Sapundu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sapundu Bawi di sebuah desa di Kalimantan Tengah
Sebuah foto bersejarah yang menggambarkan sepasang pria dan wanita Dayak dengan latar Patung Sapundu di belakang mereka

Patung Sapundu atau Sepundu adalah bentuk seni ukir kayu khas masyarakat Dayak Ngaju dari Provinsi Kalimantan Tengah.[1] Patung Sapundu biasanya berupa sebuah tiang kayu yang umumnya berasal dari kayu pohon ulin yang dipahat untuk menimbulkan wujud suatu makhluk hidup seperti manusia ataupun beragam jenis hewan. Patung kayu ini biasanya dicat dengan warna-warna yang cerah.[2] Tiang kayu Sapundu biasanya ditanam ke dalam tanah dengan ketinggian berkisar antara 1,5 hingga 2 meter dari permukaan tanah. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju, patung Sapundu sendiri merupakan perwujudan atau personifikasi dari arwah para leluhur mereka dan pembuatan patung Sapundu ini umumnya dimaknai sebagai bentuk penghormatan dan bukti kasih orang-orang yang masih hidup di alam dunia kepada para leluhur yang telah wafat.[3][4]

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Patung Sapundu sebagai suatu karya seni tradisional masyarakat Dayak Ngaju memiliki beberapa fungsi yang penting. Fungsi utama patung ini adalah sebagai tiang penambat hewan-hewan kurban seperti kerbau, lembu, atau sapi yang akan dikorbankan dalam upacara Tiwah dan juga berfungsi sebagai bentuk perwakilan sosok figur yang akan menemani arwah menuju Lewu Tatau (alam surgawi).[4][5] Dalam upacara Tiwah, biasanya patung Sapundu dihias dengan warna-warna yang cerah karena patung Sapundu dianggap sebagai bagian dari lambang kehidupan di alam selanjutnya yang penuh kebahagiaan dan kegemilangan menurut kepercayaan Kaharingan.[2]

Fungsi lain dari patung Sapundu adalah perlambang status sosial masyarakat yang memilikinya sebab semakin banyak dan semakin rumit ukiran suatu Sapundu maka kelompok masyarakat yang memilikinya dipandang sebagai kelompok yang punya kemampuan lebih secara finansial karena tingginya nilai dari Sapundu yang dimilikinya tersebut serta kemampuan untuk melaksanakan upacara Tiwah berkali-kali.[1] Selain itu, Sapundu juga berfungsi sebagai simbol penjaga arwah-arwah di alam Lewu Liau (alam roh) dan penjaga arwah dari tulang-belulang yang disimpan dalam sebuah Sandung apabila Sapundu ditempatkan di dekatnya.[2]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan bentuk yang lazim ditemukan di masyarakat, tiang patung Sapundu terbagi ke dalam enam jenis,[3] yaitu:

  1. Sapundu Hatue, berwujud laki-laki yang membawa alat persenjataan seperti mandau, talawang (perisai kayu), lunju (tombak), dan dohong (sajam berupa pisau kecil).[3] Dalam upacara Tiwah, Sapundu ini akan dibuat jika arwah yang akan di-Tiwah-kan adalah perempuan dan hewan kurban yang ditambatkan di jenis Sapundu ini haruslah hewan kurban betina. Sapundu jenis ini umumnya dihiasi dengan warna-warna yang cerah sebagai lambang kebahagiaan di alam berikutnya.[2]
  2. Sapundu Bawi, berwujud perempuan yang memegang sebuah wadah berupa mangkok, guci, tempayan, tempat sirih, atau wadah kecil lainnya sambil menggendong bayi ataupun balita.[3] Pada ritual Tiwah, Sapundu ini akan didirikan apabila arwah yang akan di-Tiwah-kan adalah laki-laki dan hewan kurban yang ditambatkan di jenis Sapundu ini haruslah hewan kurban jantan. Sapundu ini biasanya berhiaskan warna-warna cerah sebagai lambang kebahagiaan di kehidupan selanjutnya.[2]
  3. Sapundu Sambali, berwujud hewan seperti kera, anjing, buaya, dsb. atau makhluk mitologi seperti siluman ular, manusia berkepala buaya, dsb.[3]
  4. Sapundu Haramaung, berwujud seekor Macan Dahan Kalimantan yang diyakini sebagai lambang keberanian dan perlindungan bagi masyarakat Dayak Ngaju.[6]
  5. Sapundu Embak Bakas, berwujud lelaki tua yang lehernya teruntai padi sambil menggenggam wadah kecil dan dohong (sajam berupa pisau kecil).[3]
  6. Sapundu Rahu Nyampang, berwujud sepasang lelaki (suami) dan perempuan (istri) yang sedang melakukan persetubuhan.[3]

Galeri[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Sapundu: Seni Ukir Kayu Khas Masyarakat Dayak Ngaju". Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015. Diakses tanggal 31 Oktober 2023. 
  2. ^ a b c d e Felicia Viona Tiaradianti (2022). "Bab 6 – Desain dan Makna pada Ornamen Huma Betang Tumbang Toyoi Desa Malahoi Dengan Tinjauan Semiotika Arsitektur" (PDF). Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Diakses tanggal 31 Oktober 2023. 
  3. ^ a b c d e f g Iban, Carlos; Elfrida, Tuti (November 2017). "Arsitektur Religi Pesta Tiwah Dayak Ngaju" (PDF). Atrium: Jurnal Arsitektur. 3: 101–112. eISSN 2684-6918. ISSN 2442-7756. Diakses tanggal 31 Oktober 2023. 
  4. ^ a b Linda Febrina, dkk. (Juli 2022). "Fungsi Sapundu pada Ritual Tiwah di Desa Tumbang Malahoi". Universitas PGRI Palangka Raya. Diakses tanggal 31 Oktober 2023. 
  5. ^ L. Dyson & Asharini M. (1981). "Tiwah: Upacara Kematian pada Masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah" (PDF). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 50–52. Diakses tanggal 31 Oktober 2023. 
  6. ^ Risa Herdahita Putri. (Juni 2020). "Benteng Kuno Dayak dari Masa Tradisi Berburu Kepala". Historia.id. Diakses tanggal 31 Oktober 2023.