Lompat ke isi

Pesa'an

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Pesa'an adalah baju adat khas dari Madura, provinsi Jawa Timur.[1] Baju Pesa'an menjadi salah satu simbol utama yang menjadi wakil budaya baju adat Jawa Timur di Nusantara. Baju Pesa'an ini bisa digunakan pada acara-acara penting masyarakat Madura seperti acara upacara pernikahan ataupun acara penting lainnya. Namun, di masa lalu orang-orang Madura juga bisa menggunakan pakaian Pesa'an ini sebagai busana sehari-hari. Walaupun sering digunakan oleh penjual sate, pakaian ini mempunyai makna tersendiri. Pakaian adat Madura ini terdiri atas busana wanita dan pria. Bagi para pria terdiri atas celana longgar dan kaos bergaris merah putih yang cukup sederhana. Sedangkan untuk para wanita menggunakan kebaya dengan warna cerah yang mencolok sebagai pasangan dari busana pria.[2] Penggunaan warna yang cerah dan terang yang kuat pada pakaian adat ini mencerminkan karakter masyarakat Madura dikenal akan keberaniannya, sikap tegas, tidak kenal ragu, serta bersikap terbuka dalam menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain.

Baju Pesa'an ini cukup dikenal di seluruh penjuru Indonesia. Hal ini dikarenakan pakaian Pesa'an ini cukup mencolok dalam hal ciri khas yang dimiliki sehingga membuatnya mudah dibedakan dengan baju adat daerah lain.[1] Baju Pesa'an sebenarnya merupakan baju keseharian yang biasa dikenakan hanya oleh orang-orang Madura dan sebagian pesisir utara Jawa Timur. Namun sering kali karena keunikan dan ciri khas yang dimilikinya, baju inilah yang justru menjadi ikon utama yang mewakili Timur di kancah Nasional.[3]

Pakaian Pesa'an untuk bangsawan Madura biasanya memiliki beberapa tambahan. Jas tutup polos dan kain panjang biasanya ditambahkan pada penggunaan pakaian adat ini untuk pria. Hal ini ditambahi pula dengan tutup kepala yang sering disebut dengan odheng yang merupakan perlambang dari derajat kebangsawanan seseorang.[2]

Ada sumber yang menyebutkan bahwa baju Pesa'an merupakan nama yang digunakan untuk baju atasan dari pakaian adat ini. Sedangkan pasangan dari baju ini adalah bawahan yang disebut dengan celana gomboran.[4]

Secara umum baju pesaan dikenali sebagai baju hitam yang berukuran serba longgar. Pakaian ini dilengkapi dengan kaos yang berwarna belang merah putih ataupun merah hitam. Biasanya baju ini dipakai dengan celana gombrang yang disebut dengan gomboran. Celana ini merupakan celana kain hitam yang memiliki panjang tanggung antara lutut dan mata kaki. Namun sering juga berukuran panjang hingga mata kaki. Biasanya pakaian ini dilengkapi dengan penutup kepala sederhana yang dibuat dari bahan kain yang disebut dengan odheng, sarung kotak-kotak dan sabuk katemang dari Ponorogo, tropa atau alas kaki, serta senjata tradisional Madura yang berupa celurit.[5]

Sering berkunjunganya penguasa Sumenep Arya Panoleh ke tempat kakaknya Batara Katong Berkuasa di Ponorogo untuk bersilaturahim, Batara Katong dan Arya Panoleh adalah anak dari Raja Majapahit Brawijaya V yang diberi untuk tugas memimpin tiap-tiap kota . Saat di Ponorogo, rombongan dari Sumenep di sambut dengan persembahan reyog dan atraksi memukau yang dilakukan oleh orang-orang berpakaian serba hitam. Dari sinilah awal mulanya Selompret pada gamelan Reyog dikenal oleh rombongan Sumenep yang kemudian dikenal dengan nama Saronen. Arya Panoleh tertarik dengan pakaian ksatria warok dan meminta izin untuk digunakan oleh para pengawalnya. Atas perintah Batara Katong, saat Arya Panoleh beserta rombongan Sumenep pulang di kawal oleh pasukan warok secara khusus. [6]

Selain itu, adanya kebiasaan sewa pengawal tim karapan sapi untuk melindungi sapi dari berbagai kecurangan yang dilakukan oleh lawan. Pengawal tim karapan sapi ini disebut Penjaghe, pada Karapan sapi tempo dulu pemimpin tim karapan sapi menggunakan jasa Penjaghe dari Ponorogo yang merupakan seorang warok, karena dikenal ahli dalam bertarung dan mengawal ekspedisi Jawa supaya terhindar dari begal. Para Penjaghe dari Ponorogo kerap berdiri dan menari-nari diatas gawangan kaleles karapan sapi yang menunjukan barang siapa saja yang mengganggu sapi yang dijaganya akan berurusan dengannya. Pakaian yang di gunakan para Penjaghe dari Ponorogo menggunakan setelan pakaian adat Ponorogo, kaos bergaris dan sabuk othok (Katemang raja) yang diberedar di Madura hingga saat ini dibuat di Ponorogo.

Ciri-Ciri Pakaian

[sunting | sunting sumber]

Pakaian adat Pesa'an memiliki ciri khas yang bisa dikenali bahkan cukup dikenal di seluruh penjuru Indonesia.

Baju atasan pria dari pakaian adat Madura ini merupakan polos berwarna hitam. Ukuran dari baju atasan ini serba longgar dan tidak pas di badan.

Pakaian adat Pesa'an memiliki ciri celana yang berbentuk gombrang; celana ini berbentuk seperti halnya kebanyakan celana biasa namun dibedakan dengan tidak adanya kolor di bagian pinggang. Ukuran pinggang dan pipa celananya lebar. Jika dilihat maka celana ini menyerupai sarung yang dibentangkan. Di bagian pinggang dilengkapi sabuk atau ikat pinggang. Sabuk ini disebut dengan sabuk katemang yang disebut dengan bahan kulit sapi yang merupakan kerajinan buatan dari Ponorogo, nama asli sabuk ini adalah Othok Warok. Ada dua jenis sabuk katemang yaitu sabuk katemang Raja dan sabuk katemang kalep.[4] Ciri khas dari sabuk ini adalah bermotif polos, berwarna gelap seperti coklat atau hitam. Bentuk dari sabuk ini cukup lebar dan dilengkapi dengan kantung yang digunakan untuk menyimpan uang. Saat ini lebih populer menggunakan sabuk othok ijo atau biasa disebut dengan sabuk haji, sabuk ini juga buatan Ponorogo.

Untuk bagian sarungnya, digunakan bahan sarung Samarinda. Sarung ini menggunakan bahan sutra. Sarung ini memiliki motif kotak-kotak yang berukuran besar. Warna yang digunakan cukup mencolok dengan menggunakan benang emas. Di bagian sarung pelekatnya menggunakan bahan kain katun. Adapun warna dasarnya adalah putih dengan menggunakan motif kotak-kotak yang berwarna biru atau hijau.[1]

Untuk pakaian wanita dari baju adat Pesa'an ini menggunakan jenis pakaian kebaya dan jarik atau samping. Hal ini menunjukkan kesederhanaan yang sama halnya dengan ditunjukkan dengan desain dan motif yang cukup sederhana. Pakaian wanita pasangan untuk pakaian adat ini menggunakan atasan kebaya tanpa kutu baru dan kebaya rancongan. Pada penggunaannya kebaya ini digunakan bersamaan dalaman berupa BH yang berwarna kontras. Warna yang sering digunakan hijau, merah atau biru yang ukurannya ketat pas badan. Kebaya ini menggunakan bahan kebaya yang menerawang dan tembus pandang. Padu padan penggunaan BH yang berwarna kontras berusaha menonjolkan kemolekan wanita Madura.

Kebaya yang digunakan sebagai atasan dari pakaian adat ini biasanya dipadukan dengan sarung batik dengan motif tertentu. Adapun motif sarung yang bisa digunakan ada berbagai macam, di antaranya adalah motif Tabiruan, Storjan, atau Lasem. Penggunaan kebaya dan sarung pada pakaian adat ini biasanya dipadukan dengan stagen Jawa (odhet). Ukuran dari stagen ini sekitar 1,5 meter dan 15 centimeter diikatkan melingkar di perut. Dalam mengenakan pakaian adat Madura ini, para wanita umumnya juga akan menggunakan berbagai macam jenis pernik aksesori sebagai pelengkap riasan kecantikan. Aksesori yang digunakan ada banyak mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Adapun aksesori yang digunakan adalah cucuk sisir dan cucuk dinar. Aksesori ini berupa hiasan rambut yang terbuat dari logam emas yang bentuknya seperti busur berupa rantaian untaian kepingan uang. Aksesori yang lain adalah leng oleng. Aksesori ini adalah tutup kepala yang terbuat dari kain tebal. Anteng atau shentar penthol adalah giwang emas yang dikenakan pada telinga. Kalung brondong adalah kalung emas dengan rentangan berbentuk biji jagung yang dilengkapi dengan liontin bermotif uang logam atau bunga matahari. Gelang dan cincin emas bermotif keratan tebu (tebu saeres). Penggel adalah hiasan pergelangan kaki yang terbuat dari emas atau perak. Selop tutup sebagai alas kaki.

Aksesori Tambahan

[sunting | sunting sumber]

Seperti halnya pakaian adat di Indonesia, pakaian adat Jawa Timur ini memiliki beberapa aksesori pelengkap.[1] Baju Pesa’an biasanya dikenakan bersamaan dengan beberapa aksesori. Aksesori yang digunakan di antaranya rasughan totop (jas tutup berwarna polos), samper kembeng (kain panjang), jam saku, sap-osap (saputangan), stagen, jepit kain, sabuk katemang, perhiasan selo’ (seser), cincin geleng akar (gelang dari akar bahar), arloji rantai, dan sebum thongket atau tongkat.[5]

Di bagian kepala, biasanya warga Madura mengenakan penutup kepala yang disebut dengan odheng. Odheng ini memiliki beberapa ukuran dan memiliki motif. Berdasarkan bentuknya odheng dibedakan menjadi 2 jenis. Ada odheng peredhan (besar) dan odheng tongkosan (kecil). Selain itu, odheng ini juga dibedakan lagi menjadi jenis lain yaitu berdasarkan motifnya, yaitu odheng motif modang, garik atau jingga, dul-cendul, storjan, bere` songay atau toh biru.

Penutup kepala yang pertama ini disebut dengan odheng santapan. Aksesori ini berbentuk ikat kepala yang berbahan kain batik. Corak motif dari odheng santapan ini biasa disebut dengan motif Telaga Biru atau Storjoan Lidah Api atau Bunga.[1] Adapun bentuk dari odheng santapan adalah segitiga yang berwarna merah soga. Ukuran dari odheng ini bisa disesuikan dengan kepala pemakainya karena nantinya akan diikat di kepala pemakainya.

Aksesori kepala yang lain adalah odheng tapoghan merupakan ikat kepala khas yang berbahan kain batik biasa. Aksesori ini menggunakan motif bunga atau lidah api. Biasanya penutup kepala ini menggunakan warna merah soga. Ukurannya pun bisa disesuaikan dengan lingkar kepala si pemakai. Aksesori ini juga berbentuk segitiga, tetapi yang membedakannya adalah bagian atas kepalanya tidak tertutup.[4]

Aksesori lain yang biasa digunakan sebagai pelengkap pada pakaian adat ini adalah alas kaki. Alas kaki atau disebut juga dengan nama terompah berbentuk terbuka pada bagian ujung depan dan di bagian belakang terdapat tali sebagai penjepit pada kaki. Sedangkan kegunaan dari alat penjepit ini ialah mengikat ibu jari dan jari yang lainnya. Bahan dari aksesori alas kaki ini terbuat dari kulit sapi.[7]

Aksesori lain yang menjadi pelengkap dari pakaian adat Pesa'an ini adalah celurit atau sabit. Senjata ini digunakan sebagai senjata kelas menengah dan dibuat dari bahan besi baja yang motif polos. Warna besi baja dan ukuran beratnya rata-rata sekitar 450 gram berbentuk seperti celurit Madura pada umumnya. Senjata lain yang digunakan adalah piol. Senjata ini adalah gobang kecil yang dibuat dari bahan besi baja bermotif polos.dan. Piol dibuat dengan ukuran pas dengan badan pemakainya. Sedangkan bentuknya dari piol ini berbentuk seperti pisau dapur pada umumnya. Ada juga senjata lain yang disebut dengan gobang. Gobang ini terbuat dari bahan besi baja yang bersesuaian dengan warna besi aslinya. Jika dibandingkan dengan piol senjata ini berukuran lebih besar yang berbentuk seperti pisau dapur.

Seperti halnya dengan gobang yang berbentuk dengan sesuai warna besi aslinya, ada juga senjata yang disebut dengan belati cap garpu. Senjata ini memiliki panjang sekitar 40 centimeter berbentuk seperti pisau dapur yang berujung runcing. Ada juga senjata lain yang menjadi aksesori pelengkap pada pakaian adat Pesa'an yaitu takabuan. Takabuan adalah senjata yang terbuat dari bahan besi tempaan yang memiliki kualitas tinggi. Bahan ini berasal dari besi bekas keris sehingga mempunyai pamor tinggi. Senjata ini bermotif polos dan berwarna besi aslinya. Paruh Takabuan pada bagian lengkung perut bentuknya melengkung layaknya bulan sabit. Tetapi pada bagian tengah agak lebar dengan tebal di punggungnya. Paruh atau mata pisaunya lebar kemudian mengecil ke arah ujungnya. Jadi ujungnya sangat lancip. Biasanya takabuan ini tidak ada sarungnya kecuali takaburan yang berukuran kecil. Pada bagian paruhnya ditutupi sarung yang dibuat dari bahan kulit atau rotan. Kedua senjata lainnya adalah lancor ayam dan calo montor. Lancor ayam ini dikenal juga dengan nama Bulu Ayam atau Kembang Toro/Kembang Turi. Senjata ini dibuat dari loyang biasa hasil tempaan pandai besi. Dan gagangnya dibuat dari kayu sawo dengan motif polos. Untuk warnanya yaitu pada bagian paruhnya berwarna besi dan gagangnya ber­warna coklat. Sedangkan bentuk lancor ayam ini adalah melengkung layaknya ekor ayam jago dengan bagian paruhnya yang sempit makin ke ujung makin runcing. Ga­gangnya berbentuk bulat panjang mirip bentuk takabuan dan biasanya diberi paksei tembus agar makin kuat. Tetapi ada juga yang memakai paksei yang bukan besi baja polos. Adapun senjata calo montor ialah senjata kelas berat dan dibuat dari bahan besi bekas keris yang ditempa dan diberi warangan atau racun. Bentuknya mempunyai gagang kayu yang panjang. Calo montor ini berwarna hitam atau warna besi dengan motif polos.[5]

Selanjutnya adalah pakaian adat wanita pasangan Pesa'an. Dalam mengenakan pakaian adat Madura ini, para wanita umumnya juga akan menggunakan berbagai macam jenis pernik aksesori sebagai pelengkap riasan kecantikan. Aksesori yang digunakan ada banyak mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Beberapa aksesori yang digunakan di antaranya:

  1. Cucuk sisir dan cucuk dinar
  2. Leng oleng
  3. Anteng atau shentar penthol
  4. Kalung brondong
  5. Gelang dan cincin emas bermotif keratan tebu (tebu saeres)
  6. Penggel
  7. Selop tutup

Adapun aksesori yang digunakan adalah cucuk sisir dan cucuk dinar. Aksesori ini berupa hiasan rambut yang terbuat dari logam emas yang bentuknya seperti busur berupa rantaian untaian kepingan uang. Cucuk sisir dan cucuk dinar di cucukan ke dalam gelungan rambut yang dibuat bulat penuh. Aksesori yang lain adalah leng oleng. Aksesori ini adalah tutup kepala yang terbuat dari kain tebal. Anteng atau shentar penthol adalah giwang emas yang dikenakan pada telinga. Kalung brondong adalah kalung emas dengan rentangan berbentuk biji jagung yang dilengkapi dengan liontin bermotif uang logam atau bunga matahari. Gelang dan cincin emas bermotif keratan tebu (tebu saeres). Penggel adalah hiasan pergelangan kaki yang terbuat dari emas atau perak. Selop tutup sebagai alas kaki.[5]

Makna Filosofi

[sunting | sunting sumber]

Walaupun sama-sama berada di pulau Jawa, Jawa Timur memiliki nilai khas pada baju adat yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan pakaian adat Jawa Timur mencerminkan karakter warga Jawa Timur yang dikenal pemberani.[1] Orang Madura juga mempunyai semangat juang yang tinggi dalam menghadapi segala hal.[8] Adapun ketegasan yang dimiliki oleh rakyat Jawa Timur tercermin dalam motif dan corak yang ada pada pakaian adat Pesa'an ini. Namun demikian, pakaian ini juga menunjukkan kesederhanaan, rendah hati, dan ketinggian budi dalam menjunjung etika yang dimiliki oleh warga Jawa Timur.

Secara umum baju pesaan dikenali sebagai baju hitam yang berukuran serba longgar. Pakaian ini dilengkapi dengan kaos yang berwarna belang merah putih ataupun merah hitam. Biasanya baju ini dipakai dengan celana gombrang yang disebut dengan gomboran. Celana ini merupakan celana kain hitam yang memiliki panjang tanggung antara lutut dan mata kaki. Namun sering juga berukuran panjang hingga mata kaki. Biasanya pakaian ini dilengkapi dengan penutup kepala sederhana yang dibuat dari bahan kain yang disebut dengan odheng, sarung kotak-kotak dan sabuk katemang, tropa atau alas kaki, serta senjata tradisional Madura yang berupa celurit.[5]

Filosofi lain yaitu pakaian adat Madura ini yang berukuran longgar. Ukuran longgar dari pakaian adat Madura ini merupakan perwujudan dari warga Madura yang sangat menghargai kebebasan. Kaos berwarna belang yang merupakan dalaman dari baju luaran Pesa'an ini menggambarkan mental pejuang, tegas, dan pemberani yang dimiliki masyarakat Madura. Penggunaan odheng sebagai ikat kepala yang digunakan bersamaan dengan pakaian adat ini juga mengandung nilai-nilai filosofis. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk tegak kelopak odheng yang digunakan yang menunjukkan tinggi derajat kebangsawanan dari sang pemakai. Namun ada yang membedakan dari odheng yang digunakan untuk orang tua dan orang muda. Odheng yang digunakan untuk orang tua ujungnya dipilin, sedangkan untuk anak muda yang menggunakan ikat kepala ini ujungnya dibiarkan tetap terbuka (terbeber).[1]

Berdasarkan bentuknya odheng dibedakan menjadi 2 jenis. Ada odheng peredhan (besar) dan odheng tongkosan (kecil). Pada odheng peredhan ujung simpul di bagian belakang berbentuk pelintiran tegak lurus ke atas. Hal ini untuk melambangkan huruf alif yang merupakan perlambang dari huruf pertama dalam aksara Hijaiyah (Arab). Pada odheng tongkosan, simpul di bagian belakang dibentuk seperti huruf lam alif. Kedua bentuk simpul odheng ini menunjukkan pengakuan atas keesaan Allah. Hal ini menunjukkan dan mengingatkan bahwa masyarakat suku Madura merupakan masyarakat penganut Islam yang taat.

Selain itu, makna filosofis juga banyak ditemui pada pakaian adat wanita pasangan pakaian adat ini. Pada pakaian wanita padu padan penggunaan BH yang berwarna kontras berusaha menonjolkan kemolekan wanita Madura. Dari penggunaan kebaya ini memiliki nilai filosofis bahwa wanita Madura memang sangat menghargai kecantikan dan keindahan bentuk tubuh para wanita Madura. Sejak remaja, gadis-gadis Madura akan mulai diberi jamu-jamu khusus yang menunjang kecantikan dan kemolekannya, lengkap dengan berbagai pantangan makanan yang anjuran-anjuran lain seperti penggunaan penggel untuk membentuk tubuh yang padat dan indah. Sehingga dengan penggunaan pakaian ini ada banyak nilai-nilai luhur yang dijunjung. Sehingga banyak wanita Madura yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan keindahan tubuh mereka sendiri.[1]

Perkembangan

[sunting | sunting sumber]

Di masa sekarang, pada perkembangannya pakaian ini menggunakan bahan lasteng tiu atau tetoron.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i "Ciri-ciri dan Keunikan Pakaian Adat Jawa Timur Baju Pesa'an dari Suku Madura ~ Media Edukatif". Ciri-ciri dan Keunikan Pakaian Adat Jawa Timur Baju Pesa'an dari Suku Madura ~ Media Edukatif. Diakses tanggal 2019-04-16. 
  2. ^ a b "Baju Pesa'an". budayaindonesiaaa. 2014-12-21. Diakses tanggal 2019-04-16. 
  3. ^ Administrator. "Pakaian Adat Jawa Timur, Gambar Lengkap, dan Penjelasannya". Adat Tradisional. Diakses tanggal 2019-04-17. 
  4. ^ a b c "2 Pakaian Adat Jawa Timur Beserta Penjelasan Lengkap dan Gambarnya". Tradisi Tradisional. Diakses tanggal 2019-04-17. 
  5. ^ a b c d e Administrator. "Pakaian Adat Madura Pria dan Wanita, Gambar dan Keterangannya". Adat Tradisional. Diakses tanggal 2019-04-17. 
  6. ^ Hananto, Akhyari (1 april 2016). "Terlihat sama, tapi beda. Pakaian adat ponorogo dan madura". Good news from indonesia. 
  7. ^ "Pakaian Adat Jawa Timur Yang Unik Lengkap Dengan Aksesorisnya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-17. Diakses tanggal 2019-04-17. 
  8. ^ "Makna di Balik Baju Sakera Khas Madura - Bobo.Grid.ID". Bobo.ID. Diakses tanggal 2019-04-17.