Lompat ke isi

Pekerja migran Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Para pekerja migran Indonesia (PMI) yang berada di Victoria Park, Hong Kong pada 12 Januari 2008.

Pekerja migran Indonesia (PMI), adalah sebutan bagi setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. Istilah ini menggantikan istilah tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW), yang saat ini sering dikonotasikan dengan pekerja kasar dan pekerja rumah tangga.

Sejak 9 Maret 2007, kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan PMI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BPPMI; sebelumnya disebut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Sebelumnya, seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans.

Penempatan PMI di seluruh dunia. Statistik per akhir tahun 2022.[1]

Meski dapat menerima gaji yang besar dari hasil kerja, namun tidak jarang pekerja migran Indonesia yang terlibat dalam kasus kejahatan, baik sebagai korban maupun pelaku, entah karena pemotongan gaji, perlakuan yang kejam, atau pelecehan dan pemerkosaan dari majikannya. PMI kerap kali tidak tahan akan perlakuan yang diterimanya, bahkan terkadang ada yang berusaha kabur, atau membunuh majikannya. Beberapa kasus yang melibatkan PMI:

Ceriyati adalah seorang PMI di Malaysia yang mencoba kabur dari apartemen majikannya. Ceriyati berusaha turun dari lantai 15 apartemen majikannya karena tidak tahan terhadap siksaan yang dilakukan kepadanya. Dalam usahanya untuk turun Ceriyati menggunakan tali yang dibuatnya sendiri dari rangkaian kain. Usahanya untuk turun kurang berhasil karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas Pemadam Kebakaran setempat. Tetapi kisahnya dan juga gambarnya (terjebak di lantai 6 gedung bertingkat) menjadi headline surat kabar Indonesia serta Malaysia, dan segera menyadarkan pemerintah kedua negara adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan PMI.

Ruyati adalah seorang PMI asal Bekasi, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia berusaha membunuh ibu majikannya yang bernama Khairiyah Hamid yang berusia 64 tahun karena merasa tidak tahan dengan kekejamannya. Pembunuhan itu dilakukan dengan cara membacok kepala korban beberapa kali dengan pisau jagal dan kemudian dilanjutkan dengan menusuk leher korban dengan pisau dapur. Lalu, Ruyati melaporkannya ke KJRI di Jeddah.[2]

Pada 18 Juni 2011, Ruyati tewas dihukum pancung di Arab Saudi akibat perbuatannya itu. Keluarganya tetap meminta jenazah Ruyati untuk dipulangkan dan dimakamkan oleh pihak keluarga. Bahkan, pihak keluarga bertekad akan mengirimkan surat permohonan bantuan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dapat memulangkan jenazah. Sementara itu, suasana di rumah duka terus didatangi para pelayat dari kerabat dan warga sekitar. Mereka prihatin dengan peristiwa yang dialami Ruyati.[3]

Kedutaan Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur, belum bisa memastikan pemulangan jenazah Ruyati ke Tanah Air. Ia mengemukakan itu menjawab pertanyaan anggota dewan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Kamis (23/6). Terkait keyakinan pemulangan jenazah Ruyati, berdasarkan sejarah selama ini korban pemancungan tidak ada yang pernah bisa kembali ke tanah airnya. Meski demikian, pihaknya terus melakukan upaya agar jenazah Ruyati, PMI yang dijatuhi hukuman pancung di Arab Saudi, bisa dikembalikan ke Tanah Air dan diserahkan kepada keluarga.[4]

Seorang PMI asal Subang, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia terancam hukuman mati karena membunuh. Hukuman ini dapat diperingan dengan membayar diyat atau tebusan senilai Rp4,7 miliar. Rupanya, Darsem belum sepenuhnya bebas dari hukuman secara maksimal meski telah membayar tebusan.

"Uang itu hanya untuk membebaskan Darsem dari hukum pancung," kata Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur saat melakukan rapat dengan pendapat dengan Komisi I Bidang Luar Negeri di Jakarta, Kamis 23 Juni 2011.

Menurut Gatot, setelah uang tebusan itu dibayarkan, pemerintah Arab Saudi akan menanyakan kepada keluarga korban dan masyarakat. "Apakah terganggu dengan pembunuhan yang dilakukannya," urai Gatot.

Jika keluarga dan masyarakat menyatakan terganggu dengan perbuatan Darsem, maka Darsem terancam hukuman 6 atau 10 tahun penjara. Saat ini Darsem sedang memasuki sidang umum.[5]

Pungutan liar

[sunting | sunting sumber]

Para warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian dimana kebanyakan dari mereka adalah PMI yang bekerja di Malaysia, dibebani tarif pungutan liar. Modusnya adalah terbitnya SK/Surat Keputusan ganda, untuk SK pungutan tinggi ditunjukan sewaktu memungut biaya, sedangkan SK pungutan rendah digunakan sewaktu menyetor uang pungutan kepada negara. Pungli ini berawal dari PPATK yang mencium aliran dana tidak wajar dari para pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005, dikemudian hari terungkap, pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Pungli ini menyeret para pejabat ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hadi A Wayarabi,Erick Hikmat Setiawan (kepala KJRI Penang) dan M Khusnul Yakin Payapo (Kepala Subbidang Imigrasi Konjen RIPenang).[1] Erick Hikmat Setiawan divonis 20 bulan penjara.[2]

Pemotongan gaji ilegal

[sunting | sunting sumber]

Hampir semua PMI atau buruh migran Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh oknum tertentu dari para PMI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit PMI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa PMI adalah bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Data Pekerja Migran Indonesia Periode Desember 2022" (PDF). BP2MI. 01 Januari 2023. Diakses tanggal 2023-05-31. 
  2. ^ Kronologi kasus Ruyati versi KBRI[pranala nonaktif permanen], diakses pada 20 Juni 2011.
  3. ^ Surati SBY, Keluarga Minta Jasad Ruyati Dipulangkan, diakses pada 20 Juni 2011.
  4. ^ Komisi I Minta Jenazah Ruyati Dipulangkan, Dubes Ragu, diakses pada 23 Juni 2011.
  5. ^ Uang Rp4,7 M Belum Bebaskan Darsem dari Hukum[pranala nonaktif permanen], diakses pada 23 Juni 2011.

Peraturan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]