Koalisi Jamaika

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Koalisi Jamaika (Jerman: Jamaika-Koalition; juga disebut dengan aliansi Jamaika, lampu lalu lintas Jamaika, lampu lalu lintas hitam) adalah istilah dalam politik Jerman yang menggambarkan kemungkinan koalisi antara Partai Kristen Demokrat dan Sosialis (CDU/CSU) yang identik dengan warna hitam, Partai Demokrat Bebas (FDP) yang identik dengan warna kuning dan Partai Hijau yang identik dengan warna hijau. Koalisi ini disebut "Jamaika" sebab bendera Jamaika terdiri dari gabungan tiga warna, yaitu hitam, kuning, dan hijau.[1] Kemungkinan pembentukan koalisi ini untuk pertama kalinya dijajaki dan dirundingkan setelah pemilihan umum federal Jerman 2017, tetapi akhirnya gagal dibentuk karena perbedaan pandangan di antara partai-partai tersebut.[2]

Kegagalan Pembentukan Koalisi Jamaika (2017)[sunting | sunting sumber]

Simbol Koalisi Jamaika

Walaupun CDU yang dipimpin oleh Kanselir Jerman Angela Merkel memenangkan pemilu federal 2017 dengan perolehan 33 persen suara atau 246 kursi.[3] Untuk mencapai mayoritas kursi di parlemen (lebih dari 50 persen kursi), CDU harus menggalang koalisi, paling tidak dengan 2 partai kecil. Sejak awal CDU sudah menyatakan tidak akan berkoalisi dengan Partai Ekstrim Kanan (AfD) maupun Partai Kanan, sehingga yang paling mungkin adalah FDP dan Partai Hijau.

Kurang lebih sebulan setelah pemilu 2017, tiga kubu yang lolos ke Bundestag mengadakan serangkaian perundingan intensif untuk membentuk koalisi yang belum terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya, yaitu Koalisi Jamaika. Yang terlibat adalah CDU/CSU, Partai Hijau dan FDP. Dalam pemilu federal 2017, FDP meraih lebih dari 10 persen suara, dengan 80 kursi di Bundestag. Sedangkan Partai Hijau memperoleh hampir 9 persen suara atau 67 kursi.[3]

Namun, di tengah-tengah jalannya proses perundingan, Ketua Partai FDP, Christian Lindner menyatakan penarikan diri partainya dari perundingan koalisi. Hal ini disebabkan oleh negosiasi yang alot, karena FDP dan Partai Hijau memiliki perbedaan pandangan yang fundamental dalam hal lingkungan, kebijakan luar negeri, reformasi tenaga kerja dan migrasi. Pandangan kedua pihak terkait masa depan Uni Eropa dan Brexit juga saling bertentangan. Dalam sebuah wawancara pada tanggal 8 September 2017, Lindner mengatakan bahwa ia "tidak dapat membayangkan" terwujudnya koalisi tiga-pihak dengan Partai Hijau.[4]

Dengan demikian, pembentukan Koalisi Jamaika menemui jalan buntu sehingga koalisi Jamaika gagal terbentuk. Akibat penarikan tersebut, petinggi Partai CDU/CSU dan Partai Hijau melontarkan kritik. Sedangkan Ketua Partai CDU, Angela Merkel dapat menghormati keputusan FDP, tetapi menyatakan penyesalan dan kekecewaannya. Ia menyatakan bahwa sebenarnya perundingan sudah mengarah ke tujuan bersama dalam hal politik ekonomi, iklim dan sosial.[5]

Walaupun gagal terwujud pada tingkat federal, Koalisi Jamaika dapat terwujud pada tingkat negara bagian. Dua negara bagian yang diatur pemerintahan koalisi Jamaika adalah Saarland (2009 sampai 2012), dan Schleswig-Holstein di utara Jerman (kini di bawah pemerintahan koalisi Jamaika, setelah partai CDU/CSU berkoalisi dengan FDP dan Partai Hijau).

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "German election: A guide to possible coalitions for Berlin's new government". Deutsche Welle. Diakses tanggal 20 November 2017. 
  2. ^ "German coalition talks collapse after deadlock on migration and energy". Deutsche Welle. Diakses tanggal 22 November 2017. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b "Germany's political parties CDU, CSU, SPD, AfD, FDP, Left party, Greens - what you need to know". Deutsche Welle. Diakses tanggal 22 November 2017. 
  4. ^ Elliot, p. 28.
  5. ^ "Perundingan Pembentukan Koalisi Pemerintahan Jerman Gagal". Deutsche Welle. Diakses tanggal 22 November 2017. 

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]