Kontroversi Paskah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kontroversi Paskah adalah sebuah persoalan penetapan masa perayaan Paskah semenjak zaman gereja perdana pada abad ke-2. Kala itu, penanggalan Paskah yang digunakan oleh sebagian besar Gereja Barat tidak sesuai dengan cara kebanyakan Gereja Timur menentukan tanggal untuk hari raya tersebut. Pada tahun 325 M, penentuan tanggal Paskah berusaha diselesaikan dalam Konsili Nikea I. Konsili tersebut menghasilkan keputusan bahwa Paskah jatuh pada hari Minggu pertama setelah bulan purnama setelah titik balik musim semi. Keputusan tersebut kemudian menjadi pedoman bahwa penetapan hari Paskah bisa jatuh pada hari Minggu antara 22 Maret-25 April sesuai siklus bulan purnama. Perselisihan antara pendeta Romawi dan Keltik di Inggris awal mengenai tanggal Paskah tidak diselesaikan sampai tahun 664, yang mendukung metode Barat dan Romawi.[1]

Pada 2009, kontroversi tersebut didiskusikan di Dewan Gereja-Gereja Sedunia, dengan usulan agar adanya tanggal tetap untuk menyelesaikan masalah ini. Namun tidak semua Gereja sepakat.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]