Tanggomo
Tanggomo adalah sastra lisan bahasa Gorontalo yang diungkap secara berirama, berbentuk puisi naratif dan tidak terikat oleh baris. Arti kata tanggomo yang ditinjau dari makna katanya ialah "tampung". Kata ini dalam pembentukan verba menjadi dua jenis kata yang berbeda makna. Bentukan pertama adalah molanggomo, yang berarti menampung sesuatu dengan tangan yang ditadahkan terbuka ke atas. Bentukan kedua ialah motanggomo, kata ini mempunyai makna yang lebih dekat dengan kegiatan bercerita, yaitu "bercerita dengan ragam sastra tanggomo".[1]
Tanggomo berisi peristiwa dan kejadian yang sumber ceritanya berasal dari kejadian atau peristiwa nyata, dari cerita rakyat, dan dari rekaman pencerita sendiri.[1] Pada jamannya, Tanggomo merupakan alat untuk menyebarluaskan informasi berdasarkan fakta kepada masyarakat.[2]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Tanggomo berasal dari kata dasar Tanggomo yang jika diartikan secara harfiah adalah menampung. Orang yang membawakan syair Tanggomo di sebut Ta Motanggomo.[3] Syair tanggomo yang jumlahnya ratusan sampai ribuan baris diciptakan dan dihafal oleh orang yang memang ahli Tanggomo dan dilantunkan pada saat-saat tertentu, misalnya pada acara hajatan atau keramaian.[4]
Pada awalnya tanggomo diucapkan layaknya membaca puisi tanpa iringan alat. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat juga Tanggomo yang dilantunkan dengan diiringi petikan gambus atau kecapi.[5]
Nilai budaya yang paling menonjol dalam tanggomo adalah nilai sejarah, sebagai contoh adalah cerita peristiwa patriotik 23 Januari 1942 tentang perjuangan rakyat Gorontalo merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Akhir-akhir ini fungsi Tanggomo menjadi penyebar informasi faktual yang lebih bersifat sejarah, dengan Tanggomo informasi faktual seperti Keluarga Berencana (KB), program wajib belajar 9 tahun, gerakan Jumat Bersih, semuanya itu telah diciptakan tukang Tanggomo dan disampaikan kepada masyarakat.
Syair Tanggomo tentang penyambutan
[sunting | sunting sumber]Berikut ini adalah syair tanggomo tentang "Peristiwa Patriotik 23 Januari 1942" yang juga sering disebut sebagai "hari kemerdekaan Gorontalo":
- Bisimila momulayi
- Delo po'eela pomayi
- Tawnu yilalu mayi
- Botiya ma delo mayi
- Wawu dungohi lomayi
- Botiya uyilowali
- Maso-maso to akali
- Wawu dila bo habali
- 23 januali
- 42 yilowali
- Lali wungguli kakali
- Donggo to’u boyito
- Ra’ayati to pingito
- Wawu malo to duwito
- Walanta hemolihito
- Ngiyo-ngiyoto dungito
- Oyinta lobohuliyo
- Lomobu hudungiliyo
- To pabiya tambatiliyo
- Talumolo wayitiyo
- Odito kapaliliyo
- Kapali tikololiyo
- Polibu limongoliyo
- Odito to uwanengo
- Pentadu delo tihengo
- Tulu ma lotontulengo
- Lopobu kilumohengo
- Hudungu to uwanengo
- Walanta ma hepanita
- Wawu malo hipalita
- Uweewo ma hidehita
- Ma mayi hipodelita
- Hasili didu olamita
- Malo didu olabita
- Boli ma didu osisa
- Ra’ayati to sikisa
- Walanta ma hesanangi
- Tolipu Hulontalangi
- Tahu’a pomikilangi
- Dulolo motibarani
- Motitituwawu malowani
- Kumando li pa’a nani
- Tawu ma lotitipalangi
- Tahu’a ilambuliyo
- Ra’ayati wawu tiyo
- Mosadiya wawu mohiyo
- Walanta wa’upoliyo
- Pa’a nani bilantuwa
- Talola’i tawabuwa
- Ra’ayati ngohuntuwa
- Pito banggo hiwuduwa
- Pa’a nani ta ta’uwa
- Odito utoniyati
- Todulahu duma’ati
- Lo’otoduwo u bebasi
- Wawu lominta’a bandela
- Umoputi wawu mela
- 23 januali
- 42 yilowali
- Mongodula’a mongowutato
- Tanggomo ma he’utapo
- Wanu hila momatato
- Pona’o de Hulontalo
- Silita banta-bantalo
Masa Sekarang
[sunting | sunting sumber]Tradisi lisan Tanggomo di masa sekarang semakin sulit ditemukan di wilayah Provinsi Gorontalo.[6] Rata-rata penutur tanggomo sekarang sudah berusia lanjut.
Dikhawatirkan dalam jangka waktu tidak lama tradisi lisan yang berfungsi sebagai media penyampai informasi ini akan benar-benar ditinggalkan warga Gorontalo. Di Kabupaten Gorontalo Utara, hanya sedikit orang tua yang mampu menuturkan tradisi lisan ini. Salah satunya adalah Anis Husain, seorang penjaga kantor dan pemulung.[6]
Untuk melestarikan budaya Tanggomo tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menetapkan Tanggomo sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Tuloli, Nani (1991). Tanggomo, salah satu ragam sastra lisan Gorontalo (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Intermasa. hlm. 29–30. ISBN 978-979-8114-80-9.
- ^ Priyasmoro, Muhammad Radityo (2018-11-02). Sunariyah; Haryanto, Andry, ed. "Roland Adenga, Penjaga Denyut Sastra Lisan Tanggomo di Gorontalo". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-09-12.
- ^ Nugraha, Pepih, ed. (14 Februari 2011). "Membangkitkan Tradisi Lisan Gorontalo". Kompas.com. kompas.com. Diakses tanggal 10 Februari 2017.
- ^ Editor (2017-04-21). "Tanggomo, Sastra Lisan yang Berperan sebagai Media Jurnalistik". 1001 Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-12.
- ^ "Tanggomo, Gorontalo". kebudayaan.kemdikbud.go.id. 17 Desember 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-11. Diakses tanggal 10 Februari 2017.
- ^ a b Azhar, Rosyid A. Kistyarini, ed. "Tanggomo, Tradisi Lisan Gorontalo Semakin Ditinggalkan Petuturnya". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-09-17.
- ^ "InfoPublik - BUDAYA TANGGOMO". infopublik.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-17.