Ketahanan Keluarga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ketahanan keluarga tidak bisa dipisahkan dengan persoalan-persoalan individu manusia dalam mempertahankan eksistensinya. Keluarga merupakan satuan individu dalam masyarakat. Keluarga yang baik akan memberikan kemaslahatan yang baik pula dalam lingkungannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, ketahanan adalah kekuatan (hati, fisik): kesabaran. Ketahanan keluarga biasa didefinisikan dengan: suatu keadaan dimana suatu keluarga memiliki kemampuan fisik maupun psikis untuk hidup mandiri dengan mengembangkan potensi diri bagi masing-masing individu dalam keluarga tersebut, untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia, lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Perhatian terhadap pentingnya ketahanan keluarga termaktub dalam Undang-Undang No 52 tahun 2009 (perubahan UU No 10 Tahun 1992) tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga yang di dalamnya mendefinisikan ketahanan (dan kesejahteraan) keluarga sebagai “kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagian batin.” Dengan menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output), ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk mengelola sumberdaya keluarga, mengelola dan menanggulangi masalah yang dihadapi, untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan keluarga.[1]

Terdapat tiga faktor laten ketahanan keluarga yaitu ketahanan fisik-ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.

Untuk merealisasikan ketahanan keluarga sebagaimana dimaksud pada definisi di atas diperlukan fungsi, peran dan tugas masing-masing anggota keluarga. Fungsi, peran dan tugas tersebut antara lain :

  1. Pemeliharaan kebutuhan fisik seluruh anggota keluarga sesuai dengan standar kehidupan berkualitas.
  2. Alokasi sumber daya keluarga, baik yang dimiliki maupun tidak, namun dapat diakses keluarga.
  3. Pembagian tugas di antara seluruh anggota keluarga.
  4. Sosialisasi anggota keluarga terhadap nilai-nilai perilaku yang dianggap penting.
  5. Reproduksi, penambahan dan pelepasan anggota keluarga.
  6. Pemeliharaan tata tertib
  7. Penempatan anggota di masyarakat luas.
  8. Pemelihaaan moral dan motivasi.

Sementara itu, menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994, fungsi keluarga meliputi:

  • Fungsi keagamaan

Yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keimanan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

  • Fungsi sosial budaya

Dilakukan dengan membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

  • Fungsi cinta kasih

Diberikan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta memberikan perhatian di antara anggota keluarga.

  • Fungsi melindungi

Bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.

  • Fungsi reproduksi

Merupakan fungsi yang bertujuan untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga.

  • Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Merupakan fungsi dalam keluarga yang dilakukan dengan cara mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan menyekolahkan anak. Sosialisasi dalam keluarga juga dilakukan untuk mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

  • Fungsi ekonomi

Adalah serangkaian dari fungsi lain yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah keluarga. Fungsi ini dilakukan dengan cara mencari suber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung untuk memebuhi kebutuhan keluarga di masa datang.

  • Fungsi pembinaan lingkungan.

Melihat beberapa definisi diatas tergambar bahwa cakupan dari konsep ketahanan keluarga sangat luas. Dimulai dari pemeliharaan kebutuhan fisik, nilai-nilai perilaku, tata tertib, moral, motivasi, reproduksi dan sumber daya yang dimiliki seluruh anggota keluarga dan pembagian tugas bersama menjadi peran penting untuk mengukuhkan keluarga.

Nilai-nilai perilaku, tata tertib dan moral setiap anggota keluarga mencerminkan fungsi keagamaan yang merupakan fungsi terpenting yang perlu diperhatikan. Dengan demikian sudah selayaknya agama dijadikan pedoman hidup yang mengatur kehidupan manusia baik secara individu maupun berkeluarga dan bermasyarakat. Dalam ajaran Islam, agama mencakup aqidah, akhlak dan syari’at. Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai syari’at, maka selanjutnya akan diuraikan tentang ketehanan keluarga dalam perspektif Islam.

Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam[sunting | sunting sumber]

Kajian hukum Islam salah satunya terdapat kajian hukum keluarga yang dikenal dengan istilah al-ahwal al-syakhsiyyah. Salah satu kajian hukum Islam tersebut merupakan hubungan timbal balik anatra individu dengan individu dalam keluarga dari mulai perkawinan sampai berakhirnya sebuah perkawinan, hal tersebut hanyalah salah satu kajian karena terdapat beberapa kajian dalam bidang hukum keluarga yang lainnya.

Dalam sebuah perkawinan hukum Islam menghendaki adanya tanggung jawab yang diemban oleh suami dan istri seperti memiliki hak dan kewajiban, peran, serta tugas masing-masing, serta yang paling penting memiliki hak dan kewajiban untuk mempertahankan keluarga demi tercapainya kemashlahatan hidup.

Berbicara kemashlahatan dalam keluarga, maka setiap komponen atau individu yang ada dalam lingkungan keluarga tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing. Jika dalam keluarga tersebut ada rasa saling memelihara dan menjalankan berbagai hak dan kewajibannya masing-masing secara benar maka akan tercapai sebuah kemashlahatan keluarga. Salah satunya adalah seorang suami yang selalu memberikan nafkah kepada istri dan memberikan kasih sayang serta bimbingan kepada keluarga. Maka dari itu, ketika suami sudah menjalankan kewajibannya maka sudah selayaknya mendapatkan hak-haknya sebagai suami.

Hak dan kewajiban dalam sebuah keluarga merupakan komponen penting dalam menjaga keutuhan keluarga. Jika setiap individu di dalam keluarga menyadari akan tanggung jawabnya, maka sangat diyakini memiliki kemampuan mengakis hal-hal yang buruk yang menimpa mereka, baik secara individu maupun bersama-sama dalam keluarga. Sebaliknya jika anggota keluarga tidak sadar akan hak dan kewajiban erta tanggung jawabnya maka ketahanan keluarga akan goyah dan tidak terjalin adanya keharmonisan, ketangguhan, keuletan dalam mempertahanakna keutuhan keluarga. Bakan dalam Islam sudah jelas jika terdapat pengingkaran terhadap hak-hak dan kewajiban akan berdampak atau berakibat terhadap beban dosa dan harus dipetanggungjawabkan kelak.

Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Psikologi[sunting | sunting sumber]

Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain memberi rasa aman dari ancaman lingkungan, baik secara fisik maupun psikologis (Alfaruqy & Faturochman, 2018). Meminjam kacamata Erich Fromm (2005), kehadiran orang lain mampu membebaskan seseorang dari penjara sepi. Keterpenjaraan sepi yang pertama kali dialami oleh Adam alaihissalam. Adam merasa gelisah hidup sendiri di taman surga, sehingga Tuhan pun menciptakan Hawa sebagai penenteram jiwa. Pengutusan sebagai khalifah di muka bumi, sempat memisahkan antara Adam dan Hawa. Keduanya saling memperjuangkan satu sama lain hingga akhirnya bertemu lagi di Jabal Rahmah, bukit kasih sayang.

Dalam kitab Ramayana, kita mengenal sosok nan ayu bernama Dewi Shinta, yang tidak lain merupakan manifestasi kebutuhan relasi Rama Wijaya. Drama penculikan Shinta di hutan Dandaka oleh Rahwana menjadi epifani keterpisahan. Rama dengan bantuan Anoman berusaha menyelamatkan Shinta. Namun, ternyata, pertemuan kembali tak lantas memulihkan ikatan psikologis mereka seperti sediakala. Keraguan atas kesetiaan pasangan diuji oleh satu tanda tanya sejauh mana satu sama lain saling jaga diri dari rayuan pihak ketiga. Pembuktian Shinta yang mampu mendingin-taklukkan bara api seketika berhasil meruntuhkan sekat keraguan. Rama dan Shinta pun berujung indah pada satu titik kemanunggalan cinta. Dua kisah tersebut di atas membuka pintu memori kolektif kita bahwa setiap pasangan mempunyai tantangan yang harus dihadapi masing-masing, terlebih yang telah sah dalam ikatan keluarga. Pasalnya, keluarga yang Tangguh bukanlah keluarga yang adem-ayem tanpa tantangan sama sekali, tetapi keluarga yang mampu menjawab tantangan dan merawat relasi yang telah disemai.

Berkaitan dengan Fungsi Psikologi dalam Ketahanan keluarga, mari kita awali dengan definisi dan pengertian daripada apa yang dibutuhkan dalam upaya kita untuk membentuk ketahanan keluarga dalam perspektif Psikologi. Berdasarkan DeFrain dkk, Setelah melibatkan 200 peneliti, Lebih dari 65 penelitian, Lebih dari 3000 anggota keluarga, dan Lebih dari 40 negara di seluruh benua. Secara sederhana, keluarga yang kuat adalah keluarga yang saling mencintai dan saling peduli satu sama lain.

Adapun dalam Model ketahanan keluarga yang dianut di dunia Internasional antara lain:

  1. Apresiasi dan kasih sayang satu sama lain
  2. Komunikasi yang positif
  3. Komitmen untuk keluarga
  4. Waktu yang dihabiskan dan dinikmati bersama
  5. Kesejahteraan spiritual dan nilai-nilai yang dianut bersama; dan
  6. Kemampuan mengelola stress dan konflik secara efektif.

Ukuran Ketahanan Keluarga[sunting | sunting sumber]

Pengembangan ukuran ketahanan keluarga menggunakan pendekatan sistem (input, proses, output) sehingga menghasilkan tiga komponen laten ketahanan yaitu ketahanan fisik-ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan fisik merupakan cerminan dari ketahanan ekonomi, sehingga merupakan satu kesatuan makna dan tidak bisa dipisahkan. Sementara itu kesejahteraan merupakan konsep yang dapat dibedakan dengan ketahanan keluarga, namun merupakan bagian dan output dari ketahanan keluarga.

Komponen ketahanan keluarga dapat dilihat berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan system dan pendekatan laten. Komponen ketahanan keluarga laten meliputi:

a. Ketahanan fisik-ekonomi; berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga dalam memperoleh sumberdaya ekonomi dari luar sistem untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan

b. Ketahanan sosial; terdiri dari sumber daya nonfisik, mekanisme penanggulanganmasalah yang baik, berorientasi terhadap nilai-nilai agama, efektif dalamberkomunikasi, senantiasa memelihara dan meningkatkan komitmen keluarga, memelihara hubungan sosial, serta memiliki penganggulangan masalah dan krisis.

c. Ketahanan psikologis; merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya sehingga menghasilkan konsep diri yang positif dan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan dan pencapaian tugas perkembangan keluarga.

Pendekatan lainnya yaitu pendekatan sistem (yang melahirkan komponen laten ketahanan keluarga), meliputi komponen input, proses, dan output. Komponen input terdiri atas, nilai keluarga, tujuan, dan sumberdaya keluarga, Komponen proses terdiri atas manajemen sumberdaya keluarga, masalah yang dihadapi dan penanggulangan masalah keluarga; dan komponen output terdiri atas kesejahteraan keluarga (secara fisik, sosial, psikologis; atau kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif).[2]

Lingkup Ketahanan Keluarga[sunting | sunting sumber]

Ketahanan keluarga sebagai kondisi dinamika keluarga memiliki lingkup yang luas karena menyangkut berbagai dimensi dan aspek kehidupan keluarga. Untuk kemudahanpemahaman dan penguasaanya, sejak tahun 2008 Euis Sunarti mengembangkan alat visualisasi lingkup ketahanan keluarga dalam bentuk rumah seperti disajikan pada Gambar berikut :

Visualisasi Komponen dan Lingkup Ketahanan Keluarga

Konsep konsep ketahanan keluarga yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan rumah dengan beragam fungsinya terdiri atas pembangunan DM dan kesiapan pernikahan (jalan masuk dan teras rumah), sampai mewujudkan ikatan pernikahan (pintu), dengan nilai keluarga yang dianut (fondasi rumah), dan diwujudkan dalam pemenuhan peran, fungsi, dan tugas keluarga (dinding) sepanjang tahap perkembangan keluarga (panjang rumah), sehingga mengusung pilar ketahanan keluarga (rangka rumah) penopang Pencapaian kesejahteraan dan kualitas keluarga sebagai tujuan (atap tertinggi), dan diimplementasikan dalam pengelolaan sumberdaya dan masalah/stress keluarga serta pola interaksi sehari-hari (isi rumah).

Sumber[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Sunarti, Euis (2015-06-06). "Orasi Ilmiah Ketahanan Keluarga Indonesia: Dari Kebijakan Dan Penelitian Menuju Tindakan" (PDF). Repository IPB. Diakses tanggal 2023-12-28. 
  2. ^ Sunarti, Euis (Juli 2023). "Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah kabupaten Blora tentang Pembangunan Keluarga" (PDF). blorakab.go.id. Diakses tanggal 2023-12-28.