Preußenschlag

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pada Juli 1931, politikus Britania mengunjungi Prusia. Dalam foto ini dari kiri ke kanan: Menteri Luar Negeri Jerman Julius Curtius, Sekretaris Luar Negeri Britania Arthur Henderson, Kanselir Jerman Heinrich Brüning, Perdana Menteri Britania James Ramsay MacDonald dan Ministerpräsident Prusia Otto Braun. Foto ini diambil selama perjalanan kapal di Wannsee, Berlin.

Preußenschlag (pelafalan dalam bahasa Jerman: [ˈpʁɔʏsənˌʃlaːk], kudeta Prusia) adalah pengambilalihan negara bagian terbesar Jerman, Negara Bebas Prusia, oleh Kanselir Franz von Papen dengan menggunakan dekret-dekret darurat yang dikeluarkan oleh Presiden Paul von Hindenburg berdasarkan Pasal 48 Konstitusi Weimar pada tanggal 20 Juli 1932. Peristiwa ini merupakan salah satu penyebab berakhirnya Republik Weimar dan memungkinkan nazifikasi (Gleichschaltung) Jerman oleh Adolf Hitler.

Dalih von Papen adalah kerusuhan di beberapa wilayah Prusia dan tuduhan bahwa pemerintah Prusia telah gagal mengatasi masalah tersebut. Pemicu utamanya adalah peristiwa "Altonaer Blutsonntag" ("Minggu Berdarah Altona"), yaitu peristiwa baku tembak antara Sturmabteilung dengan kelompok komunis di Altona pada tanggal 17 Juli 1932 yang menewaskan 18 orang. Namun, kemungkinan besar tindakan ini dilakukan karena pemerintahan Prusia yang dikepalai oleh Perdana Menteri Otto Braun merupakan halangan terakhir bagi von Papen dalam upayanya untuk memperoleh kekuasaan (terutama mengingat bahwa pemerintah Prusia memiliki wewenang atas polisi Prusia).[1]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ 20. Juli 1932: Die preußische Regierung wird von der rechtskonservativen Regierung abgesetzt (dalam bahasa German), diarsipkan dari versi asli tanggal 2001-10-07, diakses tanggal 4 May 2013  :
    Immer wieder haben Konservative, Monarchisten und zuletzt sogar offen der Hohenzollern-Kronprinz eine Beseitigung der „republikanischen Festung Preußen“, dieses „marxistischen Spuks”, gefordert. [Again and again, conservatives, monarchists, and lately even the Hohenzollern crown prince have openly demanded the ousting of the "republican stronghold of Prussia", of this "Marxist spook".]