Pengaruh Islam di Nusantara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Pengaruh Islam di Nusantara mulai terlihat sejak abad ke VII Masehi di mana pedagang-pedagang Arab selain bermaksud untuk berdagang selebihnya adalah menyebarkan agama Islam. Salah satu bukti yang menguatkannya adalah adanya pemukiman Islam di Barus, Sumatera pada tahun 674 Masehi. Sumber lain yang juga menguatkan pengaruh ini menurut para ahli dari barat menegaskan bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui India di mana orang-orang Arab bermazhab Syafi’i berlayar dan bermigrasi kemudian tinggal di India lalu menuju Nusantara. Teori ini disebut Teori Gujarat.[1] Proses dapat diartikan sebagai runtunan perubahan atau peristiwa mengaju pada perkembangan atau boleh dikatakan suatu hal yang dilakukan secara terus menerus.[2] Salah satu bagian yang paling terpenting pada peradaban Nusantara adalah proses penyebaran Islam. Para pedagang muslim yang telah menetap pada sebagian wilayah Nusantara namun di lingkungan masyarakat lokal yang masih menganut ajaran yang telah ada sebelum Islam masuk dan menyentuh sendi-sendi kehidupan mereka. Harfiahnya ada dua proses di mana proses pertama penduduk lokal telah mengalami interaksi dengan para pedagang muslim lalu menetap dan kemudian terjadi proses kedua yakni pernikahan antara pedagang tersebut dengan penduduk lokal.[3]

Pada masa kedatangan dan menyebarnya agama Islam Nusantara masih bercorak Hindu-Buddha dengan dua kerajaan termasyur kala itu sebut saja kerajaan Sriwijaya, Melayu dan Majapahit. Di Indonesia bagian tengah terdapat kerajaan besar bernama Kerajaan Kutai yang kemudian seiring berjalannya waktu kerajaan ini menjelma menjadi Kerajaan Islam akibat pengaruh Islam yang ditimbulkan. Proses dan masuknya ajaran agama Islam ini mendapat sambutan yang baik pada kalangan masyarakat lokal. Agama ini dipandang lebih baik oleh kalangan pribumi bagian bawah karena cenderung tidak mengenal kasta dan tanpa adanya perbedaan golongan antar sesama manusia. Proses Islamisasi pun terjadi dan berjalan dengan baik tanpa adanya penaklukan yang diakibatkan oleh dukungan dari banyak pihak. Pedagang maupun orang-orang muslim yang berdatangan mengajarkan Agama Islam dan masyarakat di masa itu menerima.[3]

Pengaruh lainnya yang diakibatkan oleh masuknya Islam di Nusantara terlihat pada bidang politik dan ekonomi. Misalnya pada bidang politik sebelum masuknya Islam masih menganut konsep dinasti dengan kuasa seorang raja memiliki sebuah keagungan bahkan dikaitkan dengan titisan para dewa atau dikenal dengan konsep Devaraja. Berbeda dengan konsep politik pada masa Islam di Nusantara di mana mengubah tatanan sistem Devaraja. Islam tidak mengajarkan bahwa Tuhan itu menyerupai atau titisan para dewa melainkan Tuhan Menciptakan manusia sebagai pemimpin atau khalifah di bumi yang telah Ia ciptakan pula. Pemimpin tersebut bertanggung jawab terhadap keselarasan dan keteraturan dunia.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ningsih, Widya Lestari (13/04/2021). "Masuknya Islam Ke Nusantara". Kompas.com. Diakses tanggal 8/2/2022. 
  2. ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia". www.kbbi.kemendikbud.id. Diakses tanggal 8/2/2022. 
  3. ^ a b Dalimunthe, Latifa Annum (2016/1 Juni). "Kajian Proses Islamisasi Di Indonesia (Studi Pustaka)" (PDF). Studi Agama dan Masyarakat. 12: 116. 
  4. ^ "Sejarah Pengaruh Islam di Nusantara : Bidang Politik dan Ekonomi". www.tirto.id. 9 November 2021. Diakses tanggal 8/2/2022.