Larangan agama akan konsumsi daging babi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Larangan religius terhadap konsumsi daging babi telah menjadi sebuah tradisi Timur Dekat Kuno. Babi dilarang di Suriah kuno[1] dan di Bangsa Fenisia,[2] dan babi dan dagingnya merupakan hal yang tabu, Strabo mencatat, di Comana Pontica,[3] sebuah kota kuno di Turki. Sebuah puisi hilang dari Hermesianax, yang dikabarkan setelah berabad-abad oleh penjelajah Pausanias, membabarkan sebuah mitos etiologi yang mengisahkan tentang Attis dihancurkan oleh seekor babi supernatural, ini menjadi akibat bahwa penduduk Galatia yang tinggal di Pessinous tidak boleh menyentuh daging babi".[4]

Pada agama-agama Samawi, pantangan secara jelas tercantum dalam hukum makan Yahudi (Kashrut) dan dalam hukum makan Islam (Haram). Sebagian besar Kristen menghalalkan daging babi, dikarenakan oleh penglihatan sebuah lembaran dengan hewan-hewan oleh Petrus. Namun, Adventis Hari Ketujuh menganggap daging babi tabu, bersama dengan makanan-makanan lainnya yang dilarang menurut hukum Yahudi. Gereja Ortodoks Etiopia[5] melarang konsumsi daging babi, sementara Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria membaginya pada subyek tersebut.[6] Dalam kitab Perjanjian Lama kristen juga dijelaskan bahwa Babi dilarang untuk dikonsumsi.

Pelarangan dalam Yahudi[sunting | sunting sumber]

Taurat (Pentateukh) dalam Perjanjian Lama dan Alkitab Ibrani memiliki pasal-pasal dalam Kitab Imamat yang berisi daftar hewan yang orang-orang boleh santap.

Setiap binatang yang berkuku belah, yaitu yang kukunya bersela panjang, dan yang memamah biak, boleh kamu makan.

Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.

Kitab Ulangan membabarkan daftar hewan yang boleh disantap.

Janganlah engkau memakan sesuatu yang merupakan kekejian. Inilah binatang-binatang berkaki empat yang boleh kamu makan: lembu, domba dan kambing; rusa, kijang, rusa dandi, kambing hutan, kijang gunung, lembu hutan dan domba hutan. Setiap binatang berkaki empat yang berkuku belah--yaitu yang kukunya bersela panjang menjadi dua--dan yang memamah biak di antara binatang-binatang berkaki empat, itu boleh kamu makan.

Kitab Ulangan mengutip kembali apa yang Kitab Imamat katakan tentang babi.

Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.

Pelarangan dalam Islam[sunting | sunting sumber]

Dalam Islam, Al-Quran dan Hadist juga menjelaskan larangan memakan babi, diantaranya adalah:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.”

(Al Quran 2:173)[7]

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.”

(Al Quran 5:3)[8]

“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)”

(Al Quran 6:145)[9]

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Khamar dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.”

(HR. Abu Daud)[10]

Lainnya[sunting | sunting sumber]

"Tabu babi Skotlandia" (Scottish pork taboo) adalah ungkapan Donald Alexander Mackenzie yang membahas kebencian terhadap babi di kalangan orang Skotlandia, terutama para penduduk Dataran Tinggi Skotlandia (Highlanders), yang ia percaya berasal dari suatu tabu kuno. Beberapa penulis yang mengkonfirmasi bahwa ada prasangka buruk terhadap babi, atau kepercayaan-kepercayaan takhayul terhadap babi, tidak melihatnya dalam hal tabu terkait dengan kultus kuno. Setiap prasangka umumnya disetujui telah hilang pada tahun 1800an. Hingga saat ini, beberapa tradisi ini masih dipraktekan di Skotlandia mengenai tabunya memakan babi.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lucian of Samosata notes the prohibition of pork for followers of the Dea Syria (Atargatis, the 'Syrian goddess') in De dea Syria, noted in Jan N. Bremmer, "Attis: A Greek God in Anatolian Pessinous and Catullan Rome", Mnemosyne, Fourth Series, 57.5, (2004:534–573) p. 538.
  2. ^ As the pagan Porphyry of Tyre noted in De abstinentia ab esu animalium, late third century CE.
  3. ^ Strabo, xii.8.9.
  4. ^ Noted in Bremmer 2004:538 and notes. Bremmer notes that the taboo regarding pork for followers of Attis is reported in Julian, Orationes v.17.
  5. ^ Charles Kong Soo Ethiopian Holy Week clashes with Christians' 21 April 2011 Trinidad and Tobago Guardian Diakses pada 11 Maret 2012
  6. ^ "Egypt Copts Divided Over Pork". OnIslam.net. 25 Agustus 2007. Diakses tanggal 8 Maret 2014. 
  7. ^ Quran, Al-Baqara 2:173
  8. ^ Quran, Al-Ma'idah 5:3
  9. ^ Quran, Al-An'am 6:145
  10. ^ [1]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]