Lompat ke isi

Teknologi pengemasan pangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Pengemasan telah ada sejak jaman dahulu dan dapat ditemukan dengan bebas di alam seperti kulit buah, kulit hewan, daun pisang. Seiring perkembangan teknologi, pengemasan pun semakin banyak macam dan jenisnya. Fungsi dari pengemasan bukan hanya sebatas melindungi produk saja, namun lebih kepada menambah nilai jual produk agar konsumen tertarik.[1]

Pengemasan dapat didefinisikan dengan beragam cara. Pertama, pengemasan merupakan perpaduan antara seni; ilmu; dan teknologi untuk membuat suatu kemasan produk yang menarik konsumen. Kedua, pengemasan sebagai serangkaian sistem mulai dari persiapan pengiriman produk; distribusi dalam jumlah besar; penyimpanan; pembelian dalam jumlah kecil; hingga produk tersebut dikonsumsi. Ketiga, pengemasan yang baik harus dapat menjamin produk sampai ke tangan konsumen dalam kondisi prima. Keempat, pengemasan merupakan penggabungan antara fungsi teknologi yang bertujuan untuk mengefisienkan biaya dengan ekonomi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.[2]

Pengertian pengemasan dapat diberikan tiga batasan sebagai berikut:[3]

  1. Suatu alat yang dipakai untuk memastikan penyampaian produk ke konsumen akhir dalam kondisi yang dapat diterima dan dengan biaya yang optimal
  2. Suatu sistem yang terkoordinasi dalam kegiatan penyiapan produk sehingga produk layak untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual eceran, dan disampaikan kepada pengguna akhir.
  3. Suatu fungsi teknokomersial yang ditujukan untuk mengoptimalkan biaya delivery serta memaksimalkan penjualan dan keuntungan.

Potensi kerusakan produk pangan setelah dikemas

[sunting | sunting sumber]

Interaksi antara bahan bahan dan kemasan

[sunting | sunting sumber]

Walaupun kemasan berfungsi untuk melindungi produk dari kerusakan, namun adanya perpindahan senyawa kimia yang terkandung dalam kemasan dapat mencemari produk pangan yang dikemas.[4] Berdasarkan peraturan bersama dari Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian, batasan maksimal logam dalam bahan pangan sebesar 250 ppm untuk besi dan timah; sementara itu, untuk timbal sebesar 1 ppm. Jika melebihi batas maksimum, maka produk pangan yang dikemas tersebut bersifat racun yang membahayakan kesehatan. Ada banyak faktor yang menyebabkan produk pangan menjadi terkontaminasi oleh senyawa kimia kemasan yaitu bahan kemasan yang mudah berkarat; adanya zat asam organik, nitrat, zat pengoksidasi atau zat pereduksi; lama penyimpanan; suhu penyimpanan; kelembaban; dan sebagainya. Selain logam, ada bahan kemasan yang sangat rentan mengkontaminasi produk pangan yang dikemas yaitu plastik. Berpindahnya senyawa kimia plastik disebabkan karena panas.[5]

Kerusakan produk karena suhu

[sunting | sunting sumber]

Untuk mencegah kerusakan produk karena disimpan pada suhu yang tidak tepat, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, untuk produk yang sensitif terhadap panas, maka produk tersebut harus disimpan pada suhu rendah yang berkisar antara -180C sampai 0,50C; dan untuk mencegah pertumbuhan bakteri psikrofilik, maka produk pangan dikemas menggunakan foil atau saran (PVDC). Kedua, produk yang mudah meleleh seperti coklat batangan seharusnya disimpan pada tempat kering dan tidak terkena sinar matahari. Ketiga, produk pangan yang dikemas dengan kaleng atau botol semestinya disimpan pada tempat yang kering dan bersuhu rendah untuk mengantisipasi pertumbuhan jamur dan bakteri pada proses pembentukkan spora yang tahan panas.[6]

Kerusakan produk karena terpapar sinar UV

[sunting | sunting sumber]

Agar produk aman dari paparan sinar matahari, maka produk tersebut sebaiknya dikemas dalam botol yang berwarna gelap.[7]

Kerusakan hidratasi

[sunting | sunting sumber]

Produk pangan yang kering harus tetap terlindungi dalam kemasan agar tidak mudah dimasuki uap air, sehingga kemasan yang dipilih harus memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi agar produk pangan tidak menjadi lembab atau menggumpal seperti pada tepung.[8]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Pulungan, Maimunah Hindun (2018). Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 1. ISBN 978-602-432-644-9. 
  2. ^ Natarajan, S (2015). Fundamentals of Packaging Technology. Delhi: PHI Learning Private Limited. hlm. 2. ISBN 978-81-203-5054-0. 
  3. ^ Syarief, Rizal (2016). Pengemasan Pangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 3. ISBN 978602390549 Periksa nilai: length |isbn= (bantuan). 
  4. ^ Sulaiman, Ismail (2021). Pengemasan dan Penyimpanan Produk Bahan. Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 6. ISBN 978-623-264-314-7. 
  5. ^ Sulaiman, Ismail (2021). Pengemasan dan Penyimpanan Produk Bahan. Pengemasan dan Penyimpanan Produk Bahan: Syiah Kuala University Press. hlm. 7. ISBN 978-623-264-314-7. 
  6. ^ Kaihatu, Thomas S (2014). Manajemen Pengemasan. Yogyakarta: Andi Offset. hlm. 28. ISBN 978-979-29-5414-2. 
  7. ^ Sulaiman, Ismail (2021). Pengemasan dan Penyimpanan Produk Bahan. Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 10. ISBN 978-623-264-314-7. 
  8. ^ Setiarto, Haryo Bimo (2020). Teknologi Pengemasan Antimikroba. Guepedia. hlm. 31. ISBN 978-623-294-169-4.