Nyitdah, Kediri, Tabanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Koordinat: 8°34′50″S 115°06′41″E / 8.580590°S 115.111491°E / -8.580590; 115.111491

Nyitdah
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenTabanan
KecamatanKediri
Kode pos
82121
Kode Kemendagri51.02.06.2011
Luas3,64 km²[1]
Jumlah penduduk4.344 jiwa(2016)[1]
4.933 jiwa(2010)[2]
Kepadatan1.356 jiwa/km²(2010)
Jumlah KK1.187[1]


Nyitdah adalah desa yang berada di kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, provinsi Bali, Indonesia.[3][4]

Demografi[sunting | sunting sumber]

Penduduk desa Nyitdah sampai dengan tahun 2016 berjumlah 4.344 jiwa terdiri dari 2.137 laki-laki dan 2.207 perempuan dengan sex rasio 96,83.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejarah singkat diketahui melalui Lontar Katatuan dari Rsi Bhujangga Guru, sebagai buku sumber dan beberapa pemuka masyarakat sebagai narasumber. Nama Desa Nyitdah berasal dari kata “Bru Kunyit Ladah” atau “Suket Kunir” yang kemudian menyatu menjadi Kunit Ladah dan kemudian menjadi Nyitdah. "Kunit" artinya kuning menyala, "ladah" artinya hutan yang dirabat habis.

Dalam masa pemerintahan Dalem Ketut Nglesir, ada pendeta sakti dengan seorang putra bernama Ida Bagus Angker yang memiliki putra yang bijak. Diceritakan bahwa Ida Bagus Angker direstui untuk melakukan wanaprasta (pertapaan) di daerah gunung Giri Kusuma untuk memohon kesucian agar bisa melakukan kewajiban sebagai seorang keturunan pendeta (Bhujangga Aji) yang memiliki banyak pengikut dan pengikut yang utama adalah Sang Maha Rsi Waisnawa . Dalam melakukan pertapaan (Wanaprasta), Bagus Angker berganti nama menjadi Bhagawan Gangga Rsi , yang beristana di Gunung Giri Kusuma atau Gunung Sari. Kemudian di tempat partapaan itu dibangun pura sebagai bentuk penghormatan oleh masyarakat sekitar dan warga Bang yaitu Pura petali. Warga Bang dimaksud kemudian dijuluki Arya Damar.

Kemudian Bagus Angker melanjutkan perjalanan menuju arah barat sambil memberikan/mengajarkan pengetahuan beliaukepada masyarakat , disamping itu ,ia juga menolong orang yang kesusahan . Setelah sekian tahun, datang ayahnya bernama Ida Pedanda Saklti Wau Rauh menceritakan bahwa raja dalam keadaan sakit dan Ida Bhujangga Guru Kemudian mengobati raja hingga sembuh.

Diceritakan, ia melanjutkan perjalan kedesa yang bernama Jenggah Kunir yang ditemukan oleh Arya Waringin. Arya Waringin menceritakan kondisi Desa itu kepada Rsi Bhujangga bahwa warga Desa tersebut terkena musibah dari Kala Kali, ada juga warga yang hilang diambil oleh roh Kala Kali (roh halus) disekita daerah tersebut. Para Arya kemudian memohon bantuan Bhujangga Guru untuk mengatasi musibah ini.

Bhujangga Guru kemudian berdoa didaerah Tegal Kunir (Hutan Kunyit) mohon kehadapan Yang Maha Kuasa dengan diberi petunjuk tentang kebeberadaan hilangnya warga. Setelah dilakukan pencarian warga kemudian menemukan masyarakat yang hilang tersebut sudah menjadi mayat. Melihat keadaaan itu masyarakat sepakat merabat hutan kunyit itu samapai habis. Setelah habis dirabat, kelihatanlah daerah yang dari utara menjulur keselatan yang merupankan satu Desa yang kemudian diberi nama Kunyit Ladah yang artinya “Daerah bekas hutan Kunyit yang Kuning Menyala” yang sampai sekarang disebut Nyitdah. Setelah berjalan beberapa tahun nama Desa Carang sari dipandang tidak tepat, akhirnya diganti dengan nama Nyitdah, mengingat letaknya di atas bukit, untuk menuju Desa Nyitdah dari arah manapun jalannya selalu naik ( Munggah). Setelah bernama Desa Nyitdah, maka terjadilah pergantian pimpinan.

Adapun yang pernah menjadi pimpinan/Kepala Desa Nyitdah adalah sebagai berikut:

  • I Nengah Geledet ( ----- S/D 1946 )
  • I Ketut Repet ( 1946 S/D 1965 )
  • I Made Deger ( 1965 S/D 1969 )
  • I Wayan Ribuk ( 1969 S/D 1979 )
  • I Ketut Widia ( 1979 S/D 1996 )
  • I Gede Nym Wiryadana ( 1996 S/D 2007 )
  • Dewa Putu Puja ( 2007 S/D 2013 )
  • Dewa Putu Alit Arta ( 2013-2019 )
  • I Putu Sandiyasa, SH (2019)
  • Dewa Putu Alit Arta (2019 – sekarang)

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d "Kecamatan Kediri dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. 2017. Diakses tanggal 16 Desember 2018. 
  2. ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Badan Pusat Statistik. 2010. hlm. 1385. Diakses tanggal 14 Juni 2019. 
  3. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  4. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]