Pembusukan ikan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pembusukan ikan terjadi karena sifat fisik ikan yang mudah mengalami pembusukan akibat enzim dan bakteri pembusuk.  Awal terjadinya pembusukan pada ikan adalah kemunculan bau busuk dan perubahan fisik pada ikan. Pembusukan pada ikan lebih cepat dibandingkan dengan hewan lainnya. Terjadinya pembusukan ikan dapat menyebabkan keracunan zat-zat tertentu. Pembusukan ikan dapat dihambat dengan merusak enzim dan bakteri pembusuk dengan berbagai macam perlakuan.  

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Pada dasarnya, ikan memiliki sifat mudah mengalami pembusukan.  Sifat ini berkaitan dengan kandungan air yang tinggi dan melimpahnya nutrien di dalam tubuh ikan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme.[1] Pembusukan ikan disebabkan oleh keberadaan ikan di daratan yang tersentuh oleh polusi udara. Kondisi ini membuat daging ikan yang awalnya berbau anyir ketika berada di dalam laut, berubah menjadi amis.[2] Proses pembusukan ikan sendiri sangat kompleks dan permulaannya sulit ditentukan.[3]

Daging ikan mulai mengalami pembusukan ketika ikan telah mati.[4] Salah satu penyebabnya adalah keberadaan enzim di dalam tubuh ikan yang menyebabkan pembusukan.[5] Kerusakan tubuh ikan akibat kegiatan enzim dinamakan autolisis.[6] Penyebab lainnya adalah keberadaan bakteri pembusuk dari luar tubuh ikan yang memasuki tubuh ikan yang mati dan kemudian merusak jaringan tubuhnya. Pembusukan ikan juga dapat terjadi setelah autolisis yang dapat mengakibatkan bau busuk dari proses kimia di dalam jaringan tubuh ikan. Penyebab-penyebab tersebut dapat ada secara bersamaan.[5] Pembusukan ikan oleh penyebab-penyebab tersebut juga dapat terjadi secara tumpang-tindih atau saling menguatkan satu sama lain.[7]   

Autolisis[sunting | sunting sumber]

Autolisis merupakan pembusukan yang terjadi secara biokimia. Enzim-enzim intraseluler mengadakan penghancuran sel-sel atau jaringan-jaringan melalui proses biokimia. Pada ikan dengan kandungan enzim yang tinggi, proses autolisis terjadi lebih cepat setelah kematiannya. Autolisis ini membuat ikan mengalami penurunan tingkat kesegaran pada fase pre-rigor dan rigor mortis.[8]

Bakteri pembusuk[sunting | sunting sumber]

Sekitar 10% dari hasil penangkapan ikan di dunia, mengalami pembusukan akibat keberadaaan bakteri pembusuk. Jenis bakteri pembusuk yang paling sering menyebabkan pembusukan ikan ialah Bacillus, Micrococcus dan Coryneform.[9]

Ciri fisik[sunting | sunting sumber]

Tanda pertama terjadinya pembusukan pada ikan adalah adanya bau busuk. Lalu daging ikan menjadi kaku dengan sorot mata yang memudar. Pada bagian insang dan tubuh bagian luar ikan terdapat lendir.[10]

Kecepatan[sunting | sunting sumber]

Kecepatan pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibadingkan dengan pembusukan pada daging hewan lainnya.[11] Beberapa jenis ikan tertentu, memiliki sifat mudah mengalami pembusukan. Salah satu contohnya adalah lemuru. Ada pula jenis ikan yang sifatnya sulit mengalami pembusukan, misalnya cakalang dan bandeng.[12]

Suhu yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses pembusukan ikan.[13] Sementara pada suhu 0ºC dan suhu yang lebih rendah lagi, pembusukan ikan menjadi tehambat prosesnya.[14] Kondisi pembusukan ikan setelah kematiannya terjadi sangat cepat bila berada di wilayah tropis.[15] Pembusukan ikan menjadi mudah bila terkena sinar matahari.[16]

Dampak[sunting | sunting sumber]

Ikan laut yang telah mengalami pembusukan dan menjadi busuk, bila dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan histamin.[17] Ikan yang disimpan di dalam es secara aerob, juga mengalami pembusukan yang menghasilkan hidrogen sulfida. Namun, hidrogen sulfida tidak terbentuk pada kemasan vakum yang mengandung karbon dioksida meski pembusukan ikantelah terjadi.[18]

Penghambatan[sunting | sunting sumber]

Proses biokimia yang menyebabkan pembusukan ikan dapat ditangani sejak penangkapan ikan di kapal. Penanganan ini meliputi semua perlakuan sejak ikan berada di dalam alat tangkap hingga pendaratan ikan. Jenis penanganannya meliputi segala perlakuan yang mampu meminimalisir kerusakan fisik, kimia, biokimia dan mikrobiologi pada ikan yang mengarah kepada pembusukan.[19]

Penghambatan pembusukan ikan oleh bakteri pembusuk dapat dilakukan dengan merusak enzim. Beberapa caranya dengan memberikan perlakuan suhu tinggi, iradiasi ion dan pengemasan secara efektif. Penghambatan pertumbuhan bakteri pembusuk juga dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet, antibiotik, pendinginan, pengasaman dan penyimpanan dalam atmosfer yang terkendali. Pertumbuhan bakteri pembusuk juga dapat dihambat dengan melakukan perlakuan yang mengurangi kadar air pada ikan. Beberapa caranya yaitu  pengeringan, pembekuan, serta penambahan garam dan gula.[20]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Prihanto, Asep Awaludin (Oktober 2017). Reaksi Fisiko Kimia Produk Perikanan Tradisional. Malang: UB Press. hlm. 6–7. ISBN 978-602-432-349-3. 
  2. ^ Yasa Boga (2010). Koleksi 120 Resep Masakan Ikan dan Hasil Laut Lainnya. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 6. ISBN 978-602-03-3006-8. 
  3. ^ Munaeni, W., dkk. (Oktober 2022). Sari, Mila, ed. Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan. Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. hlm. 152. ISBN 978-623-8004-80-5. 
  4. ^ Abriana, A., dan Indrawati, E. (Mei 2020). Sobirin, ed. Bandeng dan Diversifikasi Produk Olahannya. Makassar: CV Sah Media. hlm. 43. ISBN 978-602-6928-82-5. 
  5. ^ a b Kordi K., M. Ghufran H. (2010). Budi Daya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. hlm. 96–97. ISBN 978-979-29-1353-8. 
  6. ^ Ma'arif, A. Syamsul (2017). Cara Sukses Budidaya Ikan Gurami. Yogyakarta: Bio Genesis. hlm. 152. ISBN 978-602-6475-91-6. 
  7. ^ Suyanto, Rachmatun (2010). Sepsi, Nuy, ed. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm. 113. ISBN 979-002-447-9. 
  8. ^ Ma'rifat, T. N., dkk. (Agustus 2020). Dasar-Dasar Perikanan dan Kelautan. Malang: UB Press. hlm. 173. ISBN 978-602-432-994-5. 
  9. ^ Daud, M., dan Zulfan (2018). Teknologi Formulasi Ransum Unggas. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press Darussalam. hlm. 45. ISBN 978-602-5679-94-0. 
  10. ^ Tim Penulis PS. Agribisnis Perikanan Edisi Revisi. Niaga Swadaya. hlm. 24. 
  11. ^ Khairuman dan Amri, K. (2012). Pembesaran Nila di Kolam Air Deras. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. hlm. 69. ISBN 979-006-384-9. 
  12. ^ Zailanie, Kartini (Februari 2015). Fish Handling. Malang: UB Press. hlm. 21. ISBN 978-602-203-733-0. 
  13. ^ Kordi K., M. Ghufran H. Budi Daya Ikan Patin di Kolam Terpal: Lebih Mudah, Lebih Murah, Lebih Untung. Penerbit Andi. hlm. 71. 
  14. ^ Kordi K., M. Ghufran H. (2010). Suryantoro, Fl. Sigit, ed. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. hlm. 258. ISBN 978-979-29-1411-5. 
  15. ^ Meiyasa, F., dan Nurjanah (2021). Wulandari, Asri Peni, ed. Mikrobiologi Hasil Perikanan. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 36. ISBN 978-623-264-354-3. 
  16. ^ Lubis, Ernani (Januari 2012). Pelabuhan Ikan. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 170. ISBN 978-979-493-378-7. 
  17. ^ Nurjanah dan Abdullah, A. (2019). Baihaqi, Hans, ed. Cerdas Memilih Ikan dan Memilih Olahannya. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 32. ISBN 978-979-493-248-3. 
  18. ^ Nurhayati, T., Nurjanah, dan Nugraha, R. (Februari 2019). Fisiologi: Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan. Bogor: PT Penerbtit IPB Press. hlm. 253. ISBN 978-602-440-059-0. 
  19. ^ Sahubawa, Latief (Mei 2019). Santoso, Umar, ed. Teknik Penanganan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 22. ISBN 978-602-386-151-4. 
  20. ^ Suprayitno, E., dkk. Biokimia Produk Perikanan. Universitas Brawijaya Press. hlm. 139.