpin harus paham tugasnya dan memiliki pemahaman kuat terhadap tugas dari karyawan-karyawannya;
  2. Mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan: Membantu mengembangkan sifat karakter baik yang membantu bawahan menunjukkan tanggung jawab professionalnya;
  3. Pastikan bahwa tugasnya dipahami, diawasi dan diselesaikan: Komunikasi adalah kunci. Seorang pemimpin harus mampu untuk berkomunikasi secara efektif. Pemimpin harus menghabiskan seluruh harinya dengan berkutat pada komunikasi. Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa manager (pemimpin organisatorial) menghabiskan 70 hingga 90 persen waktunya setiap hari dengan komunikasi serta aktivitas terkait (Barrett, [n.d]);
  4. Pastikan bawahan mendapat informasi yang jelas: Paham bagaimana berkomunikasi dengan tidak hanya staf muda tetapi staf senior dan orang lain sebaik-baiknya;
  5. Pahami bawahan dan perhatikan perilakunya: selalu bersikap baik dan mengenali pentingnya perhatian awal kepada bawahan;
  6. Pahami diri sendiri dan melakukan peningkatan mutu (Kaizen): Selain memahami diri sendiri, pemimpin harus memahami siapa dirinya, apa yang ia ketahui, dan apa yang bisa ia lakukan. Melakukan peningkatan dari diri sendiri berarti terus melakukan penguatan terhadap perilaku. Hal ini bisa tercapai melalui belajar sendiri, pendidikan formal, pelatihan, refleksi, dan interaksi dengan orang lain (pergaulan)
  7. Buat keputusan yang jelas dan permanen: Gunakan metode penyelesaian masalah yang bagus, pembuatan keputsan dan perencanaan.
  8. Mencari tanggungjawab dan mengambil tindakan di atasnya: cari jalan untuk membimbing organisasi anda ke level baru. Apabila hal-hal menjadi tidak benar, jangan menyalahkan orang lain. Analisis situasinya, lakukan tindakan perbaikan, dan segera bergerak mencari tantangan baru.
  9. Berikan contoh: Jadilah suri teladan yang baik bagi bawahan. Bawahan tidak harus hanya diberi tahu apa yang menjadi target mereka tetapi juga melihat bagaimana pemimpin mewujudkan dan mengejawantahkan kualitas dan etika organisasi. Pemimpin harus mewujudkan apa yang menjadi harapan bawahan saat terlihat oleh mereka.
  10. Latih sebagai anggota tim: Jangan hanya berfokus pada divisi anda, bagian, atau bawahan, tetapi bayangkan seluruh organisasi sebagai suatau keasutan yang harus belajar dan sukses bersama.
  11. Gunakan kemampuan penuh dari organisasi anda: Dengan mengembangkan semangat organisasi, anda akan mampu untuk memanfaatkan kemampuan dari seluruh anggota organisasi menuju tujuannya.

Selain itu, US Army juga menuliskan ada empat faktor penting di dalam kepemimpinan

  1. Pemimpin
  2. Pengikut
  3. Komunikasi serta
  4. Situasi

Sementara itu, Hargreaves & Fink (2004) menawarkan tujuh prinsip kepemimpinan yang berkelanjutan vis-à-vis:[2][4][5]

  1. Kepemimpinan yang berlanjut menciptakan dan menyediakan pembelajaran yang berlanjut.
  2. Kepemimpinan yang berlanjut menjamin sukses setiap saat.
  3. Kepemimpinan yang berlanjut menjaga keberlangsungan kepemimpinan kepada pihak lain.
  4. Kepemimpinan yang berlanjut membawa pesan keadilan sosial.
  5. Kepemimpinan yang berlanjut cenderung mengembangkan dibandingkan menguras habis sumber daya material dan manusia.
  6. Kepemimpinan yang berlanjut mengembangkan keberagaman serta kapasitas lingkungan.
  7. Kepemimpinan yang berlanjut melakukan aktivitas yang terkait dengan lingkungan.

Gaya-gaya Kepemimpinan[sunting | sunting sumber]

Gaya kepemimpinan merupakan suatu upaya pendekatan metode kepemimpinan dari pemimpin kepada yang dipimpin.[2] Terdapat enam macam gaya kepemimpinan yang ada:[2]

  1. Otokratik / Otoriter

Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan transaksional di mana pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap staf/bawahan. Staff dan anggota tim memiliki kesempatan kecil untuk menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal yang menarik bagi anggota tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling efisien. Keputusan dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan tersebut dapat dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan membenci sistem ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam kondisi krisis di mana keputusan harus dibuat secara cepat dan tanpa ada perdebatan.

2. Birokrat

Kepemimpinan birokratis mengikuti aturan secara ketat dan meyakinkan bawahannya bahwa mereka juga mengikuti aturan yang serupa. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk pekerjaan yang memasukkan risiko kerja yang berbahaya (seperti bekerja dengan mesin, dengan zat beracun, dan pada ketinggian) atau di mana menyertakan sejumlah uang yang banyak. Kepemimpinan birokratis juga sangat berguna pada organisasi di mana karyawan bekerja di dalam rutinitas (Shaefer, 2005). Kelemahan dari sistem ini adalah sangat tidak efektif di dalam tim dan organisasi yang mengandalkan fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi (Santrock, 2007)

3. Karismatik

Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan baik dari pemimpin maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya kepemimpinan yang dapat dijabarkan tetapi dapat dirasakan kurang nyata dibandingkan pola kepemimpinan lainnya (Bell, 2013).[6] Sering disebut sebagai pola kepemimpinan transformasional, pemimpin karismatik menginspirasi hasrat di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi karyawan untuk terus bergerak ke depan (progresif). Jaminan rangsangan dan komitmen dari dalam tim merupakan aset berharga di dalam produktivitas serta mencapai tujuan.

Kelemahan dari sistem ini adalah perlunya kepercayaan diri tinggi dari pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan. Sistem ini bisa menjurus bahaya ke dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang pemimpin meninggalkan. Sebagai tambahan, pemimpin karismatik mungkin percaya bahwa dia tidak dapat bertindak salah, meskipun orang lain mengingatkannya mengenai jalur di mana ia melangkah serta perasaan tidak terkalahkan dapat menghancurkan seluruh tim dan atau organisasi.

4. Demokratis / Partisipatif

Pemimpin demoratis membuat keputusan akhir tetapi juga menyertakan anggota tim di dalam membuat keputusan akhir. Sistem ini memberdayakan kreativitas dan anggota tim sering disertakan di dalam proyek dan pengambilan keputusan.

Ada banyak keuntungan kepemimpinan demokratis. Anggota tim cenderung memiliki kepuasan bekerja yang tinggi dan cenderung produktif karena mereka merasa ikut serta. Sistem ini juga membantu mengembangkan bakat karyawan. Anggota tim akan merasa seperti bagian dari sistem yang lebih besar dan berarti dan akan lebih termotivasi untuk mencapai lebih dari kepuasan finansial. Kelemahan dari sistem ini adalah akan mudah goyah pada situasi di mana kecepatan dan atau efisiensi merupakan hal penting. Selama krisis, sebagai contoh, suatu tim dapat membuang-buang waktu untuk mengumpulkan masukan. Bahaya potensial lainnya adalah anggota tim yang tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman akan memberikan masukan yang berharga.

5. Laissez-Faire

Pola kepemimpinan laissez-faire mungkin merupakan pola kepemimpinan yang terbaik atau malah terburuk dari seluruh pola kepemimpinan yang ada (Goodnight, 2011).[7] Laissez-faire adalah kalimat bahasa Prancis untuk biarkan saja, apabila diterapkan kepada sistem kepemimpinan menggambarkan pemimpin yang membolehkan orang-orang bekerja dengan cara mereka sendiri. Pemimpin dengan pola Laissez-faire akan menanggalkan tanggung jawab dan menghindari membuat keputusan, mungkin memberi seluruh anggota tim kemerdekaan penuh untuk melakukan pekerjaan mereka dan menyusun target masing-masing.

Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki kuasa untuk mengambil keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012).[8] Pemimpin menyediakan tim dengan sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan, akan tetapi tidak terlalu sering. Gaya kepemimpinan ini dapat berjalan efektif apabila pemimpin selalu memonitor performa dan memberikan tanggapan (feedback) kepada anggota tim secara reguler.

Keuntungan utama dari kepemimpinan laissez-faire adalah mempersilahkan anggota tim suatu otonomi yang dapat membimbing kepada kepuasan pekerjaan yang tinggi dan meningkatkan produktivitas. Pola ini dapat merusak apabila anggota tim tidak mampu mengatur waktunya dengan baik atau tidak memiliki pengetahuan, bakat, atau motivasi untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. Jenis kepemimpinan ini dapat berjalan apabila manager tidak memiliki kendali yang layak terhadap bawahannya (Ololube, 2013).

6. Transaksional

Gaya kepemimpinan ini dimulai dari ide bahwa anggota tim setuju untuk mematuhi pemimpinnya apabila mereka menerima tugas. Transaksi tersebut biasanya menyertakan organisasi akan menugaskan kepada anggota tim berdasarkan usaha (kapabilitas) dan kepatutannya. Pemimpin memiliki hak untuk menghukum anggota tim apabila pekerjaan mereka tidak memenuhi standar yang layak. Hubungan pekerjaan minimalis yang dihasilkan di antara atasan dan bawahan berdasarkan transaksi ini (usaha untuk membayar).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Setiawan, Ebta. "Arti kata pimpin - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2017-10-23. 
  2. ^ a b c d e f g h Amanchukwu, Rose Ngozi,Stanley, Gloria Jones, Ololube, Nwachukwu Prince, 2015, A Review of Leadership Theories, Principles and Styles and Their Relevance to Educational Management, Management 2015, 5(1): 6-14
  3. ^ "11 Timeless Principles of Leadership (US Army 1948)". www.academyleadership.com. Diakses tanggal 2021-01-03. 
  4. ^ "The Seven Principles of Sustainable Leadership - Educational Leadership". www.ascd.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-22. Diakses tanggal 2021-01-03. 
  5. ^ Hargreaves, Andy; Fink, Dean (2016-11-28). "Sustaining Leadership:". Phi Delta Kappan (dalam bahasa Inggris). doi:10.1177/003172170308400910. 
  6. ^ "Emerging Leadership Journeys - Leader's Authenticity Influence on Followers' Organizational Commitment". www.regent.edu. Diakses tanggal 2021-01-03. 
  7. ^ "SAGE Reference - Encyclopedia of Leadership". sk.sagepub.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-03. 
  8. ^ "Vol. 3 No. 7; April 2012(abstract28)". ijbssnet.com. Diakses tanggal 2021-01-03.