Kesetaraan gender

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Simbol kesetaraan gender

Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus mempunyai kesempatan, sumber daya dan pengetahuan yang seimbang serta menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas manusia yang bersifat kodrati.[1] Isu ini adalah salah satu tujuan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB yang berusaha untuk menciptakan kesetaraan di segala bidang kehidupan di dalam masyarakat.[2]

Kesetaraan gender tidak semata-mata hak asasi manusia namun lebih dalam lagi sebagai landasan bagi terbentuknya dunia yang damai, sejahtera dan berkelanjutan. Kesetaraan gender merupakan tujuan ke lima dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 dari PBB.[3]

Awal pemikiran[sunting | sunting sumber]

Feminisme Kristen[sunting | sunting sumber]

Kesetaraan gender merupakan sebuah hasil pemikiran yang muncul akibat dari gerakan pembebasan wanita yang bersifat ekstrim. Kecenderungan munculnya kesetaraan gender terjadi secara global. Gerakan feminisme yang ekstrim ini berawal dari pemberian kebebasan tanpa batas kepada wanita di dunia Barat. Para kaum feminisme di dunia Barat kemudian mulai mencari legitimasi atas pemikiran mereka dengan mengutip Alkitab. Mereka mulai menggantikan istilah "god" yang maskulin, menjadi "goddes" yang feminin.[4]

Feminisme muslim[sunting | sunting sumber]

Selain dari tradisi Kristen, kesetaraan gender juga mulai diusung oleh kaum wanita muslim. Mereka mengatakan bahwa ajaran Islam bersifat membatasi dan menindas wanita. Upaya-upaya delegitimasi terhadap Al-Qur'an pun mulai dilakukan. Pernyataan yang diberikan menjelaskan bahwa Al-Qur'an merupakan kitab yang bias gender.[5]

Diskriminasi[sunting | sunting sumber]

Di seluruh dunia, diskriminasi berdasarkan jenis kelamin masih dipraktikkan di semua bidang kehidupan. Terlepas dari kemajuan signifikan dalam kesetaraan gender saat ini, ini adalah kenyataan. Negara atau wilayah yang berbeda memiliki rentang perbedaan yang luas dalam jenis dan tingkat keparahan diskriminasi. Di negara dunia ketiga tidak ada wanita yang mengalami kesetaraan dalam hal hak hukum, sosial, dan fiskal mereka. Ada banyak contoh disparitas gender dalam akses dan kontrol atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan keterlibatan politik. Ketidaksetaraan yang terjadi secara tidak proporsional mempengaruhi perempuan dan anak perempuan, tetapi pada akhirnya merugikan semua orang. Oleh karena itu, perhatian utama dari tujuan pembangunan yang memiliki nilai intrinsik adalah kesetaraan gender.[6]

Meningkatkan kesetaraan gender[sunting | sunting sumber]

Perbaikan jangka panjang dalam kesetaraan gender dimungkinkan berkat pertumbuhan ekonomi dalam banyak hal. Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan penting karena, setelah disetujui, akan berfungsi sebagai referensi global dan nasional, membantu mempersempit ruang lingkup agenda pembangunan. Semua tujuan tersebut mendukung hak asasi manusia (HAM), mempromosikan kesetaraan gender, dan memberikan otoritas kepada perempuan dari segala usia.[7]

Dampak kesetaraan gender[sunting | sunting sumber]

Ada nya kesetaraan tersebut menimbulkan dampak positif seperti:[8]

  1. Kemampuan suami menghidupi dirinya sendiri dan kemampuan istri untuk menambah pendapatan keluarga, perekonomian rumah tangga berjalan dengan baik.
  2. Wanita dapat menggunakan keahliannya dalam berbagai bidang dalam situasi lain.
  3. Membuat diri percaya diri dan menjaga penampilan Anda memiliki efek lain. Wanita harus memiliki kepercayaan diri untuk membiarkan potensi bawaan mereka bersinar di tempat kerja. Wanita harus menjaga penampilan baik di tempat kerja maupun di luar karena banyak orang yang melihatnya.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ United Nations.
  2. ^ "Universal Declaration of Human Rights" (PDF). wwda.org. United Nations. December 16, 1948. Diakses tanggal October 31, 2016. 
  3. ^ "United Nations: Gender equality and women's empowerment". United Nations Sustainable Development (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-12. 
  4. ^ Husaini 2005, hlm. 16.
  5. ^ Husaini 2005, hlm. 16-17.
  6. ^ "tujuan-5" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-03-18. 
  7. ^ "Kesetaraan Gender (Gender Equality)". elearning.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  8. ^ Kompasiana.com (2021-11-16). "Dampak Positif dan Negatif Kesetaraan Gender dalam Budaya Jawa". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2023-03-18. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-517-4.