Susuhunan Abdurrahman
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Susuhunan Abdurrahman | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Sultan Palembang Ke-1 | |||||||||
Berkuasa | 1659–1704 | ||||||||
Pendahulu | Pangeran Sido ing Rajek | ||||||||
Penerus | Sultan Mansyur | ||||||||
Kelahiran | Raden Abdurrohim 1620 Kerajaan Palembang | ||||||||
Kematian | 1704 Kesultanan Palembang | ||||||||
Istri | Ratu Agung binti Kimas Marta Yuda | ||||||||
Keturunan | |||||||||
| |||||||||
Wangsa | Azmatkhan | ||||||||
Ayah | Pangeran Seda Ing Pasarean | ||||||||
Ibu | Ratu Mas Amangkurat (Bernama asli Kimas Panji Wiro Singo) | ||||||||
Agama | Islam |
Susuhunan Abdurrahman (1659-1704), adalah Sultan Palembang pertama antara tahun 1659-1704. Ia merupakan putra Pangeran Seda ing Pasarean dan Ratu Mas Amangkurat. Ia berkuasa di Palembang setelah mengusir pendudukan VOC menggantikan kakaknya Pangeran Sedo ing Rejek.
Kehidupan awal
[sunting | sunting sumber]Ibunya bernama Masayu Adi Wijaya Ratu Mas Mangkurat binti Kemas Panji Wira Singa bin Ki Tumenggung Banyu bin Ki Gede ing Mempelam bin Ki Gede ing Sungi Surabaya. Ia dilahirkan sekitar tahun 1630 di lingkungan Keraton Kuto Gawang Palembang Lamo (1 ilir), dan merupakan putera ke 4 dari 13 bersaudara. Saudaranya yang tertua ialah Pangeran Ratu Sido Ing Rajek yang menjadi raja menggantikan ayahnya dan wafat di Indra Laya.
Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri, dan berguru kepada ulama-ulama besar pada waktu itu di antaranya: Sayid Mustofa Assegaf bin Sayid Ahmad Kiayi Pati, Kemas M.Asyik bin Kemas Ahmad, Sayid Syarif Ismail Jamalullail dan lain-lain.
Menjadi raja
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1659, ia menggantikan kakaknya menjadi raja. Kemudian pada tahun 1666, ia memproklamirkan kerajaan Palembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam setelah mendapat legalitas dari Kesultanan Turki Usmani, dan ia sendiri diangkat menjadi Sultan Abdurrahman yang pemerintahannya berdasarkan Islam, berpedoman kepada al-Qur’an dan Hadits.
Karena Keraton Kuto Gawang musnah terbakar akibat perang melawan Belanda pada tahun 1659, kemudian ia mendirikan keraton baru dan masjid di Beringin Janggut (antara 17 ilir dan 20 ilir), sekarang terkenal dengan kawasan Masjid Lama.
Keturunan
[sunting | sunting sumber]Selanjutnya Kesultanan Palembang dipimpin oleh 11 orang keturunannya, sampai pada pemerintahan pemimpin terakhirnya yaitu Ahmad Najamuddin Prabu Anom (7 Oktober 1823).
Didahului oleh: Kerajaan Palembang |
Sultan Palembang 1659-1706 |
Diteruskan oleh: Sultan Muhammad Mansyur |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah nasional Indonesia: Zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia Diarsipkan 2014-05-12 di Wayback Machine., vol. III, PT Balai Pustaka. ISBN 9789794074091. Hal 45-46.