Pemberontakan Arab
Pemberontakan Arab | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Teater Timur Tengah Perang Dunia I | |||||||||
![]() Pasukan Angkatan Bersenjata Arab di Gurun Arab dan membawa bendera pemberontakan Arab | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
![]() Didukung: ![]() ![]() |
Didukung: ![]() | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() | ||||||||
Kekuatan | |||||||||
30.000 (Juni 1916)[1] |
Mei 1916: 6.500–7.000 pasukan[2] September 1918: 25.000 pasukan 340 senapan[1] | ||||||||
Korban | |||||||||
Tidak diketahui | 47.000 |
Pemberontakan Arab (bahasa Arab: الثورة العربية Al-Thawra al-`Arabiyya; bahasa Turki: Arap İsyanı) atau Pemberontakan Besar Arab (bahasa Arab: الثورة العربية الكبرى) dimulai pada tanggal 5 Juni 1916 dan dideklarasikan pada 8 Juni oleh Syarif Hussein bin Ali[3] dengan maksud untuk memerdekakan diri dari Kesultanan Utsmaniyah dan mendirikan negara Arab bersatu yang terbentang dari Aleppo di Suriah hingga Yaman.
Tentara Syarif yang dipimpin oleh Hussein dan Hasyimiyah, dengan dukungan militer dari Pasukan Ekspedisi Mesir Britania, berhasil melawan dan mengusir kehadiran militer Ottoman dari sebagian besar Hijaz dan Transyordania. Pemberontakan tersebut akhirnya merebut Damaskus dan mendirikan Kerajaan Arab di Suriah, sebuah monarki berumur pendek yang dipimpin oleh Faisal, putra Hussein.
Setelah Perjanjian Sykes – Picot, Timur Tengah kemudian dipecah oleh Inggris dan Perancis menjadi wilayah mandat dan bukan menjadi negara Arab bersatu, dan Inggris mengingkari janji mereka untuk mendukung negara Arab merdeka yang bersatu.
Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Kebangkitan nasionalisme di Kesultanan Utsmaniyah yang dimulai pada tahun 1821. Kemudian memicu nasionalisme Arab yang berakar di Mashriq, khususnya di wilayah Syam.
Pada tahun 1913, para intelektual dan politisi dari Mashriq bertemu di Paris pada Kongres Arab Pertama. Mereka menghasilkan serangkaian tuntutan untuk otonomi yang lebih besar dan kesetaraan dalam Kesultanan, seperti menggunakan bahasa Arab untuk pendidikan dasar dan menengah di tanah Arab, wajib militer untuk bangsa Arab di masa damai agar bertugas di dekat wilayah asal mereka dan mengusulkan tiga menteri dari bangsa Arab di kabinet Utsmaniyah.
Sementara kaum nasionalis Turki yang ingin melihat Turki sebagai kelompok dominan di dalam sistem Kekaisaran Utsmaniyah, yang memusuhi para pemimpin Arab dan mendorong mereka untuk berpikir dalam istilah nasionalistik yang sama.
Walaupun pemberontakan Sherif cenderung dianggap sebagai pemberontakan yang berakar dari gagasan nasionalis sekuler Arab, Sherif tidak bergantung pada gagasan tersebut dan malah menuduh bahwa kaum Turki Muda telah melanggar nilai-nilai Islam dan mengajak Muslim Arab untuk melancarkan pemberontakan suci melawan pemerintah Utsmaniyah.[4]
Pasukan[sunting | sunting sumber]
Pasukan Ottoman di Hijaz berjumlah 20.000 orang pada tahun 1917. Saat pecahnya pemberontakan pada bulan Juni 1916, Korps VII, Satuan Darat Ke-4 ditempatkan di Hijaz untuk bergabung dengan Divisi Infanteri ke-58, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ali Necib Pasha, Kuvvie-Mürettebe (Pasukan Sementara) ke-1 dipimpin oleh Jenderal Mehmed Cemal Pasha, yang bertugas menjaga jalur kereta api Hejaz dan Pasukan Ekspedisi Hejaz (Turki: Hicaz Kuvve-i Seferiyesi), yang berada di bawah komando Jenderal Fakhri Pasha. Dalam menghadapi meningkatnya serangan terhadap jalur kereta api Hijaz, Kuvve i Mürettebe ke-2 dibentuk pada tahun 1917. Pasukan Ottoman mencakup sejumlah unit Arab yang tetap setia kepada Sultan-Khalifah dan berperang dengan baik melawan Sekutu.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
- ^ a b Murphy, p. 26.
- ^ Military Intelligence and the Arab Revolt: The first modern intelligence war, Polly a. Mohs, ISBN 1-134-19254-1, Routledge, hlm. 41.
- ^ Page 8 – The Arab Revolt, 1916-18 Published by New Zealand History at nzhistory.net.nz
- ^ Sean McMeekin (2012) The Berlin-Baghdad Express. Belknap Press. ISBN 0-674-06432-1. pp. 288, 297