Pupuh
Loncat ke navigasi
Loncat ke pencarian
![]() | Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus. |
Artikel atau bagian artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Pupuh adalah bentuk puisi tradisional Jawa dan Sunda yang memiliki jumlah suku kata dan rima tertentu di setiap barisnya. Terdapat 17 jenis pupuh, masing-masing memiliki sifat tersendiri dan digunakan untuk tema cerita yang berbeda.[1]
Jenis[sunting | sunting sumber]
- Asmarandana, bertemakan birahi, cinta kasih seseorang kepada kekasih, sahabat, maupun keluarga.
- Balakbak, bertemakan lawak, banyolan tentang kehidupan sehari-hari.
- Dangdanggula, bertemakan ketenteraman, keagungan, kegembiraan.
- Durma, bertemakan kemarahan, kesombongan, semangat.
- Gambuh, bertemakan kesedihan, kesusahan, kesakitan.
- Gurisa, bertemakan khayalan seseorang.
- Jurudemung, bertemakan kebingungan, masalah kehidupan.
- Kinanti, bertemakan penantian seseorang.
- Lambang, bertemakan lawak dengan aspek renungan.
- Magatru, bertemakan penyesalan.
- Maskumambang, bertemakan kesedihan yang mendalam, rasa prihatin.
- Mijil, bertemakan kesedihan yang menimbulkan harapan.
- Pangkur, bertemakan perasaan sebelum mengemban sebuah tugas berat.
- Pucung, bertemakan rasa marah pada diri sendiri.
- Sinom, bertemakan kegembiraan.
- Wirangrong, bertemakan rasa malu akan tingkah laku sendiri.
- Ladrang, bertemakan sindiran.
Biasanya pupuh dinyanyikan dan diiringi dengan Kecapi dan Suling serta alat musik pelengkap lainnya. [1]
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ a b "Pengertian Pupuh – Ragam Sekar Pasundan". Diakses tanggal 2020-07-27.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
![]() | Artikel bertopik sastra ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. |