Paradoks kekuatan kehendak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Paradoks kekuatan kehendak adalah gagasan bahwa seseorang dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dengan berfokus kepada hal yang kurang mengarah ke mereka, menandakan bahwa kemauan langsung tak selalu menjadi cara terkuat untuk mencapai tujuan.

Riset menunjukkan bahwa komunikasi intrapersonal (berbicara dengan diri sendiri) dan memikirkan pertanyaan dapat memberikan perubahan.[1]

Data eksperimental[sunting | sunting sumber]

Sebuah ekseperimen membandingkan penampilan dua kelompok orang yang mengerjakan anagram. Satu kelompok berpikir untuk menunda tugas anagram mereka; kelompok lain berpikir soal apakah mereka akan menuntaskan anagram tersebut atau tidak. Kelompok kedua menunjukkan hal yang lebih baik ketimbang kelompok yang menunda penerjaan anagram. Peneliti yang sama, Ibrahim Senay (di University of Illinois in Urbana), menemukan hal serupa yang mengulang penulisan dari pertanyaan "Will I?" lebih kuat ketimbang menulis penulisan tradisional "I will".[2]

Kekuatan kehendak dan kecanduan[sunting | sunting sumber]

Michael J. Taleff menyatakan "Kekuatan kehendak dalam bidang kami (psikologi) adalah sebuah paradoks". Kecanduan menyebabkan pasien berkata bahwa keinginan keras tak lebih efektif ketimbang kerelaan.[3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ University of Illinois at Urbana-Champaign. "Will we succeed? The science of self-motivation.", ScienceDaily, 28 May 2010. Retrieved on 30 March 2012.
  2. ^ Wray Herbert, "The Willpower Paradox", Scientific American, 26 July 2010.
  3. ^ "Willpower"[pranala nonaktif permanen], Counselor Magazine, 27 May 2011. Retrieved on 3 April 2012.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]